Xavir VS Goldes 2 (Revisi)

41.7K 2.4K 8
                                    

“Shit! Dia anak Garuda Jaya,” batin Alaska.

“Cup, lo gimana si?” bisik Arvin.

“Sumpah, Bang. Gue udah nyuruh semuanya masuk ke dalam aula,
anak OSIS juga udah mastiin kalo semuanya aman. Sumpah kali ini gue enggak tau.”

“Gimana nih, Ska?” bisik Al.

“Lo dan geng lo itu pengecut,” ucap Alaska tajam.

Rangga tidak terima atas ucapan Alaska, ia memang mengakui kalo ia
curang tapi tetap saja ia tak terima Alaska menjelek-jelekkan gengnya.

“Turunin.”

Mendengar perintah sang ketua, Reno langsung menurunkan perempuan ini, dan menyingkap rambut yang menutupi wajahnya.

“ARA,” teriak Orion dan Al, kaget. Para siswa Garuda Jaya pun tak
kalah kagetnya ketika melihat perempuan yang mereka culik adalah Ara, perempuan polos yang tak tau apa-apa.

Alaska mengepalkan tangannya saat tau kalo perempuan yang bersama Rangga adalah perempuan yang menabraknya tadi pagi. Entah
mengapa Alaska merasa sangat takut, dan khawatir pada perempuan itu.

“Lepasin,” ucap Alaska lantang membuat semua orang bergelidik
ngeri termasuk Rangga.

Aura Alaska sangat berbeda dengan yang tadi, kini laki-laki itu terlihat lebih menyeramkan.

“En-enggak segampang itu,” ucap Rangga gugup.

Sial, ia mengumpati dirinya yang terlihat gugup di depan musuhnya.

Al meringis melihat Rangga yang tengah memancing amarah Alaska.

“Buset nyari mati si Rangga.”

Alaska yang ingin mengucapkan sesuatu langsung di sela oleh Arvan.

“Mending lo balikin tuh perempuan sekarang, Ngga. Dari pada lo
mati konyol.”

“Enggak peduli,” ucap Rangga tengil.

Alaska melangkahkan kakinya mendekat ke arah Rangga dengan
tatapan yang tajam, membuat Rangga menelan ludahnya kasar, ia sedikit
menyesal karna sudah membangunkan macan yang sedang tertidur.

“Ska ...,” panggil Al tapi Alaska tak menghiraukannya, ia tetap
melangkahkan kakinya.

“B-berhenti, ka-kalo lo enggak berhenti, cewe ini bakal mati!”
bentak Rangga mencekik leher ara.

Uhuk ... uhuk.”

Ara membuka matanya pelan. Dia merasa ada yang mencekiknya
membuat dia tidak bisa bernapas.

"Le-phas ... uhuk ... uhuk,” ucap Ara terbata-bata sambil memegang
tangan Rangga yang melingkar sempurna di lehernya.

Alaska menggeram marah, hatinya sangat sakit melihat perempuan itu
tersiksa, apalagi dia tengah menatap Alaska sayu, dan memohon.

Tak membuang waktu, Alaska langsung berlari menarik tangan Ara dan menendang kuat perut Rangga hingga terpental. Ia melepaskan Ara, dan memukul wajah Rangga dengan brutal.

Kepala Ara sangat pusing, tubuhnya pun juga sangat lemas. Dia langsung menjatuhkan tubuhnya di aspal.

“SERANG!” teriak Alaska.

Lagi-lagi mereka melanjutkan pertarungannya.

BUGH!!!

BUGH!!!

Alaska memisahkan dirinya, ia berlari ke arah perempuan tadi yang kini tengah duduk di aspal dengan wajah yang sangat ketakutan.

Tanpa berbicara Alaska langsung menyelipkan lengan kokohnya ke
lipatan kaki dan belakang punggung Ara lalu mengangkatnya, sepontan Ara langsung mengalungkan tangannya di leher alaska.

Tak ada penolakan dari perempuan itu, yang ada hanya isakan yang
keluar dari mulutnya. Alaska membawanya ke belakang pohon besar yang lumayan jauh dari sekolahnya.

Alaska menyandarkan tubuh perempuan itu di pohon.

“Lo enggak papa?” tanya Alaska khawatir sambil memegang pipi
Ara.

“Makasih,” ucap Ara lirih.

“Gue nanya lo enggak papa? Apa yang sakit?”

Sial! Dirinya benar-benar sangat khawatir dengan kondisi perempuan ini.

Ara menggelengkan kepalanya sebagai tanda tidak ada yang perlu
dikhawatirkan, hal itu membuat Alaska menghela napas leganya, ia hanya kaget dengan keadaan.

Ara mengangkat tangannya, dan memegang lembut pipi Alaska
membuat sang empu memejamkan matanya menikmati elusan lembut
perempuan itu, Ara tersenyum tipis. Ada apa dengan dirinya? Kenapa ia tak marah saat ada yang menyentuh dirinya? Kenapa ia malah menikmati?

Alaska buru-buru membuka matanya, dan menyentak tangan ara.

Ara sempat kaget, tapi dia kembali mengangkat kedua ujung bibirnya.

“Makasih ya udah nolongin, Ara. Gara-gara Ara, muka kamu ja—”

“Udah tugas gue,” potong Alaska cepat.

Harusnya ia yang merasa bersalah pada perempuan ini, dan seluruh
warga sekolahnya. Gara-gara Alaska, Rangga jadi menyerang sekolahnya.

“Maafin Ara, udah nabrak kamu tadi pagi,” ucap Ara yang
diangguki oleh Alaska.

Setelah itu tak ada lagi percakapan dari keduanya, Alaska duduk
disamping Ara. Mereka memejamkan matanya menikmati angin yang
menerpa wajah mereka, hingga tiba-tiba Ara membuka matanya.

“Kamu denger ada suara yang nangis enggak?” tanya Ara sambil
menatap wajah Alaska.

Alaska membuka matanya, dan menatap balik Ara. Ia mengerutkan
dahinya sambil menajamkan pendengarannya. Memang ia juga mendengar suara tangisan anak bayi tapi itu samar-samar, dan ia tak yakin. Karena kalau dipikir-pikir tempat ini jauh dari pemukiman warga, tempat ini juga masih
setengah hutan.

“Tuh denger enggak?” tanya Ara yang juga tengah menajamkan
pendengarannya.

Dari pada penasaran, Alasaka memilih untuk menelusuri dari mana asal suara itu. Ia bangkit dan berjalan ke tengah-tengah rerumputan, suaranya makin terdengar jelas di kuping Alaska.

Oek … oek … ek .…

Alaska membulatkan matanya ketika melihat dua orang bayi yang
sedang menangis di tengah-tengah ilalang. Bayi-bayi itu menatap Alaska dengan mata yang berkaca-kaca, dan bibir yang menekuk ke bawah.

“Bayi? Bayi siapa nih? Kembar lagi,” gumam Alaska kaget lalu berjongkok di depan bayi-bayi itu.

Salah satu bayi itu merentangkan tangannya pada Alaska, dengan
cepat ia langsung menggendong, dan membawa bayi itu kepelukannya. Ia juga menggendong bayi satunya lagi.

Alaska mengedarkan pandangannya mencari orang lain di sekitaran
sini. Tapi nihil, Alaska sama sekali tidak melihat orang lain disini, selain dirinya.

“Tas?” ucap Alaska melihat tas genggam yang berukuran sedang tak
jauh dari tempat bayi-bayi itu. Alaska yang penasaran langsung menurunkan kembali bayi-bayi itu, dan mengambil tasnya.

“Baju, susu, dan … surat?” ucap Alaska menyebutkan satu persatu
barang yang ada di dalam tas itu. Ia memegang surat yang ditemuinya lalu membacanya.

“Shit!”

Alaska meremas surat itu dan membuangnya. Ia memejamkan
matanya menahan sesak yang teramat di relung hatinya. Ia tak habis pikir
dengan orang tua zaman sekarang, yang dengan gampangnya membuang atau bahkan membunuh darah dagingnya sendiri.

Alaska ingin memanggil perempuan yang tadi bersamanya, tapi ia
tidak mengetahui siapa namanya. Terpaksa Alaska harus berusaha
menggendong kedua bayi itu dan membawanya ke tempat tadi.
Ara melebarkan matanya ketika melihat Alaska datang membawa
kedua bayi.

“Ambil,” suruh Alaska memajukan tangan kanannya. Ara langsung
mengambil satu bayi itu dan menggendongnya.

“Mau kemana lagi?” tanya Ara saat Alaska kembali berdiri dan
melangkahkan kakinya.

“Ambil tas.”

Ara hanya menganggukkan kepalanya, ia menatap wajah polos bayi itu, dan mengecup dahinya.

Tak lama Alaska membawa tas yang berukuran sedang, dan meletakkannya di samping Ara.

“Bayi siapa?” tanya Ara bingung.

“Enggak tau.”

“Lah terus?”

“Suara tadi,” ucap Alaska gemas.

Dia mengerti sekarang, suara tangisan yang tadi ia dengar itu berasal
dari bayi-bayi ini. Ara kembali me
ngerutkan dahinya dan menatap Alaska bingung. Seolah tau apa maksud dari tatapan perempuan itu, Alaska langsung menjawabnya.

“Nanti gue jelasin, sekarang kita pulang. Temen gue udah di depan.”

Mereka keluar dari tempat itu karena di depan sudah ada sahabat
Alaska yang menunggu. Alaska memang langsung mengirimkan pesan ke grup untuk memberi tau dimana posisinya, makanya setelah mereka selesai mengurusi Goldes dan kekacauan di sekolahnya, mereka langsung menyusul alaska ke tempat ini.

“Bayi siapa, Ska?” tanya mereka kaget ketika melihat Alaska dan Ara membawa bayi. Kalau anak Ara dan Alaska kan sangat tidak mungkin.

“Nanti gue jelasin. Mana kuncinya?”

Arvin langsung melempar kunci mobil miliknya, untung hari ini Arvin membawa kendaraan beroda empat nya itu, jadi Alaska bisa meminjamnya.

“Motor lo gue bawa kemana?” tanya Arvin.

“Apart.”

“Masuk,” suruh Alaska membukakan pintu mobil untuk Ara.

Ara langsung masuk kedalam mobil, begitu juga Alaska lalu
menyerahkan bayi yang ia pegang pada Ara.

TWINS BOY (TERBIT)  Sedang RevisiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora