2 | Patah

63 25 13
                                    

Ternyata semua yang manis itu palsu.
Harapan itu semu.
Aku tak semenarik itu untuknya, karena nyatanya dia hanya berlaku baik tanpa ada rasa tertarik.

__________

Pernah merasa kesal tanpa ada alasan yang nyata? Kesal yang menumpuk memenuhi rongga dada yang membuatmu ingin berteriak pada semesta, tapi tak berdaya apa-apa karena kamu hanya makhluk kerdil layaknya debu di gurun Sahara.

Aku sedang merasakannya.

Kesal tanpa kata, tapi cukup menyesakkan dan membuat luka. Ingin meluapkan tapi mulut seakan terkunci untuk bersuara. Yang bisa dilakukan hanya menangis tanpa air mata dan berpura-pura baik-baik saja di depan para manusia.

Tapi tidak. Ini tidak semata-mata tanpa alasan yang nyata. Alasannya sungguh jelas dan terbaca. Dia, seseorang yang 168 jam yang lalu untuk yang kesekian kalinya mengatakan bahwa aku permaisurinya.

Dia dengan binar mata layaknya kucing dan suara ceria bersemangat layaknya anak kecil itu nyatanya sama saja seperti para laki-laki lain yang bermulut manis tanpa ada pembuktian dari ucapan-ucapannya.

Pagi tadi kelas dihebohkan dengan berita jadian antara dia dengan ketua kelas. Ya, mereka berpacaran. Dia menjadikan siswi dengan sejuta pesona itu sebagai kekasih hati. Lantas aku bisa apa?

Layaknya balon gas yang tiba-tiba meletus di udara lalu terjatuh dengan malang, mungkin seperti itulah hatiku.

Lalu untuk apa kebersamaan kami selama ini?

Untuk apa dia berkata jika aku permaisurinya?

Untuk apa semua hal manis yang dia lakukan?

Jika pada ujungnya, dia terbang dengan kupu-kupu lain.

***

Aku menyusuri rak-rak perpustakaan. Menyentuh setiap buku dengan ujung jariku dan merasakan bagaimana usangnya mereka yang tak terjamah.

Pergerakanku terhenti ketika melihat di ujung sana dua orang yang sudah tidak asing bagiku sedang mengobrol dekat. Begitu dekat mungkin. Dengan dia yang menatap teduh perempuannya, ketua kelas yang dipacarinya itu, Dea.

Lihat, bagaimana tatapan itu dulu diberikan padaku, bagaimana gestur itu dulu dilakukan padaku. Kenapa dengan mudahnya semua itu sekarang diberikan pada perempuan lain?

Ingin menghindar saat mengetahui keduanya menatapku. Tapi rasanya terlalu kaku untuk bergerak. Aku hanya diam dengan tatapan sulit diartikan sampai keduanya mendekat.

"Hai Anara." Dea menyapaku, dengan senyum manisnya yang khas dan mempesona tentu saja.

Membuatku kini tersadar. Pantas saja dia memilih Dea. Pantas saja dia menjadikan Dea kekasihnya. Perempuan itu, dengan sejuta pesona dan semua yang ada pada dirinya pasti mampu membuat setiap lelaki bertekuk lutut.

Senyum manisnya yang anggun, gayanya yang bersahaja, juga perilakunya yang menyenangkan membuat banyak orang menyukainya. Berbanding terbalik denganku, tentu saja. Aku yang jarang tersenyum, gayaku yang terlalu cuek, juga perilaku randomku yang jauh dari kata menyenangkan.

Harusnya dari awal aku sadar. Bukan terus egois terbawa perasaan dari semua sikap yang dia lakukan padaku.

Dia tak mungkin mempunyai rasa terhadap gadis yang sangat biasa saja sepertiku.

"Anara, kamu sakit?"

Aku tersentak mendengar pertanyaannya.

Kutatap mata itu. Mata dengan binar bagai kucing yang dulu kusukai itu kini terasa seperti mata pedang yang menghunus perasaanku.

Aku menggeleng kecil.

"Ah, aku duluan ya." Pamitku tanpa melihat lagi keduanya.

Semesta, jika pada akhirnya dia menjadikan perempuan lain permaisurinya, kenapa dulu dia begitu memperlakukanku istimewa? Kenapa dia bersikap seolah-olah aku orang spesialnya?

Tidak, Anara. Dia tidak salah.
Semesta bilang, aku yang salah. Aku yang salah mengartikan setiap kebaikannya. Dia tidak menyukaiku, dia hanya bersikap baik tanpa ada rasa tertarik.

__________

Selasa, 4 Agustus 2020
Hope you like it🙌

©AraFe
Ig : femaniafe

Alara (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang