Chapter 10

17.2K 454 14
                                    

Keyra masih menggenggam jam tangan itu. Dia sudah mengatakan apa yang harusnya dia katakan beberapa tahun lalu. Tentang sebuah kebohongan yang tidak pernah menjadi kebohongan karena Ezra mengetahuinya. Kini dia harusnya beranjak untuk pergi dengan hati lega. Tapi dia sedang membohongi diri. Berpura-pura lupa. Ada alasan lain yang membuat dia berada di kamar ini. Ada tujuan lain.

Dan dia tidak suka mengingatnya. Dia berpura-pura lupa sejenak dan mengatakan pada dirinya kalau Ezra baik-baik saja. Hubungan mereka tampak baik. Ezra tidak kaku padanya. Juga tidak terlihat membencinya atas apa yang dia suarakan.

Kebenaran yang sepenuhnya tidak benar. Tentang pria itu yang menjauh darinya. Tentang pria itu yang meninggalkannya. Karena pada dasarnya mereka sama saja. Ezra menjauh dan Keyra juga mengikuti jejak itu.

Jelas Keyra memiliki alasan yaitu perasaannya. Tapi Ezra? Entahlah. Dia juga tidak bisa bertanya sebab Ezra jelas menyimpan jawabannya dengan alasan yang kuat.

Terkejut gadis itu saat Ezra tiba-tiba menjulang di depannya. Dengan tata telanjang dan kulit basah yang begitu menggoda iman. Tangan Keyra gatal ingin menelusuri kulit itu. Dia beberapa kali menelan ludahnya dengan tidak pasti.

Tangan Ezra meraih tangan Keyra. Tepat di tangan di mana jam tangan itu berada. Memperhatikan tangan gadis itu dan tersenyumlah dia. Membuat debaran di jantung Keyra berkejaran. Dia menatap senyuman itu dengan perasaan berbunga-bunga.

Ezra harus berhenti sekarang. Keyra telah ada di ambang batas sabarnya. Dia tidak akan bisa mengendalikan dirinya kalau segalanya mulai melenceng ke segala arah.

"Tangan ini begitu terampil," puji Ezra.

Keyra meredam gejolak hatinya. Mencoba mengedepankan akal sehatnya di balik semua kegilaan yang siap dia lontarkan.

"Itu karena jam tangan ayah. Kalau aku tidak melihatnya maka aku tidak akan..."

"Tidak. Sama sekali tidak."

"Ya?"

"Jam tangan itu berbeda. Sangat berbeda dengan yang ini. Bahkan dilihat dari segi apapun, segalanya berbeda. Kau memang meniru milik ayahmu tapi kau memiliki ciri khas sendiri. Bahkan kau membuatnya menjadi lebih cantik."

Keyra menelan ludahnya. Entah sudah keberapa kalinya. "Benarkah?"

"Aku tidak akan berbohong padamu."

Pandang mereka bertemu. Kali ini Keyra tidak bisa menghindarinya lagi. Dia tidak bisa mengalihkan matanya dari warna grey pada mata pria tersebut. Memberikan seluruh kendali dirinya untuk tidak segera maju ke arah pria itu dan mengatakan segala rahasia kelamnya. Aib yang wajib ditutupinya.

Tangan Ezra bergerak. Tidak lagi ada pada tangan gadis itu. Melainkan telah merambat naik dan terus naik hingga sampai pada lengannya. Memberikan elusan lembut dua kali dan meremas lengan itu dengan sama lembut seperti elusannya. Tatapan mata greynya tampak setengah buas. Seolah siap menyerang santapan apapun yang ada di depannya.

Keyra adalah santapan yang luar biasa. Gadis itu begitu lembut. Begitu cantik dan begitu menggiurkan. Dengan segala apa yang dimilikinya Keyra membuat pria manapun tidak akan berkutik dibuatnya.

Jarak mereka menipis. Keyra merasakan sesak di tubuhnya dan seolah ruangannya menjadi terlalu sempit dan tanpa pendingin. Tubuh gadis itu memanas. Tungku pembakaran seakan dinyalakan di dadanya. Siap membakarnya sampai tidak bersisa.

Suara ketukan pintu terdengar. Beberapa kali hingga Keyra memutar kepalanya dan melihat ke arah pintu kamar Ezra yang tidak ditutupnya. Baru sadar kalau ternyata ketukan itu pasti ada di lantai bawah. Dia pasti sangat terhipnotis hingga lupa di rumah ini hanya ada mereka berdua.

Ezra melepaskan pegangannya dari Keyra. Membuat jarak di antara mereka sebelum Keyra sadar dia telah menipiskan jarak mereka tadi. Sebuah kesalaan yang fatal.

