63 : Jalan Keluar

Start from the beginning
                                    

"Apa yang lu--" belum selesai Septa berbicara, Tara langsung melakukan hal yang sama pada Septa.

Melihat Septa yang sudah tak sadarkan diri, Tara mengendurkan pertahanannya. Tiba-tiba saja, ikatan borgol di tangan Septa terlepas.

"Bagaimana bisa!" ucap Tara yang kaget melihat borgol yang mengekang Septa telah lepas.

Tak menyiakan kesempatan, Septa menghajar Tara hingga membuatnya terpental. Tubuh Tara membentur jeruji besi dan ia tak sadarkan diri.

"Tir ... Tirta," ucap Septa yang berusaha membangunkan Tirta.

Septa mengambil air minum yang disediakan di ruang tahanan, ia menyiram wajah Tirta yang tak sadarkan diri. Tirta kemudian tersadar.

"Ayo bergegas!" bisik Septa.

Septa dan Tirta meninggalkan Tara yang tak sadarkan diri.

Jujur saja, gedung markas peti hitam ini sangat besar. Bukan seperti gedung terbengkalai, gedung ini seperti gedung kantoran yang masih terpakai. Begitu jelas lampu yang terang di setiap sudut ruangan dan lorong, serta ac yang membuat suhu menjadi sejuk, ditambah musik jazz membuat suasana terkesan elegan.

Septa dan Tirta berlari pelan sambil mengamati situasi, mereka berada di lorong yang mirip seperti lorong sekolah. Sebuah koridor dengan kaca-kaca jendela kelas.

 Sebuah koridor dengan kaca-kaca jendela kelas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebenarnya ada di mana ini? pikir Septa.

Septa mengintip ke ruang kelas yang berada di sebelah kanan, ia mendapati anak-anak sekolah dasar sedang duduk dan memperhatikan papan pelajaran. Seorang guru sedang menerangkan pelajaran. Namun, anehnya guru itu tak bergerak sedikitpun, ia juga tak melakukan apa-apa, begitu juga dengan anak-anak ini. Seolah-olah Septa dan Tirta sedang berada di sebuah museum dan mengamati objek mati. Mereka saling bertatapan.

"Ada yang ga beres," ucap Septa berbisik.

"Ayo kita lanjut jalan deh," balas Tirta yang mulai merinding.

Sampai mereka pada pojok lorong dengan pintu besar. Tirta merogoh kantong celana miliknya. Ia mengambil sesuatu yang berada di dalamnya.

"Kunci?" ucapnya heran.

Kunci itu terkesan aneh, Tirta bahkan tak mengingat pernah memiliki kunci tersebut. Namun, Septa menatapnya seolah berkata, "coba," sambil melirik ke arah pintu itu.

Tirta mencoba memasukan kunci itu pada lubang kunci dan memutarnya. Septa memutar gagang pintu dan mendorongnya perlahan.

Empat orang anak kecil dan seorang wanita muda yang berumur kisaran dua puluh lima tahun berada di dalam. Lengan mereka dipenuhi oleh perban.

"Jangan ambil darah saya lagi, jangan ambil darah saya lagi," ucap wanita itu ketakutan.

Anak-anak itu saling berpelukan erat, terlihat jelas raut wajah mereka yang ketakutan melihat kehadiran Tirta dan Septa.

"Kami polisi--" ucap Tirta sambil menunjukan lencana polisinya. "Kalian aman."

"Tir, kita harus keluar sekarang deh, sebelum ada peti hitam yang sadar."

"Sebelum Tara sadar juga," balas Tirta.

Mereka berdua membawa wanita dan keempat orang anak itu, melewati lorong yang sempat mereka lalui.

"Anak-anak yang lain gimana?" tanya Septa pada Tirta.

"Anak-anak apa?" celetuk wanita itu.

"Semua anak-anak yang ada di ruang kelas?"

"Semua anak-anak sudah mati." ucap wanita itu sambil menutup mulutnya, ia menangis karena banyak hal yang membuatnya trauma.

Begitu mereka melewati kelas-kelas itu. Semua anak-anak yang mulanya sedang duduk tak bergerak, tiba-tiba saja berdiri di balik jendela sambil menempelkan wajah-wajah mereka di kaca jendela.

"Aaaaaaaa," teriak keempat anak yang selamat karena ketakutan.

Wajah anak-anak yang menempel di jendela itu sangat menyeramkan, semuanya menyeringai pada Septa dan rombongannya. Begitu mereka melewati lorong itu, pintu kelas-kelas tadi tiba-tiba terbuka.

Ada kepala yang mengintip dari tiap-tiap kelas. Diikuti dengan tawa anak-anak. Septa menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa mereka semua aman. Tiba-tiba saja alarm berbunyi. Dari kelas-kelas itu, anak-anak yang menyeramkan serta guru-guru mereka yang jauh lebih menyeramkan keluar dan berlari mengejar mereka sambil tertawa.

Ketika melewati persimpangan, mereka berpapasan dengan Emil dan Bayu yang sedang menuju sumber alarm berbunyi.

"Bagaimana caranya kalian bisa lolos!" teriak Emil murka.

Sial! Situasi buruk macam apa ini, batin Septa.

Namun, beruntungnya mereka. Di ujung lorong terdapat sebuah lift. Satu-satunya jalan keluar bagi mereka.

"Kalo kita bisa masuk ke dalam lift, kita pasti selamat!" ucap Septa pada seluruh rombongan.

Melihat kehadiran Emil dan Bayu, setan-setan yang mengejar mereka menghilang entah kemana, digantikan dengan Emil dan Bayu yang mengejar.

"Jangan biarin mereka lolos!" teriak Emil.

Ting.

Beli lift berbunyi, pintunya terbuka dan seseorang keluar dari lift.

"Tara!"

Sekenario terburuk benar-benar terjadi.

Kalo ga bisa ngalahin Tara sekarang, semua bakalan selesai, batin Septa.

Tara menunggu di pintu lift sambil menyeringai, kedua tangannya masuk  ke dalam kantong celananya.

"Pengkhianat!" teriak Septa sambil berlari dan meninju wajah Tara.

Sebelum lift tertutup, Tirta mengganjal pintu dengan kakinya, sehingga membuat pintu terbuka kembali. Semua calon tumbal dan kedua Dharma masuk ke dalam lift.

Tara masih di situ, kalo gini ceritanya, lift ga akan ketutup! Dia pasti bakal nahan pintu lift, ga ada jalan lain, gua harus berkorban, batin Septa.

Namun, sebelum Septa keluar untuk mengorbankan diri, Tara melepas sarung tangan hitamnya dan mencengkram wajah Septa, Tara menendang perut Septa hingga terpental ke dalam lift.

"Aaaaaaa," anak-anak itu histeris ketakutan.

"Bajingan, Tara!" teriak Tirta.

Tara memukul tombol lift sesaat sebelum Emil dan Bayu berhasil menangkap mereka semua. Tiba-tiba saja pintu lift tertutup. Waktu seakan melambat, dari gerakan slow motion pintu lift yang tertutup itu, Tara mengucapkan sesuatu kepada Septa. Membuat mata Septa melotot seperti ingin keluar, senyum yang biasa ia tampilkan di berbagai situasi, kini berubah menjadi gemetar.

.

.

.








Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now