Part 12

1.5K 118 7
                                    

Satu hari menjelang pertemuan dengan ibu Vano, Kirana merasa gelisah, yang dia pikirkan adalah... Bagaimana jika Alex akan berbuat nekat?
Apalagi akhir-akhir ini situasi aman dan terkendali, tidak ada gangguan dari Alex selain kiriman bunga yang datang setiap hari. Namun, itu justru membuat Kirana semakin cemas.

Hufh. Fokus Kirana! Tidak akan terjadi apa pun. Kamu hanya harus melakukannya. Semangat!

Kirana menyemangati dirinya sendiri dalam hati.

"Kirana... Kamu sudah selesai?" tanya Vano, dia sudah menunggu Kirana sejak tadi, hanya untuk makan siang bersama.

"Sebentar lagi, Pak Vano."

Vano berdecak tak sabar, "Oh ayolah! aku gak akan potong gaji kamu kalau itu belum selesai semua. Jam makan siang akan habis nanti."

Kirana tertawa geli melihat reaksi Vano yang berwajah kesal.
"Hei, itu namanya Nepotisme." Ia pun mulai membereskan kembali segala peralatannya. Lalu mencuci tangan dengan hand sanitizer.

"Baiklah, aku datang."

Vano tersenyum lebar, sebelum turun ke bawah ia meraih pinggang Kirana, dan memeluknya.

"Apa ini?"

"Sebentar saja. Aku ingin memeluk kamu." ucap Vano lirih.

Jika besok pertemuan berjalan lancar, maka mereka akan melakukan pernikahan dalam waktu dekat. Vano merasa jantungnya terus berdebar. Rasa cintanya pada Kirana kian membuncah. Ia tidak sabar untuk menjadikan wanita itu miliknya.

Beberapa hari ini, ia selalu bermimpi buruk. Takut akan kehadiran Alex. Bukan tanpa alasan, Vano sangat paham bagaimana sifat teman lamanya itu.
Apalagi Kirana sudah bertemu dengan  Putri, dan mengetahui kalau keduanya sudah bercerai. Rasa takut itu semakin bertambah.

"Aku akan membelikanmu beberapa pakaian hari ini. Untuk pertemuan besok. Bagaimana?" tanya Vano, ketika ia melonggarkan pelukannya.

"Apa pakaianku jelek?"

"Bukan begitu, kamu cantik memakai pakaian apa pun. Aku hanya ingin memberikan sesuatu. Ya?"

Kirana menghela napas, "Baiklah." dia mengalah, toh selama tinggal kembali di Jakarta, ia belum pernah membeli baju baru lagi.
Bukan tidak mampu, tetapi tidak sempat berpikir ke arah sana.
Kehidupannya terlalu berpusat pada Danish, sampai melupakan diri sendiri.

Akhirnya mereka pergi untuk makan siang. Setelah mengisi perut, Vano mengajak Kirana membeli sebuah dress. Sebenarnya bisa saja, ia memberikan dress dari butik sendiri.
Namun Vano takut kalau pegawai lain akan merasa iri pada Kirana. Dia menjaga hal itu, agar wanitanya merasa nyaman bekerja di butik.

Pilihan Vano jatuh pada sebuah dress selutut, dengan lengan panjang berwarna marun. Warna dress itu sangat kontras dengan kulit Kirana yang putih bagai pualam.

"Apa ini bagus?" tanya Kirana.

"Kamu sangat-- cantik." Vano berkata dengan sedikit gugup.

Wajah Kirana merona. Ia tersenyum kecil mendengar pujian dari pria yang beberapa hari ini mampu membuatnya merasakan kebahagiaan.

Setelah itu, gaun di pilih dan di bayar oleh Vano. Sekarang tujuan mereka adalah salon, Vano ingin Kirana memanjakan dirinya di sana.

"Apa ini perlu?" Kirana ragu.

"Tentu. Biar kamu lebih rileks. Selama ini kamu sibuk bekerja. Percayalah, setelah ini tubuh kamu akan lebih ringan dan nyaman."

Kirana menatap Vano, "Bagaimana dengan kamu?"

KIRANAOnde histórias criam vida. Descubra agora