16

5K 835 350
                                    

Author POV

"Kok bisa sih kamu mimpiin kejadian yang bener-bener aku sama Jiya alami? Disaat gaada satu orang pun yang kasih tau kamu soal kejadian itu?" Tanya Naya bingung,

Padahal gak ada yang kasih tau Jihoon soal Naya dan Jiya yang nyaris ditabrak orang suruhan papa Somi.

Jihoon duduk di sampingnya, sambil memangku Jiya yang asik mainin rubik. "Mungkin semacam ... Ikatan batin?" Tanyanya,

Naya cuma cengar-cengir denger jawaban Jihoon.

"Nay ... Aku beli rumah baru."

Naya langsung mengubah posisi duduknya jadi menghadap Jihoon, "Buat apa? Rumah ini aja kelewat bagus. Mana gede banget." Ucapnya, dia udah siap ngomelin Jihoon yang bisa-bisanya beli rumah baru padahal rumah mereka sekarang aja udah bagus banget.

"Justru itu ... Rumah ini kegedean. Aku udah beli rumah yang jauh lebih sederhana, dengan halamannya yang gak terlalu luas." Kata Jihoon bikin ekspresi Naya langsung berubah seneng,

"Bagus dong kalo gitu, lokasinya di mana?" Tanya Naya,

"Gak jauh dari rumah ayah."

"Aku udah mutusin buat jual rumah ini. Semua barang-barang mahal yang dengan gilanya aku beli selama tiga tahun terakhir pun bakal aku jual semua. Uangnya bisa kita sumbangin kan? Dan kalau kamu gak keberatan, aku juga mau donasiin setengah dari gaji yang aku dapat selama jadi CEO." Jihoon ngerasa ini keputusan yang tepat,

Dia jadi ngerasa sungkan buat memakai uangnya sendiri semenjak tau bahwa dia ditunjuk sebagai CEO karena Somi. Walaupun sebenernya semua uang itu sah-sah aja dia pakai, toh dia beneran kerja keras untuk agensi itu selama ini.

"Kamu yakin?" Tanya Naya,

Jihoon ngangguk meng-iyakan, "Kamu gak keberatan kan?" Tanyanya,

Naya mengembangkan senyumnya, "Ya enggaklah. Justru aku terharu banget kamu bisa punya rencana kaya gitu. Oh iya, semua perhiasan, dress sama heels yang kamu beliin buat aku ... Ikut dijual aja semuanya."

"Aku salah beli apa gimana sih yang? Kamu gak suka ya semua barang yang aku beli buat kamu? Bukan gaya kamu atau gimana sih? Bisa-bisanya kamu gak pernah pake semua itu?" Tanya Jihoon heran,

Padahal kalau dipikir-pikir, semua pakaian, perhiasan dan heels yang Jihoon beli buat Naya tuh cantik-cantik. Harganya juga kelewat cantik. Kalau Naya pake semua itu, pasti perempuan-perempuan lain menatapnya penuh ke-iri-an.

Naya menghela nafasnya, "Bukan gitu. Aku sebel aja. Tiap bulan kamu beliin banyak barang-barang mahal buat aku sama Jiya, tapi gak pernah beli apapun buat diri kamu sendiri."

Jihoon udah pengen nangis karena terharu. Ternyata selama ini, walaupun hubungan mereka renggang, Naya tetep merhatiin Jihoon.

"Mainan Jiya juga boleh dibagi ke orang lain." Si kecil yang sejak tadi asik main rubik pun ikut bersuara,

"Yakin?" Tanya Jihoon,

Jiya mikir lagi, setelahnya dia ngangguk. "Tapi sisain ya, dikiiiiit aja." Bisiknya bikin Naya dan Jihoon ketawa ngakak.

Menyumbangkan mainan-mainan Jiya ke panti asuhan kayanya boleh juga. Tau sendiri mainan Jiya banyak banget. Sampai menuhin satu kamar khusus yang cuma berisi mainannya.

Mereka pun pindah ke rumah yang jauh lebih sederhana. Masih rumah dua tingkat, tapi gak sebesar rumah mereka yang sebelumnya.

Seperti rencananya, Jihoon benar-benar menyumbangkan setengah dari jumlah uang miliknya, uang hasil penjualan rumah, juga uang hasil penjualan barang-barang mahal yang dulu dia beli untuk Naya.

¤ D A N D E L I O N ¤ ✔Where stories live. Discover now