Prolog🔰.

21 6 0
                                    

Peri kecil itu berkeliaran bebas di langit sore. Beterbangan ke sana kemari dengan sebuah buku catatan kecil di genggaman tangan mungilnya. Kedua bola mata indahnya menelusuri satu persatu wilayah dan terus mendata ke dalam buku catatannya.

Dia terus berkeliling kota dan menelusuri tiap-tiap sungai dan perairan disana. Memberi beberapa tanda yang berbeda untuk memudahkan tugasnya dikemudian hari.

"Ah, lelah sekali ya .... Sebaiknya aku beristirahat sebentar."

Peri itu mengepakkan sayapnya perlahan demi perlahan. Tenaganya mulai berkurang usai menggunakan sayapnya selama berjam-jam tanpa jeda sedikitpun.

Dia mengerutkan keningnya, ah peri itu mengingat sesuatu. Ya, dia ingat bahwa dia tidak pernah ke tempat ini sebelumnya. Ini merupakan hal buruk. Dia mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri berusaha untuk menemukan sesuatu yang dapat dijadikannya sebagai tempat peristirahatan.

"Sayapku mulai melemah ... bagaimana ini, aku tidak dapat menemukan apapun yang bisa membantuku mengisi tenaga ...."

Sibuk dengan pandangannya, peri itu tidak sadar bahwa ada sebuah pohon besar dihadapannya. Jadi ...

Bruk

Bibirnya mulai mengerucut dan sedikit bergetar, ah tidak dia menangis ...

"Huwaaaa sa-sakit!!! Kakak ... sakit ... hiks ...", kira-kira begitulah kata-kata yang keluar dari mulut peri hujan yang tengah kesakitan. Oh ya, jangan lupa, dia juga terus mengumpati pohon besar itu, hingga sang pohon yang merasa tak bersalah pun kebingungan dan sedikit marah.

"Hei, kenapa kau mengatai aku? Kau yang salah, kau punya mata, lalu mengapa kau menabrak aku?", ucap sang pohon untuk memberi pembelaan.

Sang peri yang masih menekuk bibirnya, menatap sang pohon dengan pandangan jengkel. "Ini salahmu tahu! Siapa yang menyuruhmu berdiri di situ! Kan aku jadi tertabrak!"

"Ck, apa-apaan. Aku sudah bertahun-tahun berdiri di sini, bisa-bisanya kamu menyalahkan posisiku.", kata pohon itu sambil menatap ke arah peri dengan pandangan kesal.

Peri itu mati kutu. Ia menunduk dan mengusap kepalanya yang tadi terbentur dahan pohon. Ya, dia tahu ini kesalahannya, tapi dia terlalu gengsi untuk sekedar meminta maaf pada sang pohon.

Pohon yang melihat peri duduk di tanah dengan kepala yang tertunduk pun mulai merasa iba. "Hei peri, apa yang kau lakukan di sini?"

Dengan perasaan ragu, peri mulai mengangkat wajahnya. Matanya dibuat sayu ditambah pula dengan bibirnya yang tertekuk. Hei, itu adalah serangan keras yang alami, bukan?

"A-aku sedang mencari tempat beristirahat ... tapi, aku tidak menemukan tempat yang cocok untuk itu ...." Peri mengedipkan matanya, membuat pohon seketika tersenyum manis. "Kau itu cantik juga polos, namun kamu itu sangat tertutup ya? Sampai-sampai kamu malu mengakui kesalahanmu ... tapi aku yakin, sebenarnya kamu tau itu salahmu."

Peri menghela nafasnya, lalu mengangguk beberapa saat. "Kamu boleh duduk di dahan kiri ku. Lumayan lebar dan bersih, tidak ada semut di sana." Peri itu mengangguk semangat dan mulai menampilkan senyuman indahnya. "Terimakasih pohon!"

Setelah beberapa lama mengistirahatkan tubuh juga sayapnya, dia mulai untuk bersiap melanjutkan tugasnya kembali. Menyelempangkan tas di bahunya dan mengambil buku catatannya. "Pohon, terimakasih atas tumpangannya! Aku pergi dulu ya ...." Pohon mengangguk sebagai balasan jawabannya pada peri.

Beterbangan, menelusuri kota sangat melelahkan, dia berhenti sejenak untuk merapihkan rambutnya yang mulai tak tersusun rapih. "Sisir keluarlah!", ucap sang peri dengan telapak tangan yang terbuka.

Saat tangan mungilnya sibuk membenahi rambut panjangnya, tanpa sengaja dia melupakan buku catatannya dan menjatuhkannya.

"Wah sudah sore! Saatnya aku kembali!", ujar peri itu.

Tuk

"Aduh, apa ini?", ucap seorang anak laki-laki yang masih menenteng tas sekolah di punggungnya.

"Yerimie?"

'Ibarat air dan minyak, seperti itulah kisah cinta antara aku dan kamu. Aku terus memaksa takdir untuk mempersatukan diriku dengan kamu, sedangkan kamu sama sekali tidak menginginkan persatuan ini.'

Cerita ini diikutsertakan dalam APproject individu generasi keempat.

My Secret Lovers From Another Galaxy #APprojectWhere stories live. Discover now