3 - Sepupu Rasa Pacar

84 15 50
                                    

“Kita tak saling mengenal sebelumnya. Bahkan ini pertama kalinya. Tapi, kenapa rasanya begitu familier?”
-Kayla-

***

“Kayla!”

Gadis itu mendongakkan kepala, berhenti sejenak dari kegiatan mengikat tali sepatunya. Di anak tangga ketiga, dia melihat Abizar berdiri dengan kemeja warna biru tua, lengkap dengan celana jeans hitam dan sepatu sneaker putih. Rambut pemuda itu belum begitu tertata rapi, masih terlihat berantakan. Namun, itu yang membuat mata Kayla tidak berkedip melihatnya. Tampan.

“Ada apa?” jawab Kayla datar, gadis itu kembali membungkuk untuk mengikat tali sepatunya. Cukup sudah beberapa detik yang lalu dia gunakan untuk mengamati Abizar. Bisa-bisa pemuda itu besar kepala.

“Bisa tunjukkan aku tempat-tempat di sini? Biar aku nggak terlalu buta tentang daerah sini,” kata Abizar dengan senyuman. Sayang, Kayla tidak melihatnya karena sudah fokus dengan kegiatan mengikat tali sepatunya lagi.

“Gue mau pergi sama temen-temen. Yakin lo mau ikut?”

“Yakin, lagipula Paman yang nyuruh semalem. Jadi aku--”

“Udah. Nggak usah diterusin. Gue juga denger kali, lo kira gue budek?”

Setelah selesai dengan kegiatan mengikat tali sepatunya, kini Kayla beralih ke meja makan. Mengambil selembar roti dan selai kacang kesukaannya. Tanpa duduk, gadis itu makan dengan lahap. Membuat Abizar di depannya hanya menggeleng pelan.

“Duduk, Kay. Nggak baik makan sambil berdiri.”

Kayla mendengkus pelan, menarik kursi agak kasar. Hingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring. Gadis itu mengunyah dengan cepat. Mulutnya bahkan penuh, pipinya memerah. Membuat Abizar menahan tawa di tempatnya. Tak ingin membuat Kayla semakin kesal.

“Uhuk!”

“Nah, kan. Makannya pelan-pelan aja, Kay. Kesedak, kan, jadinya. Nih, minum.” Abizar menyodorkan segelas air putih yang tadi diambilnya dengan cepat setelah tahu Kayla tersedak. Kayla menerima gelas tersebut. Meninumnya hingga tandas.

“Em ... makasih,” ucap Kayla pelan. Gadis itu segera berdiri, menyambar jaket kulit warna biru tuanya yang tersampir di punggung kursi. Warnanya serasi dengan kemeja yang Abizar pakai. Ketidaksengajaan yang sangat manis bukan?

“Kita naik apa?”

“Naik motor. Satu lagi, kita bawa motor sendiri-sendiri. Lo pake aja motor Ayah, kuncinya lo ambil di laci deket ruang tamu.”

Abizar mengangguk, pemuda berkulit putih pucat itu segera mengambil kunci motor yang dimaksud Kayla. Setelahnya, dia kembali ke dapur. Menghampiri Kayla yang masih bergeming di tempatnya. Pandangan gadis itu lurus ke depan. Sepertinya dia melamun.

“Kay, Kayla. Ini kuncinya,” ucap Abizar sembari menepuk pelan pundak Kayla yang sudah terlapisi jaket. Gadis itu tersadar, kemudian memandang Abizar sebentar. Setelah itu tanpa mengucap sepatah kata pun, Kayla berlalu menuju garasi. Dia ingat, teman-temannya pasti sudah menunggu.

***

Suara banyak motor yang distarter kuat-kuat membuat telinga pengang. Belum lagi banyak debu yang berterbangan, membuat dada sesak. Paru-paru jadi tidak sehat jika terus menghidunya. Kayla datang dengan motor gede miliknya, sedang di sebelahnya Abizar memakai motor Vario putih keluaran terbaru milik pamannya. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka.

“Kalian mau jalan-jalan ke mana, Kay?”

“Ke hutan,” jawab Kayla singkat. Gadis itu melepas helm full face-nya. Kemudian bergabung dengan teman-teman semasa SMA-nya. Di atas motornya Abizar mengerutkan dahi dalam-dalam, entah apa yang sedang dipikirkan pemuda itu. Sampai suara teman Kayla menyadarkannya.

Abizar [TAMAT]Where stories live. Discover now