2. Alexithymia

16.2K 2.6K 65
                                    

Langit malam tidak pernah terlihat berbeda dengan langit pagi yang cerah. Tidak ada yang istimewa dari kedua langit yang nampak sama.

Kehidupan Aleanom terlalu menoton, semua yang Aleanom inginkan begitu mudah didapatkan. Mungkin memang benar, dirinya adalah tokoh utama dalam cerita ini. Cuma rasanya juga membosankan. Aleanom tidak bergairah sama sekali. Tidak ada perasaan semangat atau tertantang yang dirasakan Aleanom. Hatinya hampa. Sehampa gelapnya langit di malam hari. Perasaan hampa tersebut yang membuat Aleanom memiliki sifat cuek dan selalu menampilkan wajah tanpa ekspresi.

Yoga: Le lo jadi mampir ke club kan? Gua sama Harsis udah nyangkut di sini nih

Aleanom hanya menatap datar layar ponselnya. Ia sudah bilang sebelumnya kalau ia akan ke club bersama mereka. Jadi tidak perlu Aleanom balas chat dari Yoga, kan? Aleanom tidak punya tenaga untuk mengetik. Jadi ia matikan layar ponsel dan menggenggamnya lagi.

Yoga: Le balas jir. Lo lg dmn?

Aleanom masih menatap datar layar ponselnya yang bergetar lagi. Kebiasaan kedua sahabatnya memang begitu. Kalau chatnya tidak dibalas, pasti spam chat. Sudah seperti perempuan. Apa-apa pengennya dapat balasan.

"Aleanom!" seorang laki-laki berusia 24 tahun berjalan mendatangi Aleanom yang duduk seorang diri di salah satu bangku cafe.

Aleanom menopang dagu. Meski wajahnya datar, tapi tatapan matanya mengeluarkan aura kekesalan. Bagaimana ia tidak kesal? Satu jam ia menunggu di sini sendirian seperti anak hilang. Menjadi pusat perhatian cewek-cewek di dalam cafe yang penasaran kenapa cowok seganteng dirinya duduk sendirian.

Laki-laki itu. Banyuanggara Wijaya atau biasa disapa Banyu, duduk di kursi depan Aleanom. Hanya terpisahkan oleh meja kotak. Mengumbar senyum ke Aleanom yang berwajah bete. "Udah lama di sini?"

Aleanom mengangkat dagu menunjuk dua gelas di atas meja. Memberitahu Banyu lewat kode. Kalau Aleanom menunjuk dua gelas di depannya pasti Banyu sudah bisa menjawab sendiri pertanyannya tadi, kan? Dua gelas minuman tidak mungkin dihabiskan dalam waktu singkat.

Aleanom juga sedang malas bicara, males menjawab Banyu. Karena memang tak suka banyak bicara. Alasan lainnya karena ia kesal dengan Banyu yang masih sempat tersenyum tanpa dosa.

"Maaf. Saya banyak urusan dan macet." Banyu terkekeh pelan.

"Dokter sih, pasti sibuk. Beda sama anak sekolahan yang nganggur jadi bisa nunggu berjam-jam." Aleanom kalau menyindir memang halus bangat. Tanpa ekspresi pula. Yang disindir sampai tertawa lepas, malu dan jleb bangat.

"Saya traktir kamu makan sebagai permintaan maaf. Gimana?" rayu Banyu.

Aleanom melihat jam tangannya. Sudah pukul sembilan malam. "Nggak bisa." Aleanom menatap Banyu. "Saya mau main sama teman."

"Ke?"

"Club."

Banyu tersenyum jenaka menatap curiga Aleanom. "Kamu jangan nakal Le. Ingat harus jadi laki-laki bertanggung jawab."

"Saya ke club. Bukan hotel."

"Yaah siapa tau, kan?" Banyu mengangkat bahu sambil menahan senyum.

Aleanom meminum jus lemon miliknya yang tinggal sedikit. Malas berdebat soal tuduhan Banyu.

"Ini obat kamu." Banyu menaruh kantong plastik di atas meja. "Padahal kamu bisa ambil di rumah sakit, kan?"

"Nggak ada niatnya." jawab acuh Aleanom, menarik kantong plastik.

Banyu tertawa. Aleanom memang sesuatu bangat. Jarang mengeluarkan ekspresi, jarang ngomong. Sekalinya ngomong bisa membuat orang lain menggelengkan kepala atau mengelus dada. "Bagaimana keadaan kamu? Masih bermimpi buruk?"

ANERA : How To Make Her Stay Alive? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang