1. Kagum

134 5 0
                                    

Seorang pemuda terlihat sangat antusias membawa surat panggilan kerja. Ia berniat untuk mengabarkan pada orangtuanya bahwa ia diterima kerja dengan gaji bagus dan fasilitas yang luar biasa. Dengan gaji lima juta perbulan, mobil dinas, rumah dinas juga masih tunjangan lainnya.

"Assalamualaikum."
Pemuda tersebut masuk rumah setelah mengucapkan salam. Terdengar suara ibunya dari dapur menjawab salam anak semata wayangnya.

"Waalaikumsalam, wis bali Le? Ana apa kok katon seneng temen to Le?" ucap Bu Mirah.

"Alhamdulillaah Bue, Joko keterima kerja wonten kantor advokat Bue. Gajine gede, wonten fasilitase kathah."

"Alhamdulillaah Le, kerjo nang endi kui Le? Pae ya melu seneng kowe ketampa kerja."

"Niku Pae, Bue, Kula ketampi kerja ting Papua."

"Lhooo lhahhhh! Kok adoh temen Le, Bue gak bakal kuat adoh saka anak lanange Bue. Apa kowe ora mesakke Bue Le? Kowe iki anake Pae Bue siji sijine ora ana tungggale. Terus nek mbok tinggal adoh mengko piye?"

Duaarrr! Serasa ada yang meledak di hati pemuda tersebut. Rasa kecewa yang teramat sangat karena ia tak mendapat ijin dari orangtuanya untuk bekerja di luar pulau.

Sejak kecil, Joko Samudro dididik dengan baik. Ia termasuk anak yang cerdas, sopan dan penurut. Ia tak pernah membantah apalagi berani menolak perintah orangtua. Baginya ibu adalah surga yang harus dimuliakan dan bapak adalah pahlawan yang paling berjasa dalam hidupnya.

Yang penting baginya adalah kebahagiaan orangtua. Jika manut sama dhawuh mereka maka ia akan bahagia. Akhirnya ia manut juga, tidak mengambil tawaran kerja tersebut.

Dengan berbekal ijazah Sarjana Hukum dengan prestasi cumlaude Joko mencari peruntungan di kota Kabupaten. Akhirnya ia diterima di salah satu kantor advokat, meskipun gaji yang ditawarkan hanya UMR Kabupaten saja, tidak ada separuh gaji yang ditawarkan di kanyor advokat di Papua. Namun Joko tetap bersyukur dia bisa bekerja.

Karena merupakan anak semata wayang, Joko mendapat kasih sayang yang melimpah. Kelemahannya adalah dia jadi pemuda yang takut melangkah, segala sesuatu harus berdasar keputusan orangtua.

---

"Jok, dipanggil Bos tuh. Katanya disuruh transfer ke Bank. Cepetan masuk gih."

"Iya La, makasih ya." Joko bergegas ke ruangan bosnya untuk memenuhi panggilannya.

Terdengar bunyi pintu ruangan diketuk disertai suara salam Joko, Pak Yoyok atasan Joko menjawab salam anak buahnya yang disayanginya karena kinerjanya yang bagus itu.

"Silakan masuk."

"Maaf Pak, Bapak manggil saya?"

"Iya Ko, saya minta tolong transferkan uang tunai ini ke PT Rajasa ya di Bank Mandiri saja.  Ini nomer rekening PT Rajasa."

"Nggih Pak, siap. Uangnya sejumlah berapa Pak?"

"Uangnya ada lima puluh juta rupiah tunai ya Jok."

"Enggih Pak, siap laksanakan."

Begitulah Joko yang selalu rajin dalam pekerjaannya. Atasannya senang akan kerja anak buah yang masih perjaka itu. Dia tak pernah menolak tugas, bahkan hampir 95% pekerjaannya sempurna. Selain otak cerdas, semangat kerja tinggi dia juga pemuda yang jujur dan taat beragama. Tanpa Joko tahu, takdir akan bermuara kemana setelah ia ke Bank.

---

"Mbak, mau transfer nih ke PT Rajasa."

"Oh iya Mas, saya hitung uangnya sebentar ya Mas." Joko mengangguk, teller segera menghitung uang di mesin penghitung uang.

"Maaf Mas, uangnya lebih lima juta ini." Teller Bank bernama Sinta mengembalikan kelebihan uang tersebut kepada Joko.

"Oh iya to Mbak e... Mbak Sinta." Joko terlebih dulu membaca name tag yang ada di dada teller Bank itu.

"Oh iya maaf Mbak Sinta. Makasih ya Mbak, nanti saya akan kembalikan ke atasan saya."

"Sama-sama Mas, e..."

"Joko, nama saya Joko Mbak."

"Oh iya Mas Joko, salam kenal ya Mas." Joko tertegun sejenak mengagumi senyum Sinta yang begitu manis. Selama beberapa menit ia malah melamun membayangkan senyum gadis di depannya itu.

"Mas, Mas, Mas Joko!"

"Eh iya maaf Mbak Sinta," Joko menggaruk keningnya salah tingkah ketahuan melamun. "Kalau begitu saya permisi, Makasih Mbak Sinta."

"Sama-sama Mas." Sinta menjawab sambil tersenyum manis. Senyum yang membuat jantung Joko berulah dan membuat segenggam daging di dadanya berbunga. Joko telah jatuh cinta.

Setelah kejadian itu, Pak Yoyok tahu bawahannya itu pemuda yang jujur. Ia sengaja melebihkan uang tersebut bahkan lebih bahyak dari gaji bulanan Joko. Hal itu ia lakukan untuk mengetes kejujuran Joko. Ternyata Joko mengembalikan uang lebihan tersebut. Pak Yoyok kagum pada kejujuran pemuda yang bekerja sebagai bawahnya itu.

Karena kejujurannya, Pak Yoyok selalu mempercayakan permasalahan keuangan kantor pada Joko. Malah pemilik kantor advokat itu berniat menaikkan pangkat Joko menjadi kepala bagian keuangan. Pria berusia 40 tahun itu pernah tertipu anak buahnya. Pengacara itu pernah gegabah mengangkat kepala bagian keuangan karena terlihat rajin bekerja dan pintar mengambil hatinya. Ternyata dia malah korupsi, sehingga kantornya pernah diambang kehancuran. Ia bisa bangkit karena bantuan modal dari temannya.

Semakin sering mendapat tugas ke Bank, Joko makin senang. Ia sangat bersemangat karena dengan tugas itu ia bisa memandang wajah gadis ayu dan senyum manis pujaannya. Sayangnya Joko hanya berani mengagumi dari jauh.

---

"Maaf Mbak, kenapa ya dengan mobilnya?" Pagi ini saat berangkat kerja ia melihat seorang gadis kepayahan duduk di trotoar sambil gelisah.

"Eh, ini Mas bannya bocor. Mana masih pagi belum ada bengkel mobil buka. Lho eh kamu Mas Joko."

Joko juga kaget, karena ternyata gadis yang akan ditolong adalah Sinta. Gadis yang diam-diam dikagumi dalam diam. "Eh iya Mbak, tadi saya lihat ada orang kesusahan ya tak dekati saja. Siapa tahu bisa bantu. Ada ban serepnya kan Mbak?"

"Ada sih di bagasi, emang kamu bisa ganti Mas?"

"Bisa dong, ganti ban doang." ucap Joko bangga. "Mencintaimu kamu aja aku bisa." Lanjutnya tapi hanya di dalam hati. Haha mana berani Joko mengungkapkan itu.

Setelah dua puluh menit akhirnya pekerjaan Joko selesai. Dia membereskan semua alat yang dipakai, kemudian mengibaskan tangannya. Sekotak tisu basah disodorkan di hadapannya.

"Nih dilap pakai ini saja Mas, biar bersih. Makasih ya Mas Joko sudah bantuin Sinta."

"Iya Mbak, sama-sama." Joko segera membersihkan telapak tangannya dengan tisu basah yang diberikan gadis yang bekerja di teller Bank itu.

"Eh, panggilnya jangan Mbak dong. Kelihatannya saya lebih muda deh sama Mas Joko. Panggil Sinta aja deh."

"Iya deh Mbak, eh Sinta. Boleh minta nomer hapenya nggak Mbak eh Sinta." Joko masih belum terbiasa dengan panggilan yang nyangkang alias tanpa embel-embel Mbak.

"Boleh Mas, ini bisa disalin." Sinta menyodorkan ponsel miliknya pada pemuda yang berkeringat karena telah membantunya mengganti ban mobil. Setelah menyalin nomor ponsel Sinta, Joko menyerahkan  kembali ke gadis berkulit putih pucat itu.

Dalam hatinya Joko bersorak kegirangan. "Yessss! Berhasil." Langkahnya mendekati gadis di depannya itu selangkah lebih mudah.

----

Maafkan saya, belum kelar Kang Pur malah sudah buat cerita baru. Mumpung ada ide sih.

Jangan lupa vote ⭐ ya.

Follow juga bisa, bisa banget.

Salam @ansus0219

ISTRI DURHAKAWhere stories live. Discover now