5. BAJU DAN BEKAL

77 33 33
                                    

"Buset Bro, banyak yang bilang kalo gue gak pernah bisa bungkam dimana-mana. Namun setelah bertemu dengannya, gue bisa tuh bungkam. Itu sebagai bukti, bahwa tidak ada yang tahu seperti apa seseorang kedepannya. Makanya, hati-hati!"
-salam penuh cinta dari gue, Rani-

________________________________________________________________________________

"Jadi, kemungkinan dua mingguan kita akan tinggal di sini." Rahma berbicara pelan di ruang tunggu pasien.

"Asik, masih bisa ketemu sama Mang Malay. Iya 'kan Ran?" Aisyah tersenyum ke arah Rani.

'Bener juga kata Aisyah. Yes, ini kesempatan besar,' batin Rani dengan seulas senyuman di wajahnya.

"Rani pasti lagi mikirin ucapan Aisyah," ujar Candra.

"Sotoy Lu, Can!" kata Rani.

"Buktinya lu senyam-senyum sendiri, Ran. Kalau di Bahasa Sunda nih ya, katanya lu itu sura-seuri jiga sero." Epti menyudutkan Rani.

"Beuh, enak aja lu bilang gue kayak sero! Inces cuantik gini lu bilang sero? Dilihat dari sudut manapun gak ada kemiripan sama sekali, ya! Ck." Rani berdecak.

"Kayak ada yang ngomong inces, panggil aku ya?" kata Nayla.

"Ini lagi! Nyambung aja kayak sahabat sama mantan gue," ujar Aida dengan memasang wajah sedih sambil menggigit paksa roti tawar.

CEKREK

"Waw, gue terkejut. Ternyata ada sadboy di sini." Tari memperlihatkan hasil potretnya kepada Rahma.

"Gue cewek, Nastar! Emang gue cewek apaan?!" Aida memalingkan wajahnya.

"Udah, udah. Ibunya Zahra mau pulang ke Indonesia, dia mempercayakan Zahra ke kita. Ini kesempatan besar buat kita, sebisa mungkin kita harus berusaha untuk mengembalikan ingatan Zahra," jelas Fatonah setelah berbincang dengan Ibunya Zahra.

"Terus, kapan Ibunya Zahra pulang ke Indonesia?" tanya Sonia.

"Sekarang. Makanya gua tugasin Madin sama Aisyah buat nginep malam ini nemenin Zahra," jelas Fatonah lagi.

"Okey Big Bos, laksanakan!" ucap Madin dan Aisyah.

Sesuai perintah Fatonah, Madin bersama Aisyah menginap dan menjaga Zahra di rumah sakit. Dan semua sahabat kini telah kembali ke penginapan.

Niatnya, setelah ke penginapan Rani akan mengantarkan makanan dan baju ganti sahabatnya yang bertugas menjaga Zahra.

Namun beberapa meter lagi jaraknya dari rumah sakit, hujan turun dengan deras. Membuatnya harus lari kocar-kacir dan berteduh di bawah tempat duduk di taman rumah sakit. Untungnya, tempat duduk ini disediakan dengan tempat teduh seperti payung.

Jam yang melekat di tangan Rani menunjukkan pukul 20:13.

Rasa dingin telah menyeruak ke seluruh tubuhnya. Rani menggesek-gesekkan tangannya. Hanya baju dan bekal yang Rani bawa yang tidak basah karena ia lindungi dari hujan. Ia lebih memilih bajunya basah kuyup dari pada barang tersebut yang basah.

"Hujan gak reda-reda, udah setengah jam gue nunggu. Jadi basah deh baju gue, mana ini udah malem lagi. Ya Allah ... reda dulu hujannya, atau nggak turunin penolong kek gitu, buat ngasih Rani payung dan sebagainya. Apalagi penolongnya cakep kayak Sehun, Rani sangat ridho Ya Allah." Sambil menutup mata, Rani mendongakkan kepalanya.

Rani merasakan ada sesuatu yang menyentuhnya. Rasa dingin pun telah sedikit berkurang. Ia pun membuka mata. Dan benar saja, ada jaket yang menempel di punggungnya. OMEGALIMA! Do'anya terkabulkan. Ada orang yang sengaja memakaikannya, tapi siapa?

"So-soldi??"

Ia tersentak. Apa matanya tidak salah lihat atau mimpi kah ini? Ia menepuk pelan pipinya. Jika mimpi, ia harap tidak langsung bangun. Ia ingin tetap berada dalam mimpi ini, selamanya.

Karena tingkahnya, ia mendapatkan respon kekehan dari Soldi. Berarti ini bukan mimpi. Aduh, malunya ia.

"Sorry, saya lama ambilkan jaket untuk Awak. Ah, maaf. Maksud saya, Ra-rani. Kau tak papa kan?" ujar Soldi dengan senyum yang menampakkan gigi gingsulnya.

"Ti-tidak," jawab Rani.

Rani yang malang.

Baru saja ia merasakan tenang dan hangat. Sekarang malah menggigil tanpa hadirnya hawa dingin. Jantungnya juga ikut serta dalam hal ini, berdetak tak karuan. Jantung biadab!

Rani melihat Soldi dari atas sampai bawah, basah kuyup sama sepertinya. Tidak membawa payung, hanya jaket yang sedikit basah menjadi pelindungnya dari dinginnya malam ini.

"Sejuk 'kan kat sini? Malam yang gelap tanpa taburan bintang. Bahkan bulan pun terhalang kegelapan awan, menakutkan dan sunyi. Teringat dulu, di mana saya hampir tersesat dalam kekejaman dunia," ucap Soldi yang tidak sadar dengan perkataanya.

"Hah?" Rani menyerap perkataan Soldi. Ada kesedihan yang mendalam yang pernah terjadi kepada Soldi. Mau bertanya namun takut salah. Ia mengangguk tanda paham.

"Suatu pengalaman bagus bisa mengalami hal-hal yang tidak dialami orang lain. Kita bisa mengambil pelajaran yang berharga dari semuanya. Tidak ada satupun yang tidak bermanfaat," ucap Rani sambil menatap langit.

"Betul juga cakap Awak ni." Soldi melirik Rani. "Eh, sorry. Saya terbawa suasana tadi, hehe," kekeh Soldi sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Tidak apa-apa."

Tidak apa-apa karena Rani sangat senang. Senang sekali bisa mendengar banyak kata yang dilontarkan Soldi kepadanya walaupun tidak disengaja. Bahkan ia tidak bisa berhenti untuk terus tersenyum. Namun sedih juga karena apa yang dialami Soldi pasti sangat membekas untuknya.

Keduanya bungkam, tidak ada pembicaraan lagi setelahnya. Alunan suara jangkrik menjadi pengiring untuk mereka. Sekarang yang ada hanya suasana canggung saja. Hingga hujan reda, mereka segera masuk ke rumah sakit.

"Lu lama amat sih, Ran--" ucapan Madin terhenti setelah melihat Soldi berada di belakang Rani. "Euh, cakep! Orang lain pada nunggu di sini sambil nenangin cacing perutnya yang udah demo. Eh, ini malah berduaan. Cakep amat dah," sindir Madin.

"Ih, lu apaan sih, Din. Orang gue cuma--"

"Bro, apa pun yang terjadi ...." Aisyah menggantungkan kalimatnya sambil menyipitkan matanya. Ia menatap serius kedua sahabatnya sambil menepuk-nepuk pundak keduanya.

"Apa?"

"GUE LAPAR! PERUT GUE UDAH KAYAK TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, DARI TADI PENGEN MAKAN. TERUS MAU GANTI BAJU, BAJU GUE UDAH ASEM KARENA KERINGAT GUE! NANTI AJA DEBATNYA, KALIAN SAMBUNG NANTI!" teriak Aisyah. Ia sudah tidak tahan ingin berganti baju dan makan tentunya. Maklum, karena dari jam satu siang ia tidak makan apa-apa lagi.

"Ya maaf," ucap keduanya setelah menutup telinga.

Soldi jadi bingung, ada rasa lucu dan kasihan. Unik. Persahabatan mereka indah sekali, ia jadi salut dan ingin sekali memberikan dua bahkan empat jempolnya untuk mereka.

*
*
*
*
*
Haeoy pemirsah dimana pun anda berada. Salam manis dari aku yang baik hati dan emejing, eheq:)
Gaje? Alhamdulillah, awowow.

Tengkyu semuanya. Semoga dapat menghibur^^

Sangat menanti krisan, hehheh.

A Trip for Memories(Slow Update)Where stories live. Discover now