15. RAPAT

97 22 0
                                    

"Mentang-mentang dia sebagai ketua, orang yang berpengaruh di suatu organisasi, jadi kita harus manut-manut aja gitu? Gak gitu juga kali, buat apa adanya organisasi kalau cuman mendengar dari satu sisi?"

- S A L A H J U R U S A N –

Seluruh anggota himpunan dan perwakilan kelas yang menjadi panita sudah berkumpul membentuk lingkaran besar di ruang kelas, suasana canggung di awal membuat para perwakilan kelas enggan untuk bersuara, alhasil mengikuti arahan dari anggota himpunan. Berkali-kali Mahesa melirik jam tangannya, sudah lewat dari tiga puluh menit Lianna belum datang, padahal rapat sudah dimulai. Apakah gadis itu masih marah kepadanya?

Bahkan satu orang lagi dari perwakilan kelas Mahesa belum datang juga. "Zara, apa Lianna tidak datang?" tanyanya.

"Tadi sih bilang mau datang, tapi gak tau deh. Hpnya gak aktif tiba-tiba, Faza juga udah tanya sama orang rumah, katanya Lianna gak ada di sana," jelas Zara.

"Coba hubungi teman kelas kamu atau yang kira-kira dekat sama Lianna," pinta Mahesa, ada kekhawatiran saat tahu bahwa perempuan itu tidak diketahui keberadaannya tanpa kabar dan alasan.

"Udah, dan gak ada yang lagi sama dia."

"Emangnya tadi dia gak bilang ke kamu mau ke mana?"

Zara menggeleng lalu menyipitkan matanya curiga. "Kak Mahesa khawatir?" tudingnya cepat.

Mahesa hanya diam saja dan kembali memfokuskan diri terhadap perancangan konsep dari Roshi—wakil ketua himpunan. Sikap seperti itu membuat Zara tambah curiga, alhasil dia membuat kesimpulan bahwa lelaki itu memiliki perasaan terhadap Lianna.

Selang beberapa menit pintu ruang kelas diketuk dari luar dan menampakan Lianna yang tengah berdiri diambang pintu seraya tersenyum canggung. "Maaf telat," ucapnya dan segera mengambil tempat duduk di sebelah Zara.

Kedatangan Lianna tentu saja menjadi sorotan semua orang yang berada di dalam kelas. "Udah jam berapa ini? Telat kok gak kira-kita, emang gak lihat grup WA rapat jam berapa?" sindir Renata.

"Baca kok," balas Lianna santai.

"Terus kenapa terlambat?" Renata mulai mengintrogasi.

"Re...udah atuh, kan baru pertama kali," ujar Geri menengahi.

Lianna menghela napas sambil mengubah posisi duduknya agar sedikit lebih nyaman. "Di dalam pesan itu tertulis jam 4 sore, gak ada keterangan jam 4 pas atau lewat. Sekarang juga masih 4 kok."

Entah Lianna yang kelewat naif atau memang benar ada kesalahan dari penyampaian informasinya. Zara menyenggol lengan gadis itu mengisyaratkan untuk diam saja.

"Tapi sekarang jam 4:35 udah telat banget. Gak disiplin banget jadi orang," cerca Renata. Semua orang hanya melihat dan mendengarkan perdebatan di antara kedua perempuan itu.

"Bahkan jam 4:59 masih bisa dibilang jam 4 loh. Makanya lain kali kalau nulis informasi tuh yang jelas, biar orang tuh gak ambigu bacanya." Perkataan Lianna disetujui oleh kebanyakan orang di dalam kelas itu.

Terkadang banyak orang yang menyepelekan penulisan informasi sehingga membuat orang lain saat membacanya menjadi ambigu. Seperti penempatan jam, terkesan sepele memang, tetapi hal seperti bisa saja disalah artikan oleh beberapa orang, Lianna contohnya.

Mahesa mengusap wajahnya gusar sebelum mengangkat suara. "Terima kasih, Lianna, karena sudah mengkritik. Sebagai pembelajaran untuk kedepannya bahwa kita tidak bisa menyepelekan sekecil apapun informasi. Bisa jadi, kejadian seperti ini terulang lagi. Dan kamu, Lianna, saya harap bisa lebih tepat waktu lagi," ucapnya lugas.

SALAH JURUSAN || XiaojunWhere stories live. Discover now