02. Hari yang Buruk untuk Masa yang Baru

400 206 240
                                    

"Hal terbodoh yang pernah ku lakukan adalah mencari tahu sosok mu yang sudah benar ku lupakan."

'Hari yang buruk, untuk masa yang baru' sepertinya akan menjadi judul yang cocok untuk menggambarkan bagaimana kacaunya hari pertama ku sebagai siswi SMA.

Teori 'firasat buruk bisa jadi kenyataan' ternyata memang benar adanya. Pantas sejak pagi rasanya enggan melakukan apapun. Rupanya karena hal ini.

Untunglah perihal tidak pergi les sudah terselesaikan dengan baik. Pilihan tepat untuk jiwa yang memang tak niat. Agaknya musabahan -sambil rebahan- diiringi lagu ballad saat di rumah nanti akan menjadi penutup ter-epik untuk hari seninku yang pelik.

Sementara itu, dalam perjalanan ke halte bus sekolah, ini kali keduanya benda kecil berbentuk persegi itu ku keluarkan dari saku cardigan. Bermaksud melihat kembali daftar kegiatan yang telah ku tuliskan tadi pagi -sebelum berangkat ke sekolah- pada note ponsel.

List of activities today:
1. Cari temen baru
2. Pulang bareng kak Rizky ❌
3. Beli donat madu deket sekolah ❌

Lantas memberi emoticon silang pada list ketiga.

Cih, padahal tadi pagi masih buka!

Ah, disaat seperti ini, kata 'Closed' di depan jendela seakan memiliki black magic yang ajaibnya menghunus tepat disini, di ulu hati. Nyesek bukan main!

Demi apapun, aku bersumpah akan menjadi adik yang baik untuk kak Rizky -dalam satu hari- jika ada satuuuuuu saja hal yang berjalan lancar hari ini. Dua lembar uang yang tersisa di dompetku ini lah jaminannya!

Meskipun embel-embel uang dua belas ribu terdengar kurang ajar, aku tetap memohon. Barangkali Tuhan tengah iba melihatku. Menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada, lantas meng-amin-kannya secara khusyuk.

"Aamiin paling serius... !!!" Batinku.

Dan setelahnya ... "Hehehehe ... Hehe - he ... he." Menertawakan nasib.

"Udah gila gue." Dengan lunglai jemariku pun kembali bergerak di atas layar ponsel.

1. Cari temen baru ❌

Emoticon serupa pun terpapar pada list terakhir yang tersisa hari ini.

Jelas ini lebih parah dibandingkan tutupnya toko donat "Don't Natter Honey".

Jangankan teman baru, teman lama saja berlalu. Berbeda dengan bagaimana sulitnya mempertahankan, ternyata semudah itu membuat perpisahan.

Alih-alih mendapat jawaban dari tanda tanya yang tertancap di kepala, yang ku dapat sampai saat ini hanyalah keputus-asaan. Tidak dari Dea. Tidak juga dari Dirga. Karena bodohnya aku bahkan lupa untuk bertanya pada laki-laki tunanetra itu. Yah, kadang aku bertanya-tanya, mungkin diriku ini sebenarnya adalah seorang nenek-nenek berusia 100 tahun yang bersemayam di tubuh remaja 16 tahun --saking pelupanya.

Ah, bicara soal Dea, aku jadi teringat pembahasan kami saat masuk pelajaran ke-3 tadi.

Lebih tepatnya enam menit setelah bel berbunyi. Saat itu, dengan tanpa tahu malunya aku mendudukkan diri di kursi kosong sebelah kiri gadis itu, yang merupakan tempat dudukku.

IS NOTHING | NDR [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang