09

14.9K 2.8K 179
                                    

"ketua kelas. ke sini sebentar."

helaan napas kasar terdengar memenuhi kelas yang hening. yang dipanggil pun berdiri, lalu berjalan menujunya.

wajah putih jeno merengut begitu tiba di hadapannya. "ada apa, kak?" tanya pemuda itu dengan nada malas.

telunjuk mark bergerak pada layar laptopnya yang menampilkan beberapa nama murid di kelasnya dengan tanda centang di sampingnya.

"dari semua laporan praktek yang sudah dibuat kelas kalian, hanya kamu yang belum mengumpulkan," ujarnya, lalu mendongak menatap pemuda na di depannya.

jeno mengerutkan dahi, tampak jelas jika tak terima dengan ucapannya tadi. "saya sudah buat, kak. sudah dikumpul juga."

mark menghela napas, menaikkan satu alisnya tinggi. menatap adik kelas sekaligus anak didiknya itu dengan serius.

"kumpulkan ke mana? email saya?" sindirnya. "tentu tidak mungkin, karena email darimu tidak ada di inbox saya, apalagi laporanmu."

ucapannya tadi justru dibalas dengan tundukkan kepala, alih-alih menjelaskan ke mana jeno mengirim tugasnya.

"na jeno, jawab saya. ke mana kamu kumpulkan tugas itu?" ulang mark. ia melepas kaca mata bacanya, sebelum memijat pelan batang hidungnya. "ini bukan pertama kalinya kamu telat mengumpulkan tugas pelajaran saya."

jeno membuka mulut. "sa—"

"padahal di mata pelajaran lain, kamu sangat rajin. kenapa kamu justru seperti ini di mata pelajaran saya, jeno?" tanya mark lagi. "apa karena saya hanya asisten dosen? jadi kamu bersikap semena-mena kepada saya."

"tidak, kak." pemuda di hadapannya meringis sembari melirik kecil dirinya. "tugas itu—eum, saya kumpulkan ke profesor kim."

mark berdecak, tak percaya. "profesor kim? bukankah saya sudah beritahu kelas kalian untuk mengumpulkan ke saya?"

"saya lupa, kak," jawab jeno dengan suara teramat pelan. mark bisa saja tak mendengarnya jika ia tidak memajukan tubuh sedikit.

"kelima kalinya, jeno. ini kelima kalinya kamu mengeluarkan alasan itu setiap telat mengumpulkan tugas. pertama kali kamu bicara itu, saya maklumi karena saya tahu kamu mahasiswa yang rajin dan pintar. kesalahan kecil seperti lupa adalah hal yang lumrah.

kedua dan ketiga, saya masih maklumi. keempat kalinya, saya coba untuk mengerti. namun, ini sudah yang kelima, jeno! setidaknya, kalau kamu memang malas dengan pelajaran saya, berikan saya alasan yang lebih masuk akal!"

"ma—maaf, kak."

kedua mata mark menatap lamat tubuh tegap jeno, memandangi pemuda yang sejak tadi menundukkan kepala sambil meremas kedua tangan dengan rasa bersalah yang kentara.

jujur, ini adalah pertama kalinya mark melihat sisi jeno yang baru. biasanya pemuda itu tampak cuek dan dingin, tipikal anak pintar pada umumnya yang mandiri dan tak senang diganggu.

namun, di hadapannya saat ini, jeno terlihat seperti seorang anak kecil yang ketahuan sudah mencuri permen. terlihat kecil dan menggemaskan, tapi penuh rasa takut.

mark memakai kembali kaca matanya, diiringi helaan napas kasar. diabaikannya tubuh jeno yang tersentak kecil.

"sudahlah. sehabis kuliah, saya tunggu kamu di parkiran. sekarang kembali ke tempat dudukmu."

"terima kasih, kak." pemuda itu menggigit bibir, meliriknya berulang kali. "dan, maaf."

jeno membungkukkan tubuh, segera berjalan kembali ke tempat duduknya yang disambut dengan tepukan memberi semangat di punggung oleh teman-teman di dekatnya.

mark memerhatikan semuanya. menggelengkan kepala, berusaha untuk kembali berpikir rasional.

ck, bisa-bisanya aku tak tega memarahi jeno.

the warmest things i've foundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang