4. First Snow

173 117 17
                                    

"Kau tahu? Ada yang lebih berkesan dari turunnya salju pertama, yaitu pertemuan kita."

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

          Vi mengikuti Rain dari belakang. Mereka ada di area parkiran sekarang. Setelah melalukan pengobatan kaki Rain selesai mereka memutuskan untuk langsung pulang. Jarak mereka tak begitu jauh karena keadaan Rain saat ini bisa saja membuatnya jatuh ketanah. Rain menggenggam walker dengan kuat agar tidak terjatuh.

          "Mau ku antar pulang? Ini sudah sangat larut," ajak Vi dari belakang. Rain yang mendengar itu memejamkan matanya sekilas. Apa pertemuan Vi dan dirinya akan lebih panjang daripada yang ia kira?

          "Kau tidak mau pulang denganku?" Tanya Vi lagi.

          "Tidak," jawab Rain tanpa menoleh ke arah Vi.

          Vi mensejajarkan posisinya dengan Rain. Rain menoleh kearah Vi sekilas. Pesona Vi benar-benar membuat Rain menahan nafas. Wajahnya seperti anime yang keluar dari film. Sangat sempurna.

          "Tidak perlu sok jual mahal, aku akan mengantarmu," ujar Vi menatap Rain sambil menunjukkan senyum dibibir ranumnya. Rasanya Rain ingin menghentikkan waktu saat itu juga.

There is nothing sweeter than his smile tonight.

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

          Rey melihat kearah jam beberapa kali. Kemana Vi? Kenapa lelaki itu belum pulang juga? Apa ia tak tahu bahwa ada orang yang sedang menunggunya dengan keadaan menahan lapar?

          "Kenapa Vi belum datang juga? Awas saja, jika dia datang aku tidak akan bicara dengannya. Tega sekali membuat sahabatnya kelaparan seperti ini," celoteh Rey pada dirinya sendiri.

          Rey bangun lalu mondar mandir tak tentu arah. Ia benar-benar lapar sekarang. Vi sama sekali tidak membaca atau mengangkat telponnya.

          Tapi dibenak Rey, ada sedikit rasa khawatir. Ia takut terjadi yang tidak-tidak pada Vi. Apalagi sudah diumumkan dibanyak acara televisi bahwa malam ini salju pertama akan turun lebt disertai angin kencang.

          Mata Rey tertuju pada rak putih diujung dapur. Biasanya Vi meletakkan makanan instan didalamnya.

          Dan benar saja, ketika ia membuka rak tersebut, ada dua buah Ramyeon disana.

Starving in the middle of the night is so annoying.

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

          Vi menghentikkan mobilnya tepat didepan sebuah rumah yang tak begitu besar dengan banyak tanaman bunga dihalamannya. Vi menoleh kearah Rain, "Kau tinggal sendirian?"

          Rain menggeleng cepat, "Aku tinggal bersama adikku." Setelah mengatakan itu Rain memajukan kepalanya lalu menoleh kearah langit, "Sepertinya salju semakin lebat. Kau singgahlah sebentar. Setidaknya sampai saljunya sendikit mereda."

Hiraeth Where stories live. Discover now