1. Rindu

8 0 0
                                    

"Ternyata seperti ini rasanya menjadi pungguk yang merindukan bulan. Rindu namun tak dapat menggapai." ~Gandawati Btari

--------------

Sudah seminggu sejak Dhika pergi meninggalkan Wati tanpa alasan yang jelas, Wati masih beraktivitas seperti biasanya. Bekerja dari pagi hingga sore lalu pulang dan membantu pekerjaan rumah. Tetapi hatinya tetaplah hati yang rapuh, Wati pun mulai rindu akan sosok Dhika yang telah hampir 3 tahun ini menghiasi hari-harinya. Wati mulai merasa hari-hari yang dia lalui akhir-akhir ini menjadi hampa tanpa kehadiran Dhika. Tak banyak yang tahu jika malam mulai datang Wati menangis tanpa suara di pojok ruang kamarnya, tak lupa pula dengan memandang foto mereka berdua saat 2 minggu yang lalu berada di Bukit Paralayang.

"Mas, adek kangen sama mas. Mas ada dimana to? huuuhuuhuuu" keluh Wati saat memandangi wajah Dhika di foto.

Sebenarnya dalam pikirannya, Wati ingin sekali menyusul di mana pun Dhika berada

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebenarnya dalam pikirannya, Wati ingin sekali menyusul di mana pun Dhika berada. Entah kota besar atau tempat terpencil sekalipun dia akan cari keberadaan Dhika sampai dapat. Wati tidak sedang berpikir untuk bertindak bodoh jika bukan karena sebulan lagi mereka berdua akan bertunangan. Wati masih bingung, kenapa Dhika pergi justru disaat mereka akan melaksanakan pertunangan yang sudah sebulan ini mereka persiapkan. Wati hanya ingin tahu alasan Dhika dan kapan Dhika akan kembali, maka mereka bisa menunda sejenak acara pertunangan mereka hingga Dhika kembali. Namun nihil, Dhika justru tak memberi kabar apapun dan sama sekali tak dapat dihubungi.

"TOK TOK TOK" (Suara pintu kamar Wati di ketuk oleh seseorang) Wati pun segera menghapus air matanya dan membukakan pintu.

"Wonten nopo buk?" (Ada apa bu?)

"Ayo ning ruang tamu dilit ya nduk." Pinta Ibunya (Ayo ke ruang tamu sebentar ya nak)

"Njih buk, sekedap kulo rapih-rapih riyin." (Iya bu, sebentar aku rapih-rapih dulu)

Setelah Wati sampai di ruang tamu, terlihat Bapaknya sedang duduk di sofa sambil meminum secangkir kopi. Wati hafal sekali dengan kebiasaan Bapaknya itu saat sedang gelisah.

"Rene nduk, lungguh kene." Pinta Bapaknya (Sini nak, duduk sini)

"Njih maturnuwun pak, wonten nopo njih?" tanya Wati saat dia berhasil duduk di sofa. (Baik terima kasih pak, ada apa ya?)

"Ngene nduk, Bapak wes ngerti kabeh soko Ibumu. Piye neg acara tunanganmu karo Dhika diundur sek nganti Dhika bali?" tanya Bapaknya dengan nada yang lembut. (Begini nak, Bapak sudah tahu semua dari ibumu. Bagaimana kalau acara tunanganmu dan Dhika diundur dulu sampai Dhika kembali?)

"Njih menawi niku sampun dados keputusan Bapak lan Ibu, Wati nurut mawon." jawab Wati dengan pasti.

Sebenarnya wati pun tidak tahu harus menjawab seperti apa. Jika dia ingin mempertahankan acara ini sesuai jadwal, maka keluarganya lah yang akan menanggung malu jikalau Dhika tak kunjung kembali.

"Ya wes yen awakmu wes pasrah ning Bapak lan Ibu. Sesok tak uruske kabeh karo wong tuane Dhika barang, sing tenang ya nduk." ujar Bapaknya berusaha menenangkan Wati. (Ya sudah kalau kamu sudah pasrah ke Bapak dan Ibu. Besok tak Uruskan semua sama orang tuanya Dhika juga, yang tenang ya nak.)

Bapaknya sangat tahu bagaimana hancurnya perasaan Wati saat ini. Maka sebagai seorang Bapak, beliau bersedia menanggung malu untuk sementara ini daripada anaknya nanti akan menanggung malu dan beban batin yang lebih berat.

Wati pun izin meninggalkan ruang tamu untuk istirahat di kamarnya. Dia masuk ke kamar dan menunaikan kewajiban shalat Isya'. Setelah itu Wati menyalakan speakernya untuk mendengarkan sebuah lagu yang bisa menggambarkan perasaannya saat ini, dan mulai berusaha untuk terlelap dalam mimpi.

Kau yang sembunyi
Dimanakah kini engkau mendengarkannya?
Simak sebuah syair dan kalimat
Tegar perasaanku padamuSetelah kau ingkari
Tanpa ada bahasa yang bisa 'ku mengerti
Entah dimana dirimu dimana hatimu
Bicara yang jujur Jangan kau larikan diri
Entah dimana dirimu dimana hatimu
Kau biarkan 'ku menerka tak tentu'Ku terus bertahan dibalik anehmu
Menjelaskan hatimu
Bila kau telah bosan tinggal jelaskan
Janganlah hanya diamSetelah kau ingkari
Tanpa ada bahasa yang bisa 'ku mengerti
Entah dimana dirimu dimana hatimu
Bicara yang jujur Jangan kau larikan diri
Entah di mana dirimu di mana hatimu
Kau biarkan 'ku menerka tak tentuBila memang kita harus pisah
Bicaralah saja jangan kau sembunyi
Entah dimana dirimu dimana hatimu
Bicara yang jujur Jangan kau larikan diri
Entah dimana dirimu dimana hatimu
Kau biarkan 'ku menerka tak tentu
Kau biarkan aku menerka tak tentu

By : Hanin Dhiya

---------------

Halo guisssss:))

Sesuai Jadwal ya aku upload hari Senin sama Kamis hehe:)

O iya jadi di part selanjutnya aku bakal update tentang tokoh-tokohnya ya guis. Kaya apa penampakannya (bahan buat ngehalu wkwkwk) dan macam mana sifat mereka.

Aku sebenernya mau bikin akun instagram buat promosi cerita ini biar makin banyak yang baca. Tapi eh tapi aku masih bingung kalau mau post Ig juga bahannya belum banyak. Ya semoga segera terwujud ya guis biar kalian bisa kepoin spoilernya dulu wkwkwk:))

Semoga kalian suka hehe;) (Kalo suka ditambahkan di Reading List kalian ya guis)

Jangan lupa kasih bintang setiap partnya dan follow akun wattpad aku ya guis.

Thanks for reading and see you on the next part guis;))

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 31, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Skandal CintaWhere stories live. Discover now