1

13.8K 1.5K 183
                                    

Butuh beratus-ratus tahun untuk Lee Jeno memulihkan keadaannya. Setiap kali dia datang ke mansion miliknya yang lama. Pria tampan itu pasti akan teringat kembali akan tragedi yang lalu. Tragedi yang sudah menimpa keluarganya. Tragedi yang dengan kejamnya, memisahkannya dengan sang belahan jiwanya.

Hatinya dirundung penyesalan. Kalau dia dapat memutar waktu kembali. Dia tidak akan pernah mau menemui Jaemin dan mengikatnya menjadi miliknya. Tidak apa dia melihat sang belahan jiwa. Asalkan dia selamat.

Bukannya seperti ini!

Jeno menatap datar bangunan-bangunan megah di kota Seoul. Selama satu bulan ini pria tampan itu tinggal di apartement mewah yang dia beli dari jerih payahnya sendiri.

Pria itu lebih memilih tinggal di tempat lain daripada terus mengingat bayang-bayang sang istri.

"Walau aku melupakan wajahmu. Aku tetap merindukanmu, Na." bisiknya.

Pria itu tak ubahnya kaca yang sudah pecah dan dibuang oleh pemiliknya.

Kematian Na Jaemin 800 tahun lalu bersama bangsanya membuatnya sangat terpukul. Hanya karena keserakahan. Pihak yang tidak menyukainya berkudeta untuk menggulingkannya dari tampuk kekuasan, membuat pria itu harus kehilangan semuanya.

Putranya pun tak akan menjadi korban.

Seharusnya. Kalau dia lebih cepat dalam bertindak mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi.

Hanya tinggal dia seorang diri di sini. Tak ada Jaemin. Tak ada tangisan putranya yang baru dilahirkan. Tak ada teman-teman yang mendukungnya.

Semuanya lenyap. Tak bersisa. Hanya ingatan samar wajah istrinya dan sang putra. Sedikit yang dia ingat. Wajah putranya hampir mirip dengan mendiang istrinya.

Efek kehilangan belahan jiwanya. Membuat ingatan pria itu menjadi kabur dan bercampur aduk. Membuat kepala pria itu kadang sakit tak terkira.

"Na Jaemin? Mate? Apakah kau baik-baik saja di sana."


















🐇🐰🐇

















Deg!

"Na? Ada apa?" tanya Haechan pemuda manis yang menjadi rekan sekamar Jaemin itu menatap heran pemuda Na yang tiba-tiba berhenti berjalan.
"Kau baik?"

Seperti ada yang memanggilku. Batinnya.

Pemuda itu memegang dada. Jantungnya berdetak cukup kencang.

"Kau baik?" ulangnya.

"Aku baik. Hanya saja," gumam Jaemin.

Pemuda manis itu lebih memilih menahan perasaannya sendiri.

"Hanya apa sih. Kau jangan buat aku penasaran ya." jengkel Haechan.

Kenapa Na Jaemin tidak pernah mau terbuka padanya sih. Mereka kan teman. Seharunya kalau ada apa-apa Jaemin ceritanya pada dia. Bukannya malah diam seperti ini.

"Tidak apa-apa. Ayo pulang." ajak Jaemin.

Baru berjalan beberapa langkah.

Deg! Deg!

Jantungnya berdetak lebih kencang. Berbeda dengan yang tadi.

Mate? || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang