#7

945 162 6
                                        


"Apakah kau sudah coba menggoyang-goyangkan kotak camilannya?"

"Aku punya sekantung penuh camilan itu. Tidak bisa digoyangkan, tentu saja."

"Bukan, kotak itu. Kotak plastik. Yang waktu itu dibawa bersama camilan-camilannya. Bermerek Fatgum."

"...Kurasa aku tidak punya makanan itu di sini."

Kau mengernyit dan mengintip di balik tumpukan kertas dokumen, tempat yang biasa kau gunakan untuk meletakkan camilan Gudetama. Benar saja, kotak plastik kecil itu masih ada di sana. Kau lupa memberikannya ke Aizawa.

Kalau saja kau tidak lupa saat itu, pasti Gudetama saat ini sudah pulang ke rumah.

Sial.

"Oke, kotak itu ada di sini. Aku akan minta tolong Hizashi untuk mengantarkanku ke apartemenmu, dan aku akan membantumu mencari, oke?"

Suara Aizawa sedikit melemah. "Terima kasih."

"Kita akan segera menemukannya, oke? Aku akan datang secepatnya." Kau menyerahkan ponsel itu kembali ke pemiliknya dan melirik sekilas jam dinding, menyambar kunci, lalu mematikan semua lampu. Jantungmu berdentum-dentum. Berbagai gambaran buruk melintasi benakmu. Bagaimana kalau Gudetama terluka? Bagaimana kalau orang asing mengambilnya? Bagaimana kalau dia terjebak di atas pohon?! Kucing itu terlalu gendut untuk turun dari cabang pohon yang tinggi!

"Ayo, ayo!" Pria pirang itu hampir-hampir berlari memutarimu. Dia menatap tak sabar saat kau tengah mengunci pintu. "Tidak terlalu jauh dari sini, jadi kita berjalan kaki saja! Mungkin kucing itu akan muncul?"

"Benar!" Kau mulai menggoyang-goyangkan kotak plastik di genggamanmu. Gudetama pasti akan muncul kalau ia mendengarnya, apalagi dia sudah lumayan lama tidak memakan camilan favoritnya. "Ayo kemari, Telur Pemalas! Ada temanmu dan makanan favoritmu di sini!"

Hizashi berbisik serak, berusaha tidak menakuti kucing itu lagi kalau-kalau muncul kembali; aksinya yang menjadi awal mula segala kekacauan ini. Aneh didengar, dan bagaimanapun masih terdengar lumayan keras. "Muncullah, muncullah, tolong jangan mati!"

"Shaky, shaky!" Sahutmu, menyusuri jalan.

Orang-orang menatapmu, bahkan ada yang terkikik. Kau menjadi tontonan. Dibicarakan. Terlihat aneh dan mungkin juga menyeramkan. Kau merapatkan tubuhmu, menggoyang-goyangkan kotak tanpa memanggil.

Mereka pasti berpikir kalau kau sudah gila.

Mereka akan mengolok-olokmu.

"Apakah kau melihat kucing besar berwarna kecokelatan di sekitar sini?!" Hizashi beteriak kepada setiap orang yang ia lihat. Mereka selalu menggeleng dan menggumamkan sesuatu yang berbunyi 'semangat'. "Datangi aku kalau kau melihat yang seperti itu!"

Tiba-tiba kau sadar bahwa yang sebenarnya mereka lirik sedari tadi bukanlah dirimu, melainkan pria bersuara keras di sampingmu ini, yang terus-terusan berteriak tanpa rasa malu sedikit pun di tengah-tengah publik.

Kehadirannya, yang membuat segala perhatian tertuju padanya, membuatmu kagum akan usaha si pria. Kau tidak memiliki alasan untuk merasa sadar diri; jika kau berusaha sekuat tenaga pun, kau tak akan semenarikperhatian pria ini. Jadi kau melipatgandakan usahamu dengan jurus panggilan andalanmu yang berbunyi "kemari, meong meong meong."

Si Tuan Bermulut Speaker mengatupkan giginya rapat-rapat. "Mungkin seharusnya aku tidak mengatakan apapun. Kucing itu sepertinya benar-benar membenciku."

"Aku yakin bukan begitu." Mungkin saja, sebenarnya. Gudetama adalah buntalan bulu yang sensitif.

Pria yang berada di sampingmu tiba-tiba berhenti berjalan. Dalam wajahnya tergambar perasaan tak nyaman, gelisah dan tegang. "Bagaimana kalau usaha kita tidak berhasil? Shouta benar-benar terlihat lebih baik semenjak ia membawa kucing itu pulang, kau tahu? Dia jadi lebih rileks. Jika sesuatu terjadi pada kucingnya, aku... aku khawatir dia akan membenciku selamanya. Dia tidak mudah berteman dengan orang lain, kau pasti tahu itu. Kau sudah bertemu dengannya."

"Benarkah? Dia terlihat agak galak, tapi lumayan keren."

"...Mungkin kita tidak sedang berbicara tentang Shouta yang sama." Hizashi mengedikkan bahu. "Aku hanya percaya kalau dia kian hari kian membaik. Dia sudah cukup lama mengisolasi diri."

Mungkin memang bukan sihir ataupun semacam keberkahan yang membuat Gudetama tertarik kepada Aizawa. Mereka berdua berbagi jiwa yang hampir serupa. Kesamaan mereka mencakup perilaku ketidaktertarikan terhadap dunia sosial, ekspresi yang tidak ramah, dan hanya berteman dengan orang-orang tertentu. Jika Aizawa juga suka tidur siang dan memakan makanan tidak sehat, mungkin mereka juga berbagi kondisi fisik yang serupa.

"Aku tahu dia akan kembali. Tidak mungkin Gudetama kabur terlalu jauh. Dia... bukan kucing yang aktif." Kau membersihkan tenggorokanmu. "Shaky, shaky! Ayo Gudetama, datang dan makanlah camilan!"

"Shaky shaky, Gudetama!!"

Kau menutup kedua telingamu, meringis.

Tbc.

---

Hey semua!! Aku gak biasa nih nulis author notes di cerita ini huahaha. Karena chapter chapter yg aku post itu udah aku buat dari lamaaaa bgt hehe. Sayangnya, sampai saat ini aku belum melanjutkan ngetranslate cerita ini untuk chapter 23 ke atas😭😭 tenang, bakal masih terus update kok selama stok cerita yang udah ditranslatenya masih ada.

Jujur aku lagi mengumpulkan niat buat ngetranslate sisanya sampai saat ini. Huft. Apalagi hari senin besok aku sudah mulai kuliah lagi. Jadi, yah, sepertinya aku perlu mencemaskan ip tahun pertamaku terlebih dahulu huahaha. Tapi kalau aku ada waktu luang (dan memiliki niat) pasti nanti aku lanjutin lagi translatenya kok. Apalagi kalau didukung sama readers sekalian HEHE.

Stay healthy semua, terima kasih sudah membaca!!

Lazy Egg [Aizawa x Reader] Translated ficWhere stories live. Discover now