21

12.4K 2.2K 476
                                    

sesi jalan-jalan antara mark dan jeno berjalan cukup lama. sebenarnya tidak banyak yang sepasang adam itu lakukan: hanya mengunjungi toko buku dan duduk di sana untuk membaca, kemudian pergi berkeliling kota mencari santapan sore hari. restoran cepat saji menjadi pilihan keduanya.

mark menyodorkan satu paket happy meal dan segelas susu cokelat dingin pada jeno yang duduk di sampingnya, sembari kembali mengendarai mobil diikuti gigitan demi gigitan pada hamburger di tangannya.

"kak, ingin kentang?"

"boleh."

"buka mulutmu."

dua batang kentang goreng renyah menyapa, tepat ketika ia membuka lebar bibirnya. dengan gerakan pelan mengunyahnya, sebelum kembali melahap hingga habis burger berkeju di tangannya.

"kenapa memesan susu sih untukku? aku tidak mau susu." ocehan jeno membuat mark menoleh, memandang geli pemuda tersebut. "aku mau cola."

"susu cokelat untuk pemuda yang pesan happy meal," godanya diikuti kekehan pelan.

pemuda na di sampingnya mendengus kencang, tak terima atas godaan darinya. "aku ingin mainannya."

satu tolehan pun mark berikan, mendapati jeno menatap jendela dengan wajah merengut. pandangan matanya kemudian turun pada tangan pemuda itu, yang diam-diam tengah bergerak memainkan robot kecil hadiah memesan happy meal tadi.

"kau benar-benar seperti bayi, jeno."

ia menjatuhkan tepukan lembut di atas surai cokelat itu, sebelum kembali menyetir dengan serius. tergelak kencang ketika adik tingkatnya itu segera menutup telinga dengan kedua tangan sembari berseru, "berisik, berisik, berisik. kak mark berisik."

"oh iya, bicara tentang susu cokelat, aku mendadak lupa susu cokelat keberapa yang sudah aku dapat," ujarnya. berpura-pura memasang raut bingung lalu menggaruk kepala yang tak terasa gatal sama sekali.

"seratus tigapuluh dua, kak mark. masa seperti itu saja kau tidak ingat," jawab jeno cepat. namun, di detik berikutnya pemuda itu mendadak gelagapan. menatapnya dengan kedua mata melebar, panik. "eh, maksudku—"

tanpa sadar, genggaman tangan mark pada setir mobil mengerat. berusaha bersikap tenang agar jeno dapat berkata jujur semuanya. "jeno, kau tahu sesuatu kan?" tanyanya.

pertanyaannya dibalas dengan gelengan kepala keras dari sang pemuda. "tidak! tentu saja tidak! mana mungkin aku tahu sesuatu. jangan bilang kau berpikir kalau aku yang mengirimnya? ck, itu tidak mungkin. jangan berpikir yang aneh-aneh, kak mark."

mark hanya berdengung panjang, memilih untuk percaya pada ucapan jeno. membiarkan percakapan mengenai susu cokelat tergantikan menjadi topik lain begitu saja.

....

sesampainya di gedung apartemen mereka, mark memakirkan mobil terlebih dahulu. melepas sabuk pengaman di tubuh jeno, yang dibalas sang pemuda dengan cibiran bahwa ia bisa melakukannya sendiri. tentu mark tidak tahu, di dalam mobil temaram tersebut ada warna merah yang mulai menjalar dari pipi hingga telinga adik tingkatnya itu.

"pengumuman lomba esai sebentar lagi kan?" tanya pemuda na itu.

ia mengangguk. "iya, satu minggu lagi."

"okay."

suara merdu sunset rollercoaster memenuhi mobil milik mark, menyanyikan i know you know i love you dan mengisi hening di antara dua pemuda berbeda usia tersebut. beberapa menit kemudian, barulah jeno memutuskan untuk turun dari mobil. menyuarakan terima kasih dengan pelan, lalu membuka pintu.

cepat-cepat mark mematikan mesin, mengejar pemuda april yang berjalan menuju pintu masuk gedung.

"jeno," panggilnya.

adik tingkatnya itu menoleh. "ya?"

tangan mark bergerak mengusap tengkuk dengan penuh kecanggungan. "bagaimana kalau kita menonton bioskop sehabis pengumuman?"

kerutan tipis muncul di dahi jeno yang tak tertutup sempurna oleh poni panjangnya. pemuda itu terdiam, berpikir sejenak.

"kalau aku kalah?"

"tidak apa-apa, anggap saja perayaan atas kerja kerasmu. bagaimana?"

"aku—"

"aku akan memesan tiket, kalau kau mau." kepalanya lalu menggeleng, meralat ucapannya tadi. "bukan, maksudku kau harus mau."

satu helaan napas panjang tiba-tiba terdengar, diikuti jawaban singkat yang membuat jantung mark seakan pergi dari tempat.

"tidak."

"a—apa?"

"tidak. aku tidak mungkin menolak, kak mark. hehehe."

jeno tertawa keras, senang karena berhasil membuatnya kaget. sementara itu, mark terdiam. memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana untuk menahan gemas karena ia baru menyadari jika lampu temaram parkiran ternyata mampu membuat jeno tampak semenawan ini. hanya dengan pencahayaan minim, pemuda na itu terlihat lembut dan memesona. senyum manis dengan dua pelangi penuh binar ceria menghiasi wajah sang pemuda april.

ia hanya mengangguk lalu mengulum bibir, mencoba menahan senyum yang memaksa untuk dibuat meski dalam hati bergumam, menggemaskan.

the warmest things i've foundWhere stories live. Discover now