Eps 1. Thai

310 24 3
                                    

"Lady... Ada kabar dari Thailand, " ucap seorang pria berambut blonde dengan setelan jas hitam rapi. Jika diperhatikan dengan saksama, nampaknya raut mukanya pucat pasi. Dia juga beberapa kali terlihat mengelap keringatnya yang terus muncul di area dahi dan leher. Dia ketakutan? Mungkin.

Seorang wanita yang diajak bicara hanya diam sambil asyik membalik ayam gorengnya yang masih setengah matang. Pria itu menunduk dalam sembari menggigiti bibir bawahnya. Berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan apa yang terjadi di Thailand.

Dia berharap-harap dalam hati. Agar setelah menyampaikan berita ini, dia masih bisa bernapas dengan baik. Sedangkan wanita itu masih diam sembari menunggu pria itu menyampaikan kabar.

"Satu orang kita ditangkap."

Byur!

Belum sempat seperempat detik pria itu selesai mengucapkan kalimatnya, wanita itu sudah mengguyurnya dengan minyak panas bekas gorengan ayam.

"Akh! Panas!"

Pria itu meraung-raung kesakitan di lantai dapur sembari mengusap wajahnya yang terkena siraman minyak panas wanita itu. Dia terus mengusap wajahnya yang panas disertai dengan rasa perih yang teramat, berharap rasa panasnya hilang.

Seharusnya dia berlari ke kamar mandi kan? Tidak! Tidak bisa! Dia tidak bisa melihat apapun sekarang! Matanya tadi terkena sedikit percikan minyak panas! Pria itu merutuki wanita itu dalam hati. Dia tak sampai betulan merealisasikan umpatannya. Bisa jadi, sebilah pisau yang ada di belakang wanita itu akan menancap dengan apik di lehernya.

Wanita itu hanya memandang datar pria itu tapi, tatapannya menyiratkan sebuah kebencian yang mendalam. Dia tidak pernah gagal dalam hidupnya. Dia tidak menerima segala bentuk kegagalan. Dia benci gagal.

"DIMITRI!" teriak wanita itu dengan lantang. Beberapa saat kemudian, terlihat seorang pria tegap yang menghampirinya. Dia sedikit membungkukkan badan hormat. Pria itu mengatur napasnya yang agak tersenggal.

"Y-ya Lady."

"Siapkan jet. We must go to Thailand. Now," ucap wanita itu datar. Tapi, pernapasannya terlihat seperti menahan amarah yang membuncah. Pria yang dipanggil Dimitri hanya mengangguk patuh kemudian membungkuk untuk undur diri.

Wanita itu meninggalkan dapur dan bergerak
cepat menuju kamarnya. Y-ya, meninggalkan pria blonde tadi dalam keadaan mengenaskan. Nanti juga ada yang menolong. Biarkan saja! Masalah ini lebih penting.

Wanita itu membuka lemari senjatanya. Melihat-lihat, senjata mana yang harus dia bawa. Apakah harus Desert Eagle ataukah Glock 20? Hm... Pilihan sulit. Baiklah, dua duanya saja. Nanti juga ditambah beberapa pisau yang akan di letakkan di area paha.

Ini memang bukan kali pertamanya berurusan dengan polisi begini. Dia sudah biasa. Mereka hanya mengancam tanpa tindakan. Kalau dibiarkan, mereka akan terus mengancam seakan mengisyaratkan untuk cepat-cepat memberikan uang sogokan tutup mulut. Sampah!

Tikus-tikus berseragam itu hanya akan merugikan negara sendiri bukan? Dia kasian. Makin ke sini, negara penuh pelukan tikus dan limbah berjalan. Kasihan sekali pada rakyat yang hidup di sana.

"Ella!"

Wanita itu menghentikan aktivitasnya sejenak karena suara berat seseorang yang menginterupsinya. Dia menoleh ke belakang. Datang disaat tidak tepat.

"Sorry Jeff. Tapi, aku harus segera bergegas," ucap wanita itu. Laki-laki itu merenggut sedih. Padahal kedatangannya kemari untuk mengajak wanita itu fitting baju. Ya... Sekedar pemberitahuan saja mereka sudah bertunangan beberapa bulan yang lalu. Dan akan menikah sekitar seminggu lagi.

730 Days My LadyWhere stories live. Discover now