"Baik Pak Felix," sahutku yang mengambil berkas di atas meja Felix dengan kasar, aku bahkan sengaja menekan kata-kataku untuk menyinggung Felix.

Aku berjalan keluar dari ruangan Felix dengan wajah ditekuk. Melewati Chika yang sepertinya menertawaiku. Ini namanya aku meringankan pekerjaan Chika.

Mesin fotokopi ada di sayap kanan lantai sepuluh, sementara ruangan Felix ada di sayap kiri, aku harus berjalan melewati kubikel karyawan-karyawan yang sepertinya penasaran dengan sosokku. Atau mungkin mereka aneh, melihat wanita secantikku mengenakan seragam office girl bahkan dengan high heels.

"Eh tadi berapa banyak ya," gumamku lupa dengan perintah Felix. "Paling satu rangkap doang," lanjutku yang mulai memfotokopi berkas milik Felix.

Aku berdiri di sebelah mesin fotokopi sembari bersiul pelan, kakiku bergerak-gerak mengikuti irama siulan yang aku keluarkan. Aku belajar bersiul dari Pak Lek Dirga, katanya bisa membunuh kebosanan.

"Berisik tahu nggak." Tiba-tiba seorang karyawan perempuan memarahiku. Dia menatapku dengan mata tajam. Posisi mejanya memang dekat dengan mesin fotokopi.

"Maaf," kataku sembari menganggukkan kepala.

Setelah selesai memfotokopi aku kembali ke ruangan Felix. Kakiku terasa ingin patah, tidak sanggup berjalan lebih banyak lagi. Mulai besok aku akan bekerja menggunakan flat shoes saja!

"Eh Zem!" Chika mencegahku saat aku akan mengetuk pintu ruangan Felix. "Bapak lagi ada tamu," lanjut Chika.

Aku pun mengangguk dan meletakkan berkas fotokopi tadi di atas meja Chika. "Titip ya Chik. Gue ma uke toilet dulu," tuturku.

💌💌💌

Aku masuk ke salah satu bilik toilet, duduk di atas toilet yang tertutup. Aku mulai mengurut kakiku secara bergantian. Melihat ke bagian belakang kaki yang ternyata mulai memerah.

"Lo tahu nggak kalau ada OG baru, gayanya kayak paling cantik aja."

"Iya! Kesel banget gue, baru OG aja gayanya udah selangit."

"Masuk lewat koneksi Pak Felix dia. Tapi cuma dikasih jabatan OG."

Aku merasa panas sekali mendengar celotehan tidak jelas manusia di luar bilik ini. Sudah jelas mereka membicarakan diriku. Lekas aku memencet toilet, menimbulkan suara toilet tersiram. Kubuka pintu bilik toilet sedikit kasar.

"Memangnya kenapa kalau OG?" tanyaku yang berdiri di sebelah dua orang perempuan yang sepertinya sedang touch up. "OG nggak boleh cantik, nggak boleh modis dan trendy? Coba lo mainnya agak jauhan dikit, jangan katro banget jadi orang," kataku kesal dan menyenggol pelan bahu salah satunya, yang aku ingat sedang memegang lipstick.

"Sialan lo!"

Aku masih mendengar sayup-sayup protesan kemarahan kedua perempuan itu. Memang orang iri begitu, tahunya hanya menghujat saja. Memangnya kenapa jika office girl?

Aku kembali ke tempat Felix. Di depan meja Chika berdiri Felix yang sedang memegang berkas yang tadi aku fotokopi. Chika menundukkan kepalanya takut-takut, seperti sedang dimarahi oleh Felix.

"Kenapa? Itu berkas yang gue fotokopi tadi," kataku menunjuk map bening di tangan Felix.

"Lo salah fotokopi. Gue minta dua rangkap, tapi ini cuma satu." Felix menatapku sengit.

"Ya maap! Lo nggak perlu marahin Chika. Masalah sepele gini doang juga, suka banget ribut-ribut." Aku mengambil map bening yang ada di tangan Felix. Membuat Felix kaget karena aku menarik map tersebut dengan keras.

Aku mendesis pelan karena perih di bagian belakang kakiku. Meski begitu, aku tetap melaksanakan tugasku memfotokopi berkas Felix. "Dasar iblis," gerutuku sepanjang berjalan menuju mesin fotokopi.

💌💌💌

Ramaikan Guys!
Jangan kasih sepi loh!

Ramaikan Guys!Jangan kasih sepi loh!

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.
Rumah Mantan (Selesai)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