(X) Pencurian

139 28 0
                                    


Perisai pun tersentak. "Pedang itu hilang!? Bagaimana bisa?"

Ki Carik Tresna tertunduk. Ia tak mampu menatap Perisai. Namun ia memberanikan diri memberi alasan. "Kami sudah berusaha menjaganya, Ki Perisai. Tapi apa daya pendekar tangan buntung itu terlalu digdaya. Meski kami bersepuluh, kami tak sanggup menghadapinya. Kami mohon maaf."

Perisai hanya bisa mengepalkan tangannya. Giginya gemeretuk menahan geram. Ia menyesal meninggalkan pedang cahaya di kediamannya. Tapi itu terpaksa dilakukannya karena istrinya, Nuri Gagap, menginginkannya tak membawa senjata saat menghadiri pesta pernikahan adiknya di sebelah Dusun Kaliantu. Ia lantas menitipkan pedang cahaya pada Ki Carik Tresna.

"Bagaimana mungkin pencuri itu tahu pedang cahaya aku tinggal di rumah? Pasti ada orang dalam yang membocorkannya, tapi siapa?" desah Perisai.

Perisai menengadahkan wajahnya menatap bintang-bintang yang bertaburan di angkasa. Kilauan cahaya bintang-bintang itu menyesakkan dadanya. Cahaya-cahaya itu mengingatkannya pada pedang cahaya pemberian gurunya, Tan Kim Lian. "Maafkan aku guru..." gumam Perisai.

Wajah gurunya membayang dalam gumpalan awan gelap. Wajah Perisai keruh. Persis sekeruh sepuluh tahun lalu saat ia ditemukan Tan Kim Lian di tepi Sungai Brantas dengan tubuh penuh luka dan darah. Pengasuhnya Dayang Rimbi tergeletak tak bernyawa di sampingnya. Tapak Liman milik Begal Selatan tanpa ampun menghantam Perisai dan Dayang Rimbi hingga terlempar ke udara dan lalu jatuh membentur batu-batu kali.

Begal Selatan menyangka keduanya langsung tewas. Ia pun bergegas pergi menyusul Begal Utara yang sedang mengejar Lintang Abang. Tapi riwayat Perisai belum berhenti di tepi sungai itu. Tan Kim Lian yang sedang dalam perjalanan kembali ke persembunyian, menjumpai Perisai yang sekarat.

Tan Kim Lian lalu membopong anak malang itu ke persembunyiannya di kaki Gunung Wilis. Ia merawat Perisai hingga sembuh dan bahkan mengajarkannya jurus-jurus pedang cahaya. Di Gunung Wilis, Tan Kim Lian bersembunyi dari pengawasan pasukan Singasari. Sudah sepuluh tahun ia bertahan menjadi telik sandi Mongol di tanah Jawa. Hari demi hari dilaluinya dalam sepi. Ia selalu berharap nanti di suatu masa tentara Mongol akan datang menjemputnya dan membawanya kembali ke daratan Cina.

Setiap malam menjelang tidur, Tan Kim Lian selalu mendongeng untuk Perisai tentang negeri asalnya nun jauh di seberang samudera. Dongeng untuk mengobati rasa kangen terhadap kampung halamannya. Tan Kim Lian menuturkan, setelah meruntuhkan Dinasti Tang di Cina, orang-orang Mongol kemudian mendirikan sebuah pemerintahan baru yang diberi nama Sung.

Salah satu anak Jenghis Khan, sang penakluk kerajaan Cina, bernama Kubilai Khan menjadi raja pertamanya. Keinginan untuk memperluas pengaruh bangsa Mongol setelah menjajah Cina adalah menundukkan kerajaan-kerajaan lain di wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur dengan menggunakan kekuatan militer dan politik. Caranya, dengan meminta para penguasa lokal untuk mengakui Kaisar Mongol sebagai penguasa tunggal dan mengharuskan raja-raja lokal tersebut untuk mengirim upeti. Salah satunya adalah ke tanah Jawa yang diperintah oleh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari.

Demi maksud tersebut, Kubilai Khan mengirim seorang utusan bernama Meng Chi ke Jawa untuk meminta Kertanegara tunduk di bawah kekuasaan Mongol. Tan Kim Lian yang beberapa tahun sebelumnya sudah menjadi telik sandi, ikut dalam rombongan Meng Chi saat menghadap Kertanegara.

Namun ternyata Meng Chi gagal meyakinkan Kerajaan Singasari untuk tunduk pada Mongol. Bahkan karena merasa tersinggung, Kertanegara memotong telinga Meng Chi dan mengirimnya pulang ke Cina dengan pesan tegas bahwa ia tidak akan tunduk di bawah kekuasaan Mongol. Sebelum kembali naik kapal layar untuk kembali ke Cina, Meng Chi meminta Tan Kim Lian tetap bertahan di Jawa untuk mengintai dan mengawasi Singasari.

Titimangsa ParasuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang