Vodka •Severus Snape•

1.7K 147 14
                                    

Seorang gadis sedang duduk termenung di sebuah kursi bar. Tak ada yang tahu, bahwa ia masih terlalu dini untuk berada di tempat terkutuk di dunia itu. Ia menuangkan kembali sebotol vodka ke gelasnya, lalu menyesapnya kasar. Kepalanya mulai terasa pening saat dua botol besar vodka sudah terlanjur memenuhi badannya.

Ia memanggil bartender bar kembali, "Satu lagi!" unjuknya bersuara parau.

Jika kalian bertanya mengapa ia berada disini, tentu saja ia hanya ingin menyelesaikan masalah yang di deritanya. Walaupun hanya terselesaikan di dalam kepalanya, tidak dalam kenyataannya. Ia hanya ingin sedikit melupakan hal tersebut, dunia terlalu kejam untuk dirinya.

Sangat klasik bukan? Manusia memang seperti itu. Selalu kecewa dengan keputusan Tuhan, yang menurutnya tidak sejalan dengan keinginannya. Termasuk dirinya sendiri. Ia tidak tahu, bahwa Tuhan mempunyai caranya tersendiri untuk hidup dirinya dan umatnya. Jalan yang menurut semua orang tidak pernah baik, tapi Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk mereka.

Namanya Lexa, kurang satu tahun untuk berumur tujuh belas. Penyihir berdarah campuran. Ibunya penyihir, sedangkan ayahnya Muggle. Ia tinggal bersama ibunya, dan ayah tiri Pureblood nya. Ayahnya meninggalkan dirinya dan ibunya saat tahu, ibunya adalah seorang penyihir. Ia tidak tahu lebih jelasnya seperti apa, dan ia tidak peduli oleh apapun alasan ayah tidak bertanggung jawab karena telah meninggalkan dirinya.

Sejujurnya hidupnya baik baik saja bersama ibunya. Tapi tidak saat ayah tirinya datang, menikahi ibunya. Lexa benar benar membenci pria itu. Ia benar benar iblis bertopeng malaikat. Di depan ibunya, ia akan bersikap bagai seorang ayah yang sangat bijaksana dan baik hati. Tapi saat ibunya tidak ada dirumah, ia benar benar bastard. Ia menjadikan dirinya pemuas sex nya. Jika Lexa menolak, ia akan terus terusan disiksa oleh mantra Crucio. Ya, pria itu adalah seorang Pelahap Maut, maka tidak heran jika ia bisa leluasa menggunakannya mantra itu. Bahkan jika ia melemparkan Avada Kedavra pada dirinya, sungguh itu bukan apa apa.

Ia tersadar oleh pikirannya saat seorang bartender muda kembali memberikan nya sebotol vodka. Ia mengucapkan terima kasih. Lalu menuangkan kembali vodka tersebut ke gelasnya.

Kalau di fikir fikir, hidupnya memang menyedihkan. Setiap malam, ia akan selau berakhir di club. Pulang dalam keadaan mabuk itu jauh lebih baik. Karena ia tidak akan merasa sakit, jika ibu atau ayah bastard nya itu melemparkan mantra kutukan untuk dirinya.

Ia menyesapkan kembali vodka nya. Mengambil sebatang rokok dari sakunya, menyalakan pemantik dan mulai menyesap barang haram tersebut. Ia terlalu larut dalam dunianya, sampai sampai ia tidak menyadari seorang pria dewasa yang dikenalnya sudah duduk tepat di sampingnya. Memperhatikan dirinya sedari tadi.

"Vodka tolong!" teriaknya dengan suara khas, kepada bartender.

Lexa sedikit tersentak, suara itu terasa familiar di telinganya. Ia memutar kepalanya kesamping. Dan kemudian terlonjak kaget, menahan nafasnya.

Severus Snape. Guru Ramuan Hogwarts. Kepala Asrama Slytherin.

Ya. Pria itu berada tepat di sampingnya. Apa yang dilakukannya di bar muggle ini?

Ia mencoba menetralkan raut wajahnya, berusaha tidak peduli. Atau pura pura tidak mengenalnya. Tapi mungkin itu terasa sedikit susah. Ia menyembunyikan sedikit wajahnya dibalik tudung hoodienya.

"Well, tiga botol vodka oleh gadis berusia enam belas tahun. Apakah itu terlalu biasa disini?" ujarnya.

Lexa berusaha acuh tak acuh, ia seakan tuli oleh ucapan pria disamping nya. Lagipula ini musim panas, ia tidak berhak mengatur dirinya, dan tidak jika tidak di Hogwarts.

Harry Potter Characters -One Shots.Where stories live. Discover now