"Buka pintu. Lihat siapa tamunya. Aku akan memakai baju dulu dan turun."

Keyra mengangguk. Dia sangat merenacanakan hal itu. Berduaan dengan Ezra setelah adegan itu adalah sebuah kedodohan yang tidak akan dia lakukan.

Pipinya memerah dan dia harus segera mendinginkan dirinya. Memberikan es batu ke pipinya agar langsung reda panas yang menyelimutinya.

Keyra sudah melangkah akan pergi namun Ezra menahannya. Memegang lengannya dan membuat gadis itu kembali menatapnya.

"Jangan makan apapun. Aku akan masak untukmu."

Keyra mengerut. "Memang kau bisa?"

"Jangan meragukan aku. Kau lama tidak bersamaku jadi banyak hal yang tidak kau tahu." Ezra mengedipkan matanya. Itu tampak seperti sebuah godaan tapi Keyra berusaha mengatakan kalau Ezra memang kerap melakukan itu dan itu menjadi sebuah kebiasaan.

"Baiklah. Aku akan menunggumu."

"Bagus."

Setelah Ezra melepaskannya, Keyra segera beranjak keluar kamar pria itu. Dia juga sudah meletakkan jam tangan itu di tempat dia menemukannya dan langkahnya perlahan menuju anak tangga. Melihat siapa yang mengganggunya atau malah bisa dikatakan menyelamatkannya.

Keyra memegang dadanya dan bahkan sampai menekan dada itu dengan tangannya. Bayangan apa yang terjadi berputar di kepalanya. Bagaimana pria itu mengelus lengannya. Juga bagaimana pria itu mendekat padanya. Entah siapa yang menipiskan jarak. Apa Ezra atau malah Keyra tanpa dia sadari?

Jika itu dirinya maka Keyra siap mengutuk dirinya sepanjang waktu. Dia sudah mencoba segalanya dan membuat Ezra menjadi seperti Ezra saja. Dia harus bertahan karena itu adalah cara tepatnya.

Gadis itu mempercepat langkah. Kali ini begitu yakin kalau siapapun yang datang, memang datang untuk menyelamatkannya. Untuk menghentikan dia dari kegilaannya.

Keyra segera berjalan ke pintu. Meraih gagangnya dan mengayunkan pintu itu terbuka. Melihat Sarah di depannya dengan senyuman menawan yang akan membuat siapapun yang melihatnya akan tertawan. Sayangnya tidak dengan Keyra. Dia sudah tahu seperti apa Sarah.

Sarah bisa menjadi seribu kali lebih cantik. Juga seribu kali lebih menarik jika dia sudah memiliki tujuan untuk mempesona dan siapapun yang hendak dia buat terpesona saat ini harus segera hati-hati.

"Kau bertamu malam-malam?" tanya Keyra dengan nada skeptis.

Sarah merapikan rambutnya yang tergerai. Memperbaiki bajunya yang memiliki belahan cukup fantastis. Hingga Keyra yang melihatnya harus menelan ludahnya sendiri. Dia ngeri melihat penampilan Sarah yang lebih seperti jalang penggoda.

"Aku datang untuk bertemu denganmu," ujar Sarah melebarkan senyumannya yang manipulatif.

"Kau memakai pewarna di bibirmu?" Keyra sudah akan bergerak menyentuh bibir sahabatnya itu. Tapi Keyra segera menghindar dan menepis perlahan tangan Keyra.

"Tidak. Ini memang warna alami bibirku."

"Itu merah sekali."

"Warna aslinya memang semerah ini. Kau saja yang tidak memperhatikan."

Keyra berdecak. Menatap dengan penuh ancaman ke arah Sarah. "Katakan, apa yang membuat kau ada di sini?" Keyra bersedekap. Menatap dengan mata menyipit.

Sarah sadar dia tidak bisa lagi menghindar. Keyra bisa menyeramkan dalam mencari tahu keinginan orang lain. Jadi sekarang Sarah harus jujur atau Keyra akan menutup pintu untuknya dan tidak membiarkannya masuk.

"Ini tentang pamanmu," gumam Sarah dengan setengah hati bersuara.

Keyra mengerut. "Ezra? Ada apa dengan dia?"

"Aku penggemar beratnya. Bolehkah aku meminta tanda tangan dan foto bareng?"

"Apa?"

Sarah hanya mengangguk saja. Mengabaikan keterkejutan Keyra pada apa yang dia beberkan.

***

Kiss With My Uncle | Sin #3 ✓ TAMATWhere stories live. Discover now