1

125 18 12
                                    

"Aku sayang sama kamu."

Kalan yang sedang merapihkan beberapa buku catatan di hadapannya menoleh sejenak mendengar itu "Kamu gak pulang? Saya antar kalau mau."

Bella memberenggut kesal "Kamu tuh kenapa sih gak pernah mau bales perasaan aku? Apa kamu emang gak punya perasaan ya? Iya?"

"Kamu mau saya antar pulang atau enggak? Daripada kamu pulang sendiri, bahaya."

"Yaudah! Kamu maksa aku, jadi aku iyain." balas Bella ketus yang langsung berjalan pergi setelahnya. Kalan menghela napas panjang. Salah satu murid di kelas pagi yang diajarkannya itu terkadang sering bicara berlebihan padanya.

Termasuk tentang perasaannya barusan. Mungkin cuman mau bilang aja, batinnya menenangkan. Karena sejujurnya ia cukup terkejut mendengarnya, meski Bella sudah mengatakan hal itu berkali-kali padanya selama dua minggu terakhir.

Dimulai saat ia membantu gadis itu menyusun makalah akhir semester di ruang dosen. Sepucuk surat beraroma sandalwood, tergeletak manis di atas meja kerjanya. Ia terdiam, memandangi surat yang ia kira dikirim oleh sahabat jauhnya, yang ternyata diberikan oleh Bella.

Seorang dosen lain yang mengatakan padanya mengenai hal itu.

Lalu Kalan membukanya. Dan ya, ia terpaku.

Karena begini isi suratnya,

Kalan, aku suka kamu :)

Kalan terdiam. Usianya yang sudah menginjak kepala tiga seharusnya membuat ia tidak perlu sekaget itu saat membaca kata-kata picisan dari salah satu muridnya. Hanya saja,
Bella itu berbeda. Sabella Sanjaya namanya. Jika kalian bertanya-tanya mengapa Bella tidak menggunakan embel-embel 'Sir' di dalam suratnya, tanyakan langsung pada Bella, karena ia sendiri tidak tahu apa alasannya.

Yang jelas, Bella itu berbeda.

"Kamu jadi mau anter aku apa gak sih? Aku udah nungguin sepuluh menit di luar, tapi kamu malah bengong disini." suara protesan nyaring seorang wanita, mwmbuyarkan lamunan sementara Kalan. Ia menoleh, dan mengangguk. Memasukkan sisa buku catatan di tangannya dan berjalan keluar. Menyusul Bella yang dengan sengaja menunggunya di ambang pintu.

Lalu gadis itu menggaet tangannya erat.

"Bella, kamu tahu kan ini—"

"Diem. Aku gak minta kamu buka mulut " Kalan berdecak pelan. Menghentikan langkahnya dan melepas sebelah tangan Bella yang tertaut pada lengannya, "Saya gak mau kalau nantinya ada masalah sama kamu karena ini. Ya?"

"Bilang aja kamu gamau dipegang. Dasar Aneh."

"Bella,"

"Ya udah, aku jalan sendiri aja." tandas Bella kesal yang langsung berjalan pergi. Lagi-lagi, Kalan hanya bisa menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya pasrah.

Gadis pemaksa.

*

"Aku suka banget deh sama buburnya. Kamu kok tahu sih aku suka makan bubur? Kamu juga suka makan bubur? Nanti kalo kita tinggal bareng, aku bakalan masakkin banyak bubur buat kita makan bareng. Gimana?"

Kalan membelokkan mobilnya masuk ke jalan tol sementara Bella asyik mengoceh seperti burung beo yang baru diajar berbicara. Gadis itu terus
menanyakam banyak hal padanya sampai-sampai membuatnya bingung karena tidak tahu harus menjawab pertanyaan yang mana. Baru saja ia menemukan jawaban pertanyaan pertama, Bella sudah menanyakan lima pertanyaan lain padanya. Tapi nampaknya gadis itu juga tidak masalah jika tidak mendengar jawaban darinya, asal sebelah tangannya selalu berada di atas kepalanya. Mengusap-usap kepalanya dan memainkan rambutnya dengan gemas.

"Bella,"

"Ya?"

"Saya gak bisa fokus nyetir kalau kamu mainin rambut saya terus."

"Kehadiran aku tuh emang selalu bikin kamu gak fokus ya? Aku tahu kok aku emang se-menarik itu." suara tawa Bella terdengar renyah setelahnya. Kalan tersenyum.

*

Satu jam berlalu untuk mengantarkan Bella tiba di depan rumahnya. Dengan senang hati, Bella turun dari mobil. Langkahnya terlihat ringan seperti anak kecil yang baru pulang dari liburannya.

"Makasih ya udah anterin aku. Kamu mau masuk dulu, atau?"

"Saya langsung pulang aja. Kamu istirahat setelah ini."

"Yaudah kalo gitu. Kamu hati-hati ya." pesan Bella manja yang hanya dibalas anggukan oleh Kalan. Bibir Bella mengerucut melihat itu. Sebelah tangannya menarik satu tangan Kalan dan meletakkannya di atas kepalanya.

"Yang mesra ngomongnya sama aku. Kalo gak, gak aku ijinin pulang." rajuknya tanpa peduli dengan wajah Kalan yang mendadak memerah. Tubuhnya terasa aneh karena itu, dan Kalan tidak menyukainya.

Ia adalah seorang dosen. Yang harusnya disegani oleh muridnya, dan bukannya—

"Kalan,"

Kalan menepuk-nepuk puncak kepala Bella cepat "I—iya, kamu istirahat. Saya pulang dulu." senyum Bella pun kembali, ia mengangguk cerah "Hati-hati ya pulangnya, jangan lupa kabarin aku."

Hanya dengan mengangguk, Kalan mengakhiri perjumpaannya dengan Bella di hari itu. Dan pulang dengan pandangan kosong karena sebuah perasaan yang tidak pernah ia rasakan.

TBC

Gimana tanggapan kalian di bab pertama ini?

Berhubung ini short-story, ceritanya gak akan panjang ya. Jadi kuharap kalian ga bosen bacanyaa

Makasih banyak untuk semua dukungannya :)

WYBM | 20.21Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang