Chapter 9

14.2K 467 11
                                    

Cukup lama Keyra berdiri di depan pintu kamar pria itu. Berusaha meyakinkan dirinya tentang apa yang harus dia lakukan atau benarkah dia harus melakukan semua ini? Sayangnya dia tidak bisa terlalu yakin pada dua pilihan itu.

Dia berpikir apa yang harus di katakan saat dia sudah di dalam sana. Tidak mungkin dia langsung mengatakan maafnya. Setidaknya harus ada kalimat basa-basi terlebih dahulu untuk membuat suasananya tidak canggung sama sekali.

Dia ingat di dalam mobil tadi mereka hanya terus saling mendiamkan. Suasannya begitu dingin dan mencekam. Rasanya dia tidak pernah berada di situasi semacam itu seumur hidupnya. Di mana dia berada satu tempat dengan pria yang sudah dia katakan dengan segala macam kalimat yang begitu menyakitkan untuk didengar.

Sekarang rasa bersalahnya kembali mengambil kendali dan itu menyiksanya dengan mengesalkan. Dia tidak bisa mundur lagi. Dia harus membuat permintaan maaf pada pria itu agar hatinya bisa lebih tenang.

Tapi jelas hati dan otaknya memiliki perdebatan yang cukup alot di dalam sana.

Hatinya terus berusaha mengatakan untuk mencoba. Mengambil apa yang tidak menjadi miliknya menjadi sebuah pembenaran. Namun otaknya tidak mengizinkan. Otaknya terus meminta dirinya memakai akal sehat dalam melakukan apapun. Otaknya yang tidak ingin hatinya hancur berantakan berusaha memberikan pengertian.

Tapi hatinya yang buta akan perasaannya, tidak peduli pada otaknya.

Itu sudah terjadi sejak lima tahun lamanya. Perdebatan yang tidak pernah memiliki titik temu dan entah yang mana yang akan memenangkan perdebatannya suatu hari nanti.

Keyra menghela nafasnya dengan perlahan. Dia mengangkat tangannya dan mulai mengetuk pintu. Memberanikan diri dengan ketipisan pada ketakutannya. Dia harusnya siap bertemu dengan pria itu. Bagaimana pun dia harus terbiasa.

Kerutan tampak jelas di wajah gadis itu. Tidak ada jawaban di dalam sana. Bahkan beberapa saat dia menunggu, Ezra tidak juga membuka pintu untuknya.

Apa pria itu marah sekali padanya hingga tidak mau menggubrisnya lagi? Tiba-tiba dia takut kalau itulah yang terjadi. Harusnya dia tidak apa-apa. Mungkin itu akan membantunya membuat pria itu pergi. Sayangnya dia sungguh tidak senang dengan fakta itu.

Kembali dia mengetuk. Kali ini lebih keras. Tapi tetap tidak ada jawaban. Juga tidak ada tanda-tanda pintu akan bergerak terbuka. Sungguh pria itu marah?

Tidak terima dengan kenyataan yang tersuguh di depan matanya, gadis itu segera meraih gagang pintu dan membukanya. Dia terkejut karena pintu tidak terkunci. Tadinya dia siap mendobrak pintu itu andai saja Ezra sungguh menguncinya.

Dia membuka pintu dan mencari keberadaan pria itu. Terkejut dia karena tidak menemukannya. Tidak ada di ruangan itu. Lalu dia menatap pada salah satu pintu yang tertutup. Lamat-lamat dia mendengar suara air deras yang menandakan ada yang mandi di sana.

Gadis itu tanpa sadar menghela nafasnya. Rupanya Ezra bukannya dengan sengaja tidak mendengar atau tidak membuka pintunya. Melainkan pria itu sungguh tidak mendengar dan sedang mandi. Dia bisa tenang sekarang.

Keyra sudah membuka pintunya dan siap keluar. Dia bisa menunggu. Nanti, saat pria itu telah selesai dengan mandinya baru dia akan mengatakan permintaan maafnya.

Langkahnya terhenti ketika dia melihat ke arah meja. Kepalanya miring untuk meyakinkan dirinya kalau apa yang dia lihat memang dia kenali. Segera dia mengambil benda itu dan dia mengurai senyumannya. Memang dia kenal. Sangat kenal malah.

Jam tangan dengan warna hitam itu adalah pemberiannya. Kado ulang tahun untuk pria itu. Jam tangan yang begitu dia inginkan membuat Keyra merasa harus mendapatkannya. Namun ayahnya begitu keras kepala untuk tidak memberikannya. Bahkan walau Keyra melawan dengan airmatanya,, ayahnya tetap tidak berkutik.

Dan pada akhirnya dia berbohong. Akhirnya dia mengalah dan meminta pada ayahnya agar dia bisa melihat jam tangannya. Hanya sebagai contoh agar dia bisa membuat yang sama persis dengan milik ayahnya. Ya. Keyra membuat sendiri jam tangan itu. Dia yang merangkainya.

Seluruh tabungannya habis saat itu. Karena jam tangan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tapi sesuai dengan hasilnya bahkan Ezra tidak pernah curiga kalau sebenarnya itu jam tangan bukan milik ayahnya.

Kebohongan itu ada sampai sekarang. Ezra juga masih memiliki jam tangan ini. Membuat Keyra malah semakin menambah rasa bersalahnya sekarang.

"Key," panggil suara itu.

Keyra segera memutar tubuhnya. Dia melihat wajah Ezra yang basah, tampak segar dan dengan ketampanannya yang masih sama. Juga bagaimana mata grey itu menatapnya seolah Keyra adalah satu-satunya gadis yang akan dia berikan tatapan seperti itu.

Rambut gelap pria itu basah. Dengan tetes-tetes air yang jatuh ke bahunya. Lalu dadanya. Aliran itu membawa Keyra pada bagian perut Ezra yang tercetak sempurna dengan otot liat dan warna tembaga pada kulitnya. Air itu berakhir di bagian pinggang handuk putih yang dia kenakan. Dia tidak bisa menatap lebih jauh dari itu. Dia takut tidak akan bisa menahan air ludahnya sendiri.

Jadi dia segera mengembalikan pandangannya ke wajah pria itu. Ezra tidak bereaksi banyak pada pandangan Keyra pada tubuhnya. Pria itu hanya tampak menunggu.

"Ada yang kau butuhkan?" tanyanya kemudian setelah tahu Keyra telah selesai mengamatinya.

Keyra berdehem dengan canggung. Seperti ada belitan tali di tenggorokannya. "Ini..."

Ezra tiba-tiba merangkai senyumannya. "Jam tangan itu? Ya. Aku menyimpannya dengan baik."

Keyra menatap Ezra yang tampak bahagia hanya dengan melihat jam tangan di tangan Keyra. Harusnya Keyra tidak pernah berbohong pada pria itu. Kebohongan yang berakhir membuat dia merasa bersalah.

"Ada yang ingin aku katakan padamu," ujar Keyra pelan.

"Apa?"

"Aku ingin jujur padamu," ungkapnya.

Ezra berjalan lebih dekat. Dia berdiri dalam jarak yang cukup dekat bahkan mungkin bisa dikatakan sangat dekat. Harusnya Ezra tidak berdiri di depannya seperti itu. Pria itu sangat mengintimidasi dengan tingginya yang menjulang.

Tapi Keyra tidak bisa menolak kehadiran Ezra yang mendekat. Dia butuh pria itu mendengarnya lebih baik.

"Katakan," pinta Ezra.

"Kau mungkin akan membenciku setelah tahu."

"Tidak akan."

"Bagaimana kau yakin?" Keyakinan Ezra mengejutkan gadis itu. Dia saja begitu tidak yakin pada dirinya. Jadi bagaimana Ezra bisa sangat yakin seperti itu.

"Karena posisimu di hatiku sangat penting, Key. Kau tidak akan bisa membuat aku membencimu. Setidaknya kau harus berusaha lebih keras."

Entah apa maksud Ezra dengan posisi Keyra. Mungkin karena Keyra adalah keponakan kesayangannya.

"Maka ini akan menjadi usaha terbaik. Jam tangan ini bukan ayahku yang membuatnya. Bukan dia yang mendesain. Akulah yang membuatnya. Ayah hanya membiarkan aku melihat jam tangannya dan aku membuatnya. Ada beberapa hal yang tidak bisa aku tiru tapi kau tidak menyadarinya karena terlalu bahagia."

"Desain yang sangat bagus. Aku menyukainya."

"Apa?"

"Kata siapa aku tidak menyadarinya. Bahkan hanya sekilas mata saja aku tahu kalau itu adalah hasil kerja tanganmu. Jam yang indah. Aku menyukainya. Lebih menyukainya karena itu darimu."

Dan bungkamlah gadis itu. jadi Ezra selama ini tahu? Bagaimana begitu mudah bagi pria itu menyukainya dan melupakan inginnya pada apa yang begitu awalnya dia sukai. Dia tidak mengerti lagi.

***

Kiss With My Uncle | Sin #3 ✓ TAMATWhere stories live. Discover now