"Sorry!" Thalia merasa bersalah sampai cairan bening tak terasa membasahi pipi mulusnya.

"Ck, kenapa Lo malah nangis sih? Gue kan disini mau hibur Lo."

"Gue terharu, padahal tadi gue kesel sama lo yang banyak tanya," kata Thalia jujur.

"Jangan nangis lagi Tha, pengunjung disini banyak yang ngeliatin kita." Kevin mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan benar saja beberapa pasang mata mengarah menatap mereka berdua.

"Ah iya maaf." Thalia menunduk, buru-buru mengelap cairan bening yang masih tersisa di kedua pipi mulusnya.

Kevin tersenyum menatap Thalia yang berada tepat di depannya. Itu. "Udah ah ayo jalan, kita keliling mall. Udah lama kan lo nggak keliling mall dengan bebas? Sibuk mulu main games sih."

Kepala Thalia terangkat langsung, ia tersenyum senang. "Gue tiba-tiba jadi pengen ke bioskop tapi lo yang bayarin tiket nya ya."

"Siap lah. Apapun buat sahabat gue yang lagi galau," ucap Kevin sambil mengacak gemas rambut Thalia.

Merasa tak terima Thalia cemberut. "Enak aja galau, gue nggak selemah itu ya. Apaan ini rambut gue jadi berantakan kan."

Kevin terkekeh melihat tingkah Thalia ini. "Aduh adek gue yang paling cantik jangan cemberut gitu dong nanti cantiknya ilang loh."

Bagi Kevin, Thalia adalah adik yang harus ia jaga. Meskipun usia keduanya hanya terpaut beberapa bulan, tapi Kevin tetap beranggapan bahwa Thalia adalah gadis kecil yang harus ia perhatikan. Tentang cintanya yang pernah Thalia tolak itu sudah tak ia pikirkan lagi, sekarang ia sudah menemukan cintanya yang baru.

Tak ada dendam bagi Kevin karena sudah di tolak, baginya Thalia sudah menjadi bagian dari keluarganya. Pertemuan pertama dengan Thalia di masa MOPD SMP adalah takdir yang menjadikan mereka dekat.

Lagi pula pada saat itu perasaan Kevin untuk Thalia sebenarnya masih ragu, entah itu perasaan sayang kepada lawan jenis atau hanya sebatas sahabat dan Kevin hanya ingin membuktikannya.

Setelah mengucapkannya hati Kevin merasa lega dan anehnya ia tidak marah ataupun sakit hati dengan penolakan itu, Kevin malah terkekeh yang justru membuat Thalia saat itu mengernyit heran. Dari situ ia sadar mungkin perasaannya untuk Thalia hanya sekedar sayang terhadap sahabat dan sudah ia anggap sebagai adiknya.

Ketika Thalia mengatakan apa yang membuat Kevin tertawa, ia berkata. "Nggak apa-apa, gue sayang lo sebagai sahabat dan adek gue."

"Ish Vin apaan coba, kok lo juga malah ngelamun sih? Malu di liatin nih. Ayo pergi!"

Kevin tersadar dari lamunan tentang awal kedekatan mereka bermula. "Iya-iya sabar," ucap Kevin tersenyum.

Thalia pun menarik tangan Kevin keluar dari Sturbucks dan langsung memasuki mall yang berada di sampingnya.

Di pertengahan jalan Thalia terpikirkan suatu hal yang apakah harus ia tanyakan atau tidak, rasa penasaran semakin menjadi dan akhirnya ia pun memberanikan bertanya "Gue mau tanya boleh?"

"Tanya aja," kata Kevin santai.

Tiba-tiba saja perasaan gugup menyerangnya, ia jadi kembali ragu menanyakan tapi ia coba untuk bertanya. "Emm, sebenarnya lo sama Miya udah pacaran belum sih? Yang gue liat makin kesini kalian makin deket dan makin manis aja, wkwk."

Mendengar pertanyaan itu langkah Kevin tiba-tiba terhenti yang otomatis membuat Thalia pun berhenti melangkah juga. Kevin melirik ke arah Thalia dan memandangnya.

"Ngapain sih ngeliatin gue nya gitu amat," jujur Thalia sedikit gugup, tatapan Kevin tak bisa ia baca.

Badan Kevin berbalik menjadi berhadapan dengan Thalia. "Dengerin gue. Kalau gue jadian sama Miya, orang pertama yang gue kasih tau pasti lo."

"Jadi sekarang kalian belum jadian gitu?" Pertanyaan bodoh yang jelas-jelas sudah ada jawabannya justru Thalia lontarkan begitu saja.

"Tha, gue nggak mungkin jadi sahabat yang bahagia di atas penderitaan sahabatnya sendiri."

"Maksud lo?"

Tangan Kevin mencengkeram pelan kedua bahu Thalia. "Gue nggak akan jadian sama Miya sebelum masalah lo selesai."

"Apa hubungannya sama gue?"

"Thalia, sekarang lo lagi jadi incerannya Leon dan hubungan lo sama Jhonson lagi nggak baik. Lagian gue sama Miya udah berkomitmen kok."

"Jangan gitu Vin, gue nggak apa-apa. Kalian bahagia gue juga ikut bahagia."

"Begitupun gue sama Miya. Lo bahagia, kita juga bahagia. Gue mau kita semua bahagia, jadi lo nggak usah khawatir soal gue sama Miya."

"Tapi lo sama Miya kan-"

"Belum waktunya aja, meskipun gue nembak Miya sekarang gue nggak yakin cewek itu bakalan nerima gue. Gue tahu sesayang apa dia sama lo. Sekarang lo adalah prioritas kami semua, kita selesaikan masalah ini dulu bareng-bareng, kita hadapi sama-sama."

Kevin terus berbicara pelan-pelan agar Thalia bisa memahami kondisi dan situasi yang sedang terjadi saat ini.

"Kalau kayak gitu apa gue keliatan egois?" tanya Thalia sedikit gugup.

"Nggak sama sekali dan lo jangan pernah berfikir kayak gitu."

Entah kenapa Thalia terus saja berfikir bahwa semua itu di akibatkan olehnya, oleh masalahnya.

"Jangan sakitin sahabat gue ya!" pinta Thalia.

"Ck, apa gue bukan sahabat lo juga?" tanya Kevin sedikit sinis.

"Ah iya ya," kata Thalia sambil mengusap kepalanya sendiri dan melirik ke arah kanan. "Pokoknya kalian jangan saling menyakiti," tukasnya tegas.

"Siap, gue harap kita semua bakalan bahagia dan tak ada yang saling menyikiti. Itu do'a gue." Diakhiri senyuman Kevin berharap semuanya baik-baik saja.

Thalia mengangguk sebagai respon. "Emm, nontonnya jadi kan?"

"Jadi dong!" jawab Kevin seraya merangkul bahu Thalia.

Hal seperti ini yang Thalia butuhkan, dimana ada seseorang yang siap menemaninya dalam kondisi apapun, menghibur dirinya dengan cara apapun, cukup seperti ini pun Thalia sudah merasa sangat bahagia.

Baginya sahabat yang selalu ada di saat kondisi kita sedang terpuruk adalah yang terbaik, tidak hanya ikut bahagia disaat kita berbahagia, tapi menghibur disaat kita terpuruk juga.

Kevin dan Miya, sahabat yang hampir selama 6 tahun menemaninya walaupun Thalia dan Kevin sempat berpisah dan hanya bisa berkomunikasi lewat ponsel saja namun takdir mempertemukan mereka kembali dan juga ditambah Lolita yang menjadi warna tersendiri bagi persahabatan mereka.

Mungkin pengunjung mall yang melihat interaksi mereka saat ini berfikir bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Begitupun dengan sepasang mata yang sedari dari tadi memperhatikan mereka berdua secara intens.

Dibalik topi hitam yang sedikit menutupinya, tatapan tajam masih terlihat dan terarah menuju Thalia dan Kevin yang sudah naik ke lantai dua. Pemuda itu tak sadar mengepalkan kedua tangannya, lalu tak lama memilih melangkah keluar meninggalkan mall dan kedua orang yang menjadi pusat perhatiannya.

*****

Terimakasih sudah membaca cerita ini, bagaimana part 34 dari cerita ini? Aku mau tau dong tanggapan kalian gimana, hehe. Kasih tau juga ya kalau ada typo, maklum ini nulisnya ngebut, wkwk

Jangan lupa vote dan komentarnya ya teman-teman supaya aku lebih semangat nulisnya 😊 ⭐📲

-Anya❤️

Gamers Couple [Slow Update]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora