9.

1.1K 115 22
                                    

So Eun sudah membuka matanya sejak lima belas menit yang lalu, tapi tubuhnya tidak bergerak sedikitpun. Ia hanya berbaring sebagaimana ia tertidur kemarin malam. Pandangan matanya menatap jendela dimana tirai buram itu mengayun, menyapu ruangan dengan sentuhan lembut udara dingin pagi itu.

So Eun hanya tidak ingin bergerak, ia tidak mampu untuk terbangun dan akhirnya harus menerima kenyataan bahwa ia kembali terbangun disamping Sehun. Air matanya bergulir, tanpa suara ia menahan rasa perih disekujur tubuhnya. Ia membenci dirinya sendiri yang tidak bisa memberi pembelaan apapun malam itu.

Dirasakan So Eun sisi tempat tidur bergerak, pertanda Sehun telah terbangun. Sehun duduk ditepi kasur, menatap So Eun dari atas pundaknnya kemudian kembali terdiam sembari menunduk.

"Tidak ada gunanya menangis." Suara parau Sehun membuat So Eun memejamkan mata erat. Suara itu membangunkan pikiran So Eun yang sebelumnya ingin menyangkal semua kenyataan ini. "Akan ada hari yang lebih gelap dari ini."

"Aku bisa membunuhmu, kapanpun."

Sehun yang mendengar itu memutar pandangnya segera. Adrenalin egoisnya terpacu setiap kali ada orang yang membuatnya terdengar lemah tanpa kuasa. Benarkah?" Sehun berdecak, "Bagiku itu terdengar seperti omong kosong dan aku yakin kau juga tahu itu."

So Eun menolehkan pandangnya kearah Sehun, masih tidak ingin bangkit dari tempat tidurnya. Ditatapnya pria itu dengan gigi mengatup dan pandangan mata sembab yang bergetar hebat itu.

"Kau bisa saja membunuhku sejak awal, banyak kesempatan untuk itu bukan?" Sehun tersenyum miring, mengintimidasi lawannya seperti biasa. "Mau mencobanya sekarang?" Sehun yang tanpa busana itu meraih jas miliknya yang tergeletak dilantai, dari dalam jasnya ia mengeluarkan pisau lipat yang terlihat begitu lancip. "Tusuk disini." Sehun menempelkan pisau itu tepat didepan jantungnya berada. "Atau kau bisa langsung menghunuskannya dileherku. Lakukan dengan benar."

Sehun melempar pisau keatas tempat tidur kemudian menghampiri So Eun. Mata Sehun sendu, bibirnya menyungging miring, tapi aura mengintimidasinya tidak akan pernah terlihat memudar.

Diraih Sehun boxer miliknya yang tergeletak dekat dengan So Eun kemudian mengenakannya sebelum duduk disisi tempat tidur, tepat disebelah tubuh So Eun yang telah duduk menggenggam erat pisau milik Sehun itu.

"Ingat, leher atau jantungku." Gumam Sehun sebelum mengelus pipi So Eun dan mulai melumat leher So Eun dengan amat lembut. Tangan So Eun bergetar meski piasu itu ia genggam sudah teramat erat. Sehun kemudian berdecak dicekungan leher So Eun sebelum kembali melumat leher itu dan perlahan turun kebawah.

So Eun mengerti arti decakan dari mulut Sehun, ia tahu pria itu meremehkannya. Baru saja Sehun menyapa buah dada So Eun hanya dengan menatapnya, Sehun malah terkekeh kecil. Ia kemudian menegakkan kepalanya sebelum sempat menyentuh buah dada So Eun. "Wae?" Ditatap Sehun manik mata So Eun lekat. "Kau tidak berani?"

"Jika saja tidak ada Juno yang sangat mengagumimu sebagai ayahnya, sudah kulakukan..."

Sehun tertawa cukup lepas kali ini, pandangannya yang ia buang dari So Eun perlahan kembali menatap So Eun dengan volume suara yang kian menyusut. "Jangan buat Juno jadi alasan." Sehun menyeka poni So Eun kebalik telinganya kemudian mengusap telinga So Eun dengan ibu jarinya beberapa kali. "Kau tidak bisa melakukannya karena kau menyukaiku. Hanya perlu menunggu untuk dirimu sendiri menyadarinya."

So Eun bergidik, meski kini Sehun sudah pergi dari kamarnya. Ucapan pria itu membuatnya takut setengah mati. Bagaimana bila pria itu benar?

.
.
.

"Appa!" Juno berlari setelah langkah kakinya mencapai dasar tangga. Tangannya merentang lebar menuju Sehun yang tersenyum tulus menunggu Juno putranya tiba kedalam dekapannya.

Right PuppetKde žijí příběhy. Začni objevovat