Arya menangapi dengan santai dan berusaha menenangkan ku.

"Kalau gak kenal kenapa kamu panggil dia sayang. Udah Jangan bohong.. aku bukan orang bodoh..., Cerai kan aku Arya, ceraikan aku"

Kata-kata itu keluar begitu saja di bibirku. Sungguh aku sangat kalut dan tak terima dengan basa-basi busuk arya membela diri. Arya tiba-tiba memelukku erat. Aku meronta ingin lepas namun pelukkan itu sangat kuat, hingga aku tak bisa bergerak.

"Sayang kamu kenapa sih...! Aku gak bohong.. aku hanya meladeni orang iseng.... Udah sayang jangan diambil hati.. kasihan anak kita"

"Aku salah aku minta maaf ya... Aku meladeni nomor iseng. Aku gak kenal sama dia.. Sungguh aku gak ada hubungan apa-apa, aku gak mau kehilangan kamu sayang"

"Pembohong.... Kalau tak kenal kenapa dia meminta kepastian darimu... Kepastian apa.... Kalau mau menceraikanku sudah tidak usah ditunda-tunda"

"Kamu ngucap tian, tidak pernah ada kata itu dihatiku, sudah tenangkan dirimu" ucap Arya melunak dan masih saja memeluk ku.

"Oke kalau begitu.. telepon nomor itu dari Whatsapp mu... Buktikan sekarang juga"

Tapi aku masih belum bisa menerima penuturan dan pembelaan Arya, mana mungkin ia tak mengenal wanita itu. Sangat sulit rasanya mengontrol emosiku. Aku butuh kejelasan untuk semua ini.

Aku belum bisa mempercayai apa yang telah terjadi. Ternyata hormon kehamilan ini membuat emosiku sangat meledak- ledak. Ini diluar diriku yang sesungguhnya. Tapi aku memang butuh penjelasan dan penyelesaian untuk semua ini. Arya segera menarikku duduk ke kasur.

"Tenangin diri kamu Tian, duduk dulu.. oke... Oke aku telepon nomor itu kalau kamu tidak percaya..."

"Ya... Telepon Sekang juga..."

Emosiku masih belum mereda, segera kutarik handphone Arya dan menyodorkan tepat diwajahnya.

"Ayo telepon dia, Sekarang Arya...."

Arya diam, dengan gigi gerahamnya bertaut kuat, akhirnya emosinya pun mulai terpancing.

"Siapa yang mau di telepon...? Nomornya aja aku gak tau... Kamu ngaur Tian.. ngaur"

Dengan wajah merah padam Arya membanting handphonenya kelantai. Kulihat semua bagiannya berceceran. Kemudian dengan cepat ia beranjak keluar kamar membanting pintu dan pergi mengendarai mobilnya entah kemana.

Sesaat kemudian aku tertegun. Aku begitu shock dan aku tak dapat mengendalikan diriku. Tak lama kemudian air mataku jatuh, menangisi lagi semua ini. Tidak ada jawaban pasti yang kudapat. Arya pergi dengan emosi diwajahnya. Meninggalkan aku sendirian dengan begitu banyak kecemasan, marah,sedih, gundah dan tanda tanya.

Setelah puas menangis kuhatur nafasku. Kutarik nafas dalam kemudian kubuang perlahan-lahan. Aku berusaha keras menguasai diriku kembali. Setelah tenaga dan pikiran kupulih. Kupungut handphone Arya dilantai. Kurangkai kembali satu demi satu bagian. Terlihat pada bagian layarnya ada dua retakan memanjang. Saat kupencet tombol power handphone tersebut masih menyala. Kuaktifkan kembali handphone itu dan ternyata masih bisa digunakan.

Sudah hampir satu jam berlalu, Arya masih belum kembali. Mungkin dia pergi menenangkan diri. Tak lama kudengar Mama mertua mengetok pintu kamarku. Segera kumasukan handphone Arya ke dalam nakas.

"Tian boleh mama masuk..?"

Segera kuperbaiki bajuku, berkaca dan mengahapus sisa sisa air mata. Setelah kurasa penampilanku agak mendingan. Segera ku menjawab panggilan mama.

"Ya ma... Boleh ma"

Mama segera masuk kemudian memelukku.

"Ada apa toh nduk? Kenapa kalian berkelahi.... Malam-malam begini, kasian bayi yang ada diperutmu Tian "

"Arya selingkuh ma...., Dia punya hubungan dengan perempuan lain dibelakang Tian"

"Tian ngucap...., kamu gak boleh sembarang nuduh suamimu!"

"Tian gak nuduh ma, ini buktinya"

Segera ku perlihatkan semua screenshot percakapan WhatsApp Arya dan perempuan itu. Mama mertuaku mulai membaca dengan seksama dan berkata hal yang sangat mencengangkanku.

"Coba kamu instrospeksi dirimu, apa yang salah dengan mu selama ini, kita tidak boleh menyalahkan orang lain untuk sesuatu yang terjadi"

"Kamu tenangkan dirimu, coba kamu tidak perlu marah ke Arya nanti dia makin jauh darimu. Percayalah sama mama, cukup diam, nanti juga dia kembali pada mu, kasian anak kalian"

Aku terdiam menatap sinis ke arah mama mertuaku. Inikah balasan yang pantas kuterima. Setelah beliau mengetahui anaknya berselingkuh dibelakang ku, diam?! aku harus diam dan menerima begitu saja penghianatan ini dan menurutnya ini salahku! Ternyata mama bukanlah orang yang netral untuk berbicara.

"Tian tidak akan pernah diam ma, Tian cuma mau bilang sama mama.. ada saatnya Tian pergi dari Arya kalau ini semua lebih baik dari pada bertahan"

" Yaa sudah.. mama tidak bisa ikut campur terlalu jauh urusan kalian, kamu istirahat dulu, coba nanti diomongin lagi baik-baik.. mama istirahat dulu ya"

Beliau beranjak pergi meninggalkanku dikamar. Segera kukunci pintu. Menangisi lagi nasibku, ternyata mama mertuaku juga tidak dipihakku. Sementara Arya pergi tampa penjelasan, sungguh perih tiada terkatakan lagi.

Dalam tangis terbesit keinginan untuk pergi saja dari rumah ini, tapi hari sudah menunjukkan pukul 00.30 malam. Lagipula aku masih ingin bertemu Arya, aku butuh kepastian dan jawaban untuk semua hal yang belum selesai ini. Ada banyak hal yang berkecamuk dipikirkanku. Aku hanya bisa sabar, lalu menunggu dan menunggu.

Waktu sudah menunjukkan pukul 03:00 pagi. Arya masih belum pulang, mataku sudah sangat sembap. Aku mulai beranjak ke toilet, membasuh mukaku, mengganti bajuku dan menyisir rambut. Segera ku sholat untuk menenangkan diriku. Memohon penyunjuk kepada Ilahi untuk semua hal buruk yang tengah menimpaku.

Setelah itu kucoba membaringkan diri senyaman mungkin dikasur. Mencoba untuk tidur, bayiku butuh istirahat. Kasihan dia, aku sampai tidak memikirkan keadaan bayi kecil ini didalam perutku, dia pasti sangat bersedih. Kuusap- usap halus perutku, kusap lagi, terasa ada tendangan kecil disana dan hatiku menjadi tenang. Bayi ini masih merespon sentuhan ibunya.

***** Bdh *****

Bunyi alarm di handphone membangunkan ku dari tidur singkatku, waktu sudah pukul 5.30 pagi. Aku tertidur hanya dua jam tiga puluh menit, kepalaku terasa sangat berat, badanku sangat lelah. Saat kucoba duduk perutku terasa nyeri, kuusap perutku dengan halus mungkin dede bayi masih tertidur. Saat menoleh kekiri, kulihat ada noda darah dikasur, hatiku mulai tidak tenang.

" Mama.... Mama.... Maa tolong ma"

Ku panggil mama sekeras mungkin, seketika badanku terasa kaku, hatiku bergemuruh, tuhan tolong jangan ambil anakku, aku takkan bisa bertahan hidup tanpanya tuhan. Hanya dia yang kupunya, perasaan ku sungguh tak bisa kuungkap. Kecemasan tentang hal yang buruk untuk bayi kecilku begitu susah kuhalau.

Tak lama tampak Arya kemudian mama langsung berlarian masuk kedalam kamarku.

"Tian kamu kenapa....?"

"Maa bayiku ma.... Bayiku... "

Seketika kurasakan dunia hampa, badanku entah dimana, hening dan gelap...

*****

BAD HUSBANDМесто, где живут истории. Откройте их для себя