Bab 4 : Sebuah Ambisi

13 2 0
                                    

Nayaka membanting pintu kamar, melempar tas ransel ke sembarang arah dan mejatuhkan badannya ke ranjang.Ia mengambil bantal dan memukul bantal itu berulangkali sembari membayangkan bantal yang ia pukul adalah wajah Banyu Geni.

“Banyu Geni, sialan!”teriaknya.Kembali memukul bantal.Perkataan Banyu Geni mengenai dirinya yang tidak dianggap sebagai saingan terus memenuhi otak Nayaka.Dari dulu, pria itu tidak pernah berubah.Tetap sombong!

“Berani-beraninya dia ngerendahin gue!”teriak Nayaka sembari menatap bantal yang ia bayangkan sebagai wajah Geni.Dalam hati, ia bersumpah tidak akan membiarkan Geni mengambil posisinya sebagai juara umum sekolah.Dalam hatinya juga ia bersumpah akan membuat Geni menyesali kata-katanya sendiri.

“Naka ada apa?”suara itu sontak membikin Nayaka berbalik.Ia temukan Ibunya dengan ekspresi cemas.

“Ibuu, bukannya mau pergi arisan?”tanya Nayaka sembari berdiri dari ranjang dan membereskan rambutnya yang berantakan.

“Bagaimana ibu  pergi jika dengar anaknya banting pintu kamar keras-keras?’

Hartanti-Ibu Nayaka mendekat.Membelai rambut panjang putri bungsunya itu.

“Ada apa, sayang?”tanyanya dengan lembut.

“Ibuu tau kan anak yang namanya Banyu Geni dari Bandung itu?”Hartanti terdiam sesaat.

“Tentu saja.Ibu nggak akan ngelupain anak itu.Kamu sering nangis karena anak itu menag dalam perlombaan essay yang sering kamu ikuti.Ibu juga nggak akan lupa kamu nangis karena dia tidak mau diajak belajar bersama.Emang kenapa?Lomba essay yang kamu ikutin minggu kemarin, dia yang menang?”

“Nggak, ibu.Belum ada pengumumannya, lagipula Geni nggak ikut.”

“Terus apa?”

“Geni pindah ke sekolah Naka dan dia sekelas sama Naka.”ujar Naka yang sontak membuat Hartanti terkejut.Namun beberapa detik kemudian, perempuan berambut sebahu itu dapat kembali mengontrol dirinya.Hartanti mengehala nafas,kedua tangannya menangkap bahu putrinya.

“Dengar Ibu Naka!Kamu nggak boleh biarin Geni ngegeser posisi kamu di sekolah!Kamu tahu kan, ayahmu akan marah jika prestasi di sekolahmu turun?”

“Tentu saja Ibu!Siapa juga yang mau dikalahin sama Geni!”teriak Nayaka sebal.

“Kamu selalu bilang begitu, sayang.Tapi pada kenyataanya kamu sering kalah oleh Geni.”ujar Hartanti teringat dengan Nayaka yang selalu bilang  tidak ingin dikalahkam lagi oleh Geni dalam perlombaan essay namun pada akhirnnya Geni tetap sering memenangkan perlombaan.

“Tenang saja Ibu.Kalau  dipikir-pikir Nayaka masih unggul dari Geni.Geni emang selalu ngalahin Nayaka dalam lombba menulis essay.Tapi dia enggak pernah mengikuti perlombaan olimpiade, cerdas cermat dan lainnya kayak Nayaka.”

“Jangan ceppat menyimpulkan!Kalau dia ikut itu, dia yang menang bukan kamu!"

Mata Nayaka mendelik.Ibunya benar-benar....

“Ibu kok ngomong gitu, sih?Aku yang anak Ibu?Bisa-bisanya Ibu menganggap aku lebih rendah dari ,Geni!"

“Bukan itu maksud Ibu.Maksud Ibu, kamu jangan terlalu percaya diri, sayang."

“Loh bukannya Ibu yang sering bilang kalau Naka harus percaya diri.Gimana, sih?"

Hartanti memutar mata.Ia sudah mulai muak dengan putri bungsunya yang terus melawan perkataanya.

“Naka, Ibu belum selesai bicara.”

Nayaka langsung terdiam mendengar nada tegas itu.Ia mencebikan bibirnya.Masih tidak terima dengan ucapan Ibunya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 11, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LEBURWhere stories live. Discover now