Teman Sekamar

76 18 0
                                    

Siapa yang tak heran melihat gadis yang memperhatikan hujan begitu dalam di jam tiga pagi.

"Hei!" Dwi yang lelah memanggil, mencoba untuk membangkitkan kesadaran Sintia. Ketika Dwi coba memegang bahunya tubuh teman satu kontrakannya itu tidak mampu disentuhnya, persis seperti tampilan hologram. Yang didekati menoleh ke arah Dwi. Wajahnya tak ubahnya seperti Sintia, namun dengan raut wajah pucat sayu dengan kantong mata yang nampak mentereng, layaknya seperti orang yang tak sehat.
"Apa kau percaya?" Ucapnya pelan, anehnya gaung hujan tak menyamarkan suaranya.
"Setan bajingan!"

Degup jantung Dwi memburu, ia langsung melarikan diri masuk ke dalam kontrakan, dihempaskannya pintu kamar tidur, laptop dan seluruh perkakas kerjanya dibiarkannya begitu saja di ruang tamu.

"Yuli! Yul!" Dwi yang panik langsung memberondong memanggil-manggil teman sekamarnya. Diketuk-ketuknya pintu kamar mandi yang ada di dalam kamar tidur.
"Ya. Sebentar Wi!" Dwi tak sabar, didorongnya pintu kamar mandi dan ternyata tidak terkunci, terang saja tidak ada siapapun disana. Lutut Dwi langsung lunglai, telinganya meremang.
"Apa kau percaya?" Dwi mendengar kata-kata itu lagi. Berdesir darahnya ketika melihat Yuli berdiri di depan pintu kamar dengan tatapan yang tajam dan senyum yang sulit ia tafsirkan. Yuli menjerit dan tertawa-tawa tanpa sebab, ia melompat-lompat seperti orang sinting. Bak kisah misteri klasik, lampu kamar mereka langsung berkedip-kedip tak beraturan.

"Aduh. Mati aku, mati!" Dwi meraih pintu kamar mandi dengan gelojoh, pintu di dorongnya kuat-kuat sampai terhempas ke dinding di pinggir pintu. Yuli tak tinggal diam, bergegas kakinya melangkah menggapai kain baju Dwi.

KerasukanWhere stories live. Discover now