(KK 12) Harsh Reality

746 180 27
                                    

Embun kembali menatap layar ponselnya dengan gamang. Apa gerangan yang terjadi hingga istri Ravindra mengajaknya untuk bertemu?

"Bun? kita udah sampe." Tepukan Akhtar pada bahunya membuat Embun terkejut.

"Eh, iya Mas." Embun segera membuka sabuk pengamannya dan berjalan menyusuri parkiran untuk masuk ke dalam mall.

"Jangan bengong terus, nanti kamu nabrak orang."

Baru saja Akhtar menyelesaikan kalimatnya, apa yang diucapkannya terjadi, Embun menubruk punggung orang lain karena tidak memperhatikan apa yang ada di hadapannya. Pikirannya melayang entah kemana, pesan dari istri Ravindra membuat sesuatu mengganjal hatinya.

Akhtar menarik tangan Embun dan membawa Embun untuk berjalan di sisinya. "Maaf Pak, Bu," ujarnya mewakili Embun. Embun menundukkan kepalanya singkat, sebagai bentuk permintaan maaf, dan hanya bisa pasrah saat Akhtar menggandengnya untuk masuk ke dalam mall.

"Ada apa Bun?" Akhtar kembali bertanya, sedikit bingung akan gelagat Embun yang tiba-tiba berubah.

"Nggak pa-pa kok, Mas." Embun berdusta. Kalimat tidak apa-apa yang diutarakannya justru membuat Akhtar semakin yakin bahwa ada sesuatu yang salah tengah terjadi.

Akhtar menatap Embun penuh telisik, memastikan kembali raut wajah Embun yang terlihat linglung namun masih enggan untuk bercerita.

"Yaudah, kalau begitu tetep di samping ya biar nggak nabrak orang lagi," ujar Akhtar pada akhirnya, kemudian ia menggandeng tangan Embun dan membawa Embun lebih dekat ke sisinya.

"Maaf ya udah buat kamu ikut ke sini, seharusnya Mama nggak maksa kamu buat temenin tadi."

Embun menggelengkan kepalanya. "Nggak kok Mas, aku nggak keberatan untuk nemenin Mas ke sini."

Akhtar memilih untuk tidak bertanya lebih jauh untuk memberikan Embun ruang privasi, mungkin Embun butuh waktu untuk menjelaskan situasinya saat ini pikir Akhtar.

Sepulang dari belanja, Embun digiring oleh orangtuanya untuk berbaur dengan para tamu yang lain dan juga menyicipi hidangan yang disediakan. Sejenak ia melupakan isi pesan dari istri Ravindra itu dan menikmati percakapannya bersama dengan Lidya dengan salah satu bayi berada di pangkuannya.

"Udah luwes kamu pegang bayinya, udah cocok lah jadi ibu," ucap Lidya yang disahuti oleh antusiasme tamu lainnya.

Embun hanya nyegir kuda, memainkan jemari mungil si kembar yang sedang menggenggam erat telunjuknya. "Doain aja Mbak," jawab Embun diplomatis.

"Tapi udah ada calonnya kan?"

Gerakan tangan Embun terhenti, dan mengarahkan pandangan ke kedua orangtuanya, ada gurat kekecewaan yang tersirat di sana, namun Embun mencoba menampik kenyataan itu. "Belum ada Mbak, makanya aku minta doain supaya segera dipertemukan sama jodohnya," jawab Embun sambil menciumi tangan mungil bayi menggemaskan dalam gendongannya.

"Sama Mas Akhtar aja tuh Mbak, Mas Akhtar kan jomblo juga!" sahut Affan yang mengundang berbagai respon dari para tamu undangan.

Embun hanya melontarkan senyum, tak berani merespon lebih jauh candaan yang dilontarkan Affan apalagi untuk melirik ke arah Akhtar.

***

Setelah pertimbangan yang panjang, Embun akhirnya membalas pesan istri Ravindra. Menanyakan ada apa gerangan hingga perempuan itu mengontaknya dan ingin bertemu dengannya.

Nia menjelaskan bahwa ia tidak bisa membahas hal itu melalui chat dan ingin bertemu dengan Embun secara langsung. Ada yang perlu dibahas dari hati ke hati, terangnya.

Kacamata KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang