Take 15 🎬 Shooting (2)

Mulai dari awal
                                    

"Siap!"

"Lo mau nggak?" tanya Nilam.

Savanna nyengir. "Mau."

Nilam mendengkus geli. "Tambah lima ribu, Bang."

"Wokeyyy!"

"Jadi gimana nih? Percuma juga, kita nggak bisa ketemu Romeo," ujar Nilam. "Coba deh lo chat dia, siapa tau aja di bales."

Savanna mengangguk. Ia langsung membuka ponselnya dan mengirim pesan pada Romeo. Savanna benar-benar khawatir Romeo jatuh sakit lagi. Meski Dito bilang Romeo sudah diperiksa dokter dan diinfus, tetap saja Romeo tidak bisa dikatakan sembuh. Setidaknya Romeo harus istirahat beberapa hari.

"Gimana?" tanya Nilam lagi sambil memakan telor gulungnya yang sudah jadi. "Aduh panas!"

"Dibales. Kak Dito lagi jalan ke depan. Kita di suruh masuk," ujar Savanna lalu menunjukkan jejak chat-nya dengan Romeo.

 Kita di suruh masuk," ujar Savanna lalu menunjukkan jejak chat-nya dengan Romeo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Savanna!"

Savanna menoleh. "Kak Dito?"

"Bentar," ucap Dito sambil mengatur napasnya yang tersenggal. Ia baru saja berlari karena Romeo menyuruhnya cepat-cepat. "Huhhh. Romeo nyuruh lo masuk."

"Nggak apa-apa emangnya? Nanti kalo ada yang nanya gimana?"

"Udah, gampang itu. Ayo masuk. Ini motor lo? Bawa masuk aja."

Savanna langsung mengikuti Dito masuk ke dalam sekolah itu. Beberapa fans yang menyadari jika Savanna masuk bersama Dito langsung bertanya-tanya. Mereka juga sempat ditanya oleh satpam yang sedang bertugas, namun Dito langsung menjawab jika Savanna adalah adiknya sehingga satpam itu mengizinkan dirinya dan Nilam masuk.

"Keadaan Romeo gimana, Kak?" tanya Savanna pelan.

"Masih kayak semalem. Pusingnya udah berkurang katanya tapi masih agak panas," ujar Dito. "Kalian ngapain ke sini?"

Savanna menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan canggung. "Aku ke sini karena khawatir sama keadaan Romeo. Aku ganggu ya, Kak?"

"Nggak apa-apa asal lo nggak ganggu proses shooting." Dito tersenyum. "Tuh, Romeo lagi take. Lo sama temen lo duduk aja di situ, kalo ada yang nanya, bilang aja lo adik gue," ujarnya begitu mereka sampai di kelas—ruangan yang menjadi tempat untuk istirahat para talent.

Savanna tersenyum. "Makasih, Kak."

"Santai aja. Gue beli minuman dulu."

Gadis itu mengangguk. Melalui kaca jendela, Savanna memperhatikan Romeo yang sedang melakukan take di lapangan bersama Jelita dan beberapa talent lainnya. Savanna tidak begitu mengenal pemain yang lain. Yang Savanna tau, sebagian pemain memang orang luar—bukan artis—yang memang di casting oleh sutradaranya langsung.

"Va," panggil Nilam pelan. "Romeo kelihatan lemes banget ya? Apa cuma perasaan gue aja?"

"Gue juga mikir gitu," ucap Savanna sedih. Seperti kata Nilam, Romeo terlihat lemas ketika melakukan adegan demi adegan sesuai script. Meski wajah Romeo tidak pucat—karena memakai makeup, tetap saja Savanna bisa melihat dari tatapan Romeo.

Sekitar lima belas menit berlalu, scene bagian Romeo sudah selesai. Lelaki itu langsung masuk ke ruangan dimana Savanna dan Nilam sedang menunggu.

"Nunggu lama?" tanya Romeo.

Savanna menggeleng. "Kamu... nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa." Romeo tersenyum tipis lalu mengalihkan tatapannya pada Dito yang baru saja kembali sambil menutup pintu. "Ini... temen kamu?"

"Iya." Savanna melirik Nilam yang hanya diam sambil memandang Romeo tanpa kedip. Jangan lupakan telor gulung dalam plastik transparan yang masih dibawa Nilam. "Namanya Nilam. Dia nemenin aku ke sini. Nggak apa-apa, 'kan? Aku tau kamu sibuk jadi aku nggak akan lama."

"Shooting hari ini sampai sore sih. Pulangnya mau dianter? Aku minta Dito yang anter."

"Nggak usah, aku sama Nilam naik motor." Savanna tersenyum. Meski ia tidak tau Romeo beneran sudah sembuh atau belum, nyatanya melihat Romeo secara langsung saja sudah membuat kekhawatirannya sedikit berkurang.

"Sava?"

"I-iya?"

"Nanti malam bisa datang ke apartemenku?"

"Ya?" Savanna melotot dengan wajah merona. "A-aku? Ke apartemen kamu?"

Romeo mengangguk. "Kalo kamu nggak—"

"Mau kok!" ucap Nilam cepat. "Ma-maksudnya, Savanna pasti mau. Iya kan, Va?"

"Heuh?" Savanna menoleh ke arah Nilam. "I-iya, nanti a-aku dateng."

Romeo tersenyum. "Aku tunggu ya jam tujuh."

Savanna meringis. "I-iya."

Nilam mengulum senyum. Ia menatap Dito sambil mengedipkan matanya beberapa kali. Dito mengernyit tidak paham sambil berucap 'apa' tanpa suara. Nilam beranjak.

"Mau kemana?" tanya Savanna.

"Gue mau beli es cendol dulu di depan. Tunggu ya." Nilam tersenyum lebar. "Ayo Kak Dito!"

"Hah? Gue juga?" Dito menunjuk dirinya sendiri.

Nilam mengangguk sambil mengedipkan matanya. Ia langsung menarik Dito keluar dari ruangan itu lalu menutup pintu. Kini hanya Savanna dan Romeo yang ada di ruangan itu.

"Kamu udah makan?" tanya Romeo.

Savanna membungkam mulutnya lalu menggeleng pelan. Saat ini, Savanna tengah gugup bukan main. Bukan hanya karena sedang berdua dengan Romeo, tapi mereka berada di tempat umum meski di ruangan ini hanya ada dirinya dengan Romeo. Savanna takut ada yang mencurigai mereka karena berduaan saja.

Tepat beberapa detik setelah Romeo bertanya, cegukan—kebiasaan yang sulit dihilangkan ini—langsung muncul, membuat Romeo terkekeh sambil menyugar rambutnya.

"Aku suka deh setiap kali kamu cegukan."

"Hup!" Savanna mengerjapkan matanya. "Huh?"

Romeo tersenyum tipis lalu mengacak pelan puncak kepala Savanna. "Iya, suka, soalnya kamu lucu, bikin gemesin!"

🎬

Mungkin ini akan jadi updatean terakhir Dating Fan, minggu depan nggak janji bisa update karena aku lagi banyak kerjaan naskah, mana badan kurang sehat juga.

Tapi kalo sempat, aku pasti update kok😭

Jangan lupa vote dan komen biar aku semangat🥵

DATING FANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang