4| Menyelinap Di Kelas IPA

Začať od začiatku
                                    

"Sialan. Berani-beraninya itu cewek nolak gue," kesal Kazama seraya menendang bola kembali. Kali ini mengenai perut Argi sampai badan Argi agak sedikit terlonjak ke depan.

"Dia cewek pertama yang nolak gue. Bangsat," umpat Kazama menendang bolanya kembali setelah dioper Raden.

"Apa hubungannya kekesalan kamu sama saya?" lirih Argi menahan dirinya untuk tetap sabar. Tangannya mengepal di bawah sana.

Kazama tertawa. Terus melakukan hal yang sama, menendang bola ke arah Argi. Kazama pemain futsal, jadi lebih mudah baginya untuk menendang tepat sasaran. Sesekali bola itu mengenai wajah Argi sampai bibir lelaki itu berdarah. Sesekali juga bola itu mengenai bagian tubuhnya yang lain. Seandainya Argi tidak terikat, lelaki itu pasti sudah menghindar sejak tadi.

Badannya masih terasa sakit. Sekarang malah jadi bertambah sakit.

"Terus, Zam! Sampai lemah si flower boy," ujar Romeo memprovokator.

Kazama tidak lagi menendang, justru melangkah mendekati Argi dan melempar dengan kasar bolanya lagi mengenai kepala lelaki itu. "Lo tanya apa hubungannya kan?"

Kazama berhenti tepat di depan Argi, Argi mengangkat kepalanya. "Apa salah saya sama kamu?"

Kazama menarik sudut bibir, pertanyaan yang menarik. "Karena cewek yang lo bonceng tadi, itu cewek yang udah berani nolak gue kemarin."

Argi terhenyak beberapa saat, tidak bersuara. Kazama menatapnya nyalang, seolah siap menghabisinya saat itu juga.

"Kenapa kamu benci saya?"

Kazama mendengus sinis, tertawa mendengarnya. Lalu kemudian menurunkan sudut bibirnya, kembali memasang raut datarnya.

"Sederhana."

Kazama memajukan kepalanya, berbisik dengan dingin. "Karena lo lahir di dunia."

Setelah mengatakan itu, Kazama memerintahkan teman-temannya melepaskan ikatan Argi dan pergi lebih dulu.

"Pfft, malang banget sih hidup lo." Raden tertawa mengejeknya. "Nyanyiin, Rom."

"Oh, kasihan. Oh, kasihan. Aduh, kasihan." Mereka bertiga tertawa, mengacak rambut Argi penuh hina lalu pergi begitu saja.

Argi mendudukkan dirinya di atas tanah, memegang bagian perutnya yang terasa nyeri dan mengaduh. Argi menyandar pada pohon, mengepalkan tangannya menahan rasa sakitnya sendiri.

Argi tidak pernah bisa melawan Kazama. Argi bukan tidak ingin, Argi tidak sanggup. Argi juga tidak ingin menciptakan masalah dan membuat Sonia atau ibunya harus dipanggil ke sekolah. Argi tidak ingin orang lain terkena masalah karenanya, karena itu Argi memilih diam.

Satu hal yang Argi bisa simpulkan selama ia bernapas di dunia, hadirnya selama ini hanya sebagai pelampiasan. Sebagai target melampiaskan amarah dan kekesalan.

Hidupnya, tidak lebih hanya untuk itu. Dan Argi cukup sadar diri.

🍂

Argi baru saja mengeluarkan bukunya dari dalam tas kala kehadiran Savara sukses membuatnya lantas mengernyit. "Loh, kamu nggak masuk kelas?"

Savara menyunggingkan senyumnya. "Gue nggak suka pelajaran Mandarin. Kalian belajar bahasa inggris kan? Gue suka. Jadi jam pertama gue belajarnya disini."

Kedua alis Argi tertaut bingung. "Hah?"

Savara terkikik, kemudian elingak-celinguk mencari meja yang kosong. Lalu menghampiri salah satu meja yang tampaknya tidak ada yang huni.

"Nggak ada yang duduk disini kan?" tanya Savara pada lelaki berkacamata yang duduk di sebelah bangku kosong itu.

Laki-laki bername tag Alif itu menggeleng. "Sebenernya ada, cuma orangnya nggak masuk."

Gemitir✔️Where stories live. Discover now