Chapter 5

19.9K 504 7
                                    

Keyra sudah akan masuk ke dalam perpustakaan dekat dengan kampusnya. Harusnya juga ada di dalam kampusnya namun dia ingin ke sini karena di tempat ini lebih banyak bukunya. Lebih lengkap. Dia juga tidak mengatakan pada Ezra di mana dia berada. Biar saja pria itu sibuk mencari keberadaannya.

Tapi pintu tidak sempat dia buka. Tangan lain telah membantunya membuka pintu kaca tersebut. Keyra mengangkat kepalanya dan menemukan Gandi di sana. Dengan senyuman tipisnya di mana rambut pirangnya begitu berantakan.

"Kau ke sini juga?" tanya Keyra.

"Ada buku yang harus aku cari. Apa yang ingin kau cari?" tanya Gandi.

Mereka berdua sudah masuk ke dalam dan mulai berjalan dengan langkah perlahan. Juga suara yang dikecilkan. Sebab tidak mungkin menjadi gangguan bagi penghuni perpustakaan.

"Sebuah buku filosofi."

Gandi berhenti melangkah. Menatap pada Keyra. "Sungguh?"

Keyra tertawa kecil dan menggeleng. Membuat Gandi hanya bisa menggeleng dengan kebohongan yang hanya setengah hati itu. Jelas Keyra tidak bisa berbohong dengan cukup baik.

Namun bahagia di wajah gadis itu juga menjadi sebab detak di dadanya berdentum dengan keras. Harusnya Keyra tidak pernah mempertanyakan perasaan Gandi. Harusnya juga Keyra sadar kalau ada alasan yang sangat masuk akal kenapa Gandi bisa mencintainya dengan begitu keterlaluan.

Alasannya adalah diri Keyra sendiri. Bagaimana dia bersikap juga bagaimana dia breaksi pada apa yang dilakukan Gandi. Bagaimana responnya pada hadir Gandi. Semua itu menjadi alasan yang sangat masuk akal untuk tetap jatuh cinta dan menahan perasaan itu cukup lama di hatinya.

Gandi hanya berharap suatu hari nanti Keyra akan sadar kalau tidak ada lelaki lain yang bisa mencintanya. Seperti Gandi mencintainya. Tidak akan ada cinta yang bisa dibandingkan dengan cinta Gandi terhadapnya.

Lain kali. Akan selalu ada kalinya nanti dan itu menjadi keyakinan muktamat dalam diri Gandi.

Mereka mulai menelusuri setiap rak buku. Sibuk tenggelam dalam pencariannya dengan banyak buku yang sudah berada dalam sentuhan Keyra. Melihat sampulnya juga menarik salah satu buku dan membaca bagian belakang sampulnya.

Ada yang membuat dia mengerut. Tertawa. Juga tercengang. Seluruh ekspresi itu dilihat dengan seksama oleh pria dengan mata grey di kejauhan sana. Memberikan perhatian penuh pada bagaimana gadis itu dalam menilai buku hanya dari luarnya.

Banyak ekspresi luar biasa yang dia temukan dalam satu kali pandangan. Segalanya menjadi hal terindah untuk dilihat juga dikenang. Jika itu memang bisa menjadi kenangan.

"Bagaimana dengan ini?" tanya Gandi datang mendekat pada Keyra.

Gadis itu melepaskan buku yang ada di dalam genggamannya. Meletakkan kembali buku bersampul hitam itu ke rak. Lalu dia mengalihkan tatapan ke buku yang diperlihatkan Gandi.

Dia mengambil buku itu dan melihat bagian belakangnya. Membacanya sejenak dan mengangguk setelahnya.

"Bagus," pujinya terhadap buku.

"Kau suka. Aku suka."

Keyra memandang Gandi dengan menahan ringisan. Jelas dia sudah menebak kalau Gandi akan mengatakan itu. Sayangnya dia tetap bisa terkejut dengan kalimat yang kerap Gandi gunakan untuk berbicara padanya.

"Kau yakin?" tanya Keyra.

"Tentu saja." Penuh percaya diri Gandi berujar. "Kau tidak ingat kita memiliki kesamaan terhadap segala hal?"

Keyra mengingat dan memang banyak. Pada musik. Juga terhadap hobi satu sama lain. Keyra tidak pernah merasa Gandi mengikuti dirinya. Segalanya memang terjadi begitu saja. Gandi seolah menjadi dirinya dalam setiap hal.

"Kau benar," beritahu Keyra.

Gandi mengedip dan segera membawa buku itu ke tangannya. Dia sudah mendapatkan satu.

"Kau menemukan yang kau cari?" tanya Gandi.

Keyra menggeleng. "Belum. Kau hanya ingin satu buku itu?"

"Aku bisa menemanimu. Santai saja."

"Tidak. Aku tidak ingin mengambil banyak waktumu, Gandi. Kau bisa pergi lebih dulu. Aku akan tinggal di sini lebih lama."

Gandi mendekat. Lebih dekat hingga Keyra rasanya ingin mundur. Dia tidak bisa bertahan dengan kedekatakan yang lebih banyak. Seperti yang kerap ditawarkan Gandi padanya.

"Bukankah sudah kukatakan kalau waktuku hanya milikmu, Key. Jangan ragu untuk mengambil seberapa banyak yang kau inginkan."

Keyra hanya tersenyum dengan canggung. Tidak yakin harus mengatakan apa dalam keputusan Gandi mengatakan hal yang tidak akan membuat mereka nyaman seperti ini. Atau membuat Keyra nyaman karena jelas hanya Keyra yang bisa tidak nyaman pada kedekatan maupun suara Gandi.

"Baiknya aku cari buku yang aku inginkan dulu." Keyra segera mengambil langkah dan siap melewati Gandi. Dia berjalan untuk datang ke lorong lain pada perpustakaan itu. Sayangnya dia terhenti dengan buruk sebab pria itu yang berdiri di depannya.

"Kau mengejutkan aku!" serunya. Lupa di mana dia berada.

Semua orang menatap padanya dan Keyra yang menyadari hal itu segera memutar tubuh untuk menggumamkan maaf kepada semua orang. Dia sungguh bersalah. Sayangnya tidak dengan pria yang berdiri di depannya yang masih tampak santai di sana.

"Apa yang kau lakukan di sini, Ezra?" tanya Keyra dengan tatapan kejam.

Ezra menatap jam tangannya. Lalu memperlihatkan jam tangan mahal itu pada Keyra yang hanya menatap sekilas karena tidak berminat sama sekali untuk melihat lebih lama.

"Sudah waktunya aku datang menjemput."

"Aku di perpustakaan. Kau siap menunggu?"

"Selama apapun itu." Ezra mengedipkan matanya dengan lagak biasa tapi mampu membuat Keyra tidak bisa mengendalikan jantungnya.

Harus ada yang mengatakan pada Ezra agar tidak memakai pesonanya di saat yang terlalu tepat seperti ini. Keyra bisa kehilangan detakan pada jantungnya sendiri.

Seperti dia kehilangan hatinya terhadap pamannya sendiri.

"Key," panggilan hadir di belakang Keyra.

Gadis itu lupa kalau dia di sini tidak sendiri. Ada Gandi bersamanya dan harusnya dia tidak lupa.

"Gandi, kenalkan, ini pamanku, Ezra Chase."

"Hai, aku Gandi." Gandi mengulurkan tangannya. Ezra menjabat dengan pasti.

"Ezra. Kau adalah..." Ezra sengaja membuat suaranya tidak selesai. Lalu dia melanjutkan dengan segera. "Kekasih keponakanku." Tebaknya dengan buruk.

Keyra memukul dada Ezra dengan keras. Membuat pria itu menahan batuk di tenggorokannya. Mata biru Keyra hampir bisa membakar Ezra kalau tatapan memang sungguh bisa membakar orang.

Gandi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Semakin membuat berantakan pada rambutnya. "Sayangnya tidak. Kami teman."

"Sayangnya?" beo Ezra.

"Aku berharap dia akan menerimaku tahun ini," jujur Gandi.

Keyra menatap Gandi tidak percaya. "Hentikan, Gandi. Kalian bicara saja berdua. Aku akan mencari buku sendiri."

Segera Keyra melangkah meninggalkan dua lelaki itu. Dia sungguh tidak suka ada pertemuan antara pria yang dia cintai dan pemuda yang mencintainya. Sungguh itu bukan pengalaman yang dia sukai.

"Dia malu," bisik Ezra pada Gandi.

"Aku mendengarnya, Ezra. Stop!"

"Paman. Panggil aku seperti itu. sopanlah sedikit."

Dan Keyra sukses mengabaikan itu semua. Dia tidak akan pernah sudi menyebut Ezra seperti itu.

***

Kiss With My Uncle | Sin #3 ✓ TAMATWhere stories live. Discover now