Muhammad Barra Adiguna

21K 2K 124
                                    

Sudah lama aku tak memandangi wajahnya sedekat ini. Sudah lama juga aku tak mendengarnya berbicara sepanjang ini. Padahal, dia (selalu) pernah menjadi seseorang yang mengisi kesendirianku.

"Ada perlu apa lagi, Om? Kalo Om nggak ngomong-ngomong, mendingan aku pamit duluan. Aku di sini bukan untuk liatin orang bengong. Buang-buang waktu."

Salahku yang memulai semua ini.

Jika saja. Jika saja aku tak pernah melakukan hal bodoh itu, mungkin saat ini aku sudah mengikatnya ke dalam ikatan pernikahan.

Aku yang membuatnya menciptakan jarak di antara kami. Bahkan, dulu kami tak setegang ini.

Shit! You are so stupid, Barra.

Kurutukki kebodohanku. Kesalahanku semakin fatal setelah dia hadir. Kenapa dia harus hadir?

Mendengarnya kembali memanggilku dengan sebutan itu menciptakan rasa hurt tapi tak berblood, itu ungkapan yang diajarkan Nadira padaku.

Nadira semakin cantik. Dia cantik. Selalu cantik. Rambut sebahunya selalu dibiarkan terurai. Harum shampoonya masih jelas kuingat saat terakhir kali kucium segar rambutnya yang terurai di perpisahan kami.

Do I sound so pervert? I hope no.

"Aku kangen kamu, Nadira."

Jawab aku, Dira. Bilang kalo kamu juga kangen aku.

"Ngaco. Udah ya, Om. Aku pamit. Aku udah nggak ada waktu untuk hal-hal kayak begini. Permisi."

Jleb. Jangan pergi dulu, Dira.

Refleks. Kuraih lengannya.

"Please, Dira. Aku tau aku salah. Sangat salah."

Pemilihan kata yang salah, nampaknya. Bodoh!

"Dan aku lebih salah salah salah berkali-kali lipat salah karena pernah mencintai Om."

Bodoh. Lo bodoh Barra!

Segini dulu yaaa untuk Nadira-Barra. ❤❤❤

Dia JodohkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang