Bagian 19 - Painkiller

Începe de la început
                                    

Matanya membulat sempurna, setelah knop pintu itu sudah rusak dibuatnya. Pria itu melengserkan pecahan-pecahan kaca yang menggeletak bebas di bawah kakinya. Tanpa sadar, remahan kaca itu sudah meninggalkan bekas pada bagian siku dan lututnya wanita yang tergeletak dibawah sana hingga mengeluarkan percikan air merah yang jatuhnya tak banyak. Rintihan kesakitan dari pecahan gelas kaca itu bukan apa apa baginya, dibanding rasa sakit yang datangnya tanpa permisi di pertengahan malamnya si bulan bersinar.

"sakit .."

"Jef.. dada aku sakit lagi" rintihnya.

Jefry mengangkat tubuh lemah wanita itu yang masih menyatu dengan pecahan kacanya yang sisa cairan itu menetes ─kemudian menempel ke jaket jeans yang masih dikenakannya.

Jefry berusaha berlari mencari kotak obat disana, walaupun sebenarnya Jefry tidak tau dimana letak kotak P3K itu, namun ada satu hal yang harus ia pastikan, Kejora harus baik-baik saja sekarang.

Kejora menggeleng penuh, kepalanya pening, sangat. Kejora menggeretkan kedua kakinya pada bagian ujung kasur. Desak dadanya tak tertahan, sakit, sesak, semua terasa penuh dan ingin membuncah keluar dari segala isinya.

"Jef"

Kejora berhasil meraih kedua tangan dingin yang sedang terburu buru mencarikan obat yang bahkan ia sendiri belum tau obat apa yang akan diberikan untuk Kejora mengenai rasa sakitnya.

"Jef, please.."

"Ini nggak benar," katanya pasrah.

"Aku nggak akan bisa sembuh pakai obat apapun,"

"Sekalipun itu obat penawar rasa sakit yang punya dosis tinggi" imbuhnya.

Napasnya tersengal dan cara bicaranya terbata. Sesaknya sudah semakin meluluh lantahkan tubuh lemahnya dan hampir runtuh saat itu juga. Jefry berencana membawa Kejora ke rumah sakit tengah malam itu juga. Namun Kejora menolaknya keras dan terus berkata.

"Aku sudah bilang! Dokter gak bisa menyembuhkan ini Jef!"

Jefry membawa tubuh Kejora sigap dengan peluknya. Menempel dengan lekat tubuhnya dengan milik Kejora. Denyut jantung gadis itu sangat terasa sekarang. Mengalir tidak wajar, Jefry merasa tersengat ketika tubuhnya menjadi satu dengan milik Kejora. Badan gadis itu bergetar hebat dan Jefry harus terus menyeka peluh yang membanjir di kening Kejora.

Jefry pernah belajar sedikit tentang rasa panik yang berlebihan atau rasa takut yang menjalar tak karuan, ketika hal yang ditakutkan itu nyatanya memang tidak ada.

"Biarkan dia mengalir, kalau dia mau menunjukan ingatan lamanya, biarkan terus mengalir. Jangan ditahan" Jefry mencoba untuk tidak membuat Kejora terus merasakan sakitnya yang amat.

"Nggak semua kenangan itu buruk. Kamu pasti punya kenangan bahagia saat itu juga,"

"pertama tama yang harus kamu lakukan, kamu harus ikhlas ─jika orang di masa lalu itu adalah kamu. Kamu harus memaafkan diri kamu sendiri lebih dulu"

Kejora mendengarkan. Tarikan nafas itu sudah dilakukannya sedari tadi. Semua saran yang Jefry beri ─ia simpan. Kejora mencoba untuk melepas ingatan lamanya yang begitu menyakitkan.

Anehnya, dia tidak ingat tentang apapun sama sekali. Hanya meninggalkan rasa sakit yang mendalam dan kelewat luar biasa. Kejora melihat dirinya sendiri sedang menangis di suatu ruangan gelap yang menutup sisinya di segala tempat.

Pantulan cahaya kecil yang selalu menyapanya di dalam tidur kelamnya membentuk sebuah siluet. Suatu bayang yang tak berbentuk. Lama kelamaan, bayang samar-samar itu membentuk geraknya. Bentuk rambutnya rapih, dua tangan yang berusaha mengayun ke depan dan ke belakang, serta kakinya yang mencoba meraih ia dan tempatnya menangis sekarang.

SIR | DoyoungUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum