Grahita terdiam sebelum menyendokkan kembali nasi gorengnya, "oh, lo lupa?" jawab Grahita pelan. Ia masih lemah sehingga tak ada daya banyak untuk sekedar berbicara panjang lebar. Namun Grahita berusaha melawan itu semua. Ia harus bangkit setelah ini.

"Hah? maksud lo?" Lili tak paham dengan apa yang di maksud oleh Grahita. Grahita tak menjawab, biarlah Lili yang suka lupa itu berpikir. Lagipula itu pertanyaan yang tidak penting menurutnya.

Lili lalu berpikir keras, dan, "oh iya gue inget. Itu bukannya orang yang nabrak dulu kan? nah sekarang gue inget."

"Sumpah ya Ta, tuh orang rajin banget tadi. Ikut membantu bapak-bapak kompleks buat ngurus pemakaman, trus juga ikut angkat jenazah Oma lo. Dia juga sempet bicara agak lama sama Papa lo juga." Ujar Lili tanpa di minta oleh Grahita. Lili juga bukan tanpa alasan, ia ingin Grahita sedikit melupakan kesedihannya setelah kepergian Oma dengan bercerita kepada perempuan tersebut.

Grahita selesai makan dan meletakkan piringnya di atas nakas samping tempat tidurnya dengan dibantu Lili. "Beneran Li?"

Lili mengangguk, "suer! gue nggak boong." Grahita hanya ingat ketika dirinya tak sadarkan diri di pelukan Gandhi. Setelah itu ia tak ingat apa-apa selain berlarut dalam kesedihannya.

"Dia tadi ngingetin Mbak Tini kalau lo sadar, lo suruh makan. Bener-bener sweet deh. Sempet dikira calon suami lo loh Ta sama tetangga."

"Ck! terserah merekalah."

Lili lalu menatap Grahita. "Ta, kalau lo ada sedih, ada masalah, jangan pendem sendiri ya? lo masih ada gue. Masih ada bunda. Lo nggak sendiri di dunia ini. Mungkin Oma udah pulang, tapi Oma masih lihat lo dari atas. Oma juga pengen lihat lo bahagia, pengen lihat lo nggak sedih dan sakit lagi. Never give up, sis. I will be on your side."
Betapa beruntungnya Grahita mendapat seorang sahabat yang sangat peduli padanya. Lili ibarat orang yang tahu luar dalamnya. Lili adalah orang yang bisa mengerti dirinya.

"Thanks." Lalu Lili memeluk Grahita. Ia sedih jika sahabat kecilnya itu bersedih kembali. Membayangkan kehidupan Grahita yang dipenuhi rasa kecewa dan amarah, membuat Lili merasa bahwa Grahita tak pernah baik-baik saja sejak dulu. Oleh karena itu, Lili berusaha untuk tetap berada di samping Grahita, apapun keadaan sahabat kecilnya itu.

*****

"Mbak Tata, ada Tuan Soeroso di depan." Grahita yang sedang mengemas beberapa barang di kamarnya lalu menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Mbak Tini.

"Sama siapa Mbak?"

"Sendiri." Grahita mengangguk lalu Mbak Tini kembali melanjutkan pekerjaannya.

Grahita kemudian meletakkan satu kardus yang berisi pakaian lamanya itu di atas meja kamarnya, lalu melangkahkan kakinya untuk keluar. Grahita melihat eyangnya itu sudah duduk di ruang tamu.
"Kamu gimana kabarnya Ta?" Tanya Tuan Soeroso begitu sang cucu ikut duduk di sana.

"Baik," lalu perempuan itu duduk di seberang sang eyang.

"Ada apa eyang ke sini?" tanya Grahita dengan tenang. Tak ada amarah yang meledak-ledak. Kali ini Grahita akan mencoba berdamai dengan masa lalunya itu.

Tuan Soeroso tersenyum, "Eyang datang untuk melihat cucu eyang, apa itu salah?"

Grahita tak menjawab, perempuan itu justru mempersilahkan sang eyang untuk menikmati hidangan yang di bawa Mbak Tini barusan.
"Eyang gimana kabarnya?" kini gantian Grahita yang bertanya.

"Baik, bahkan sangat baik." Lalu mereka sama-sama diam. Tak ada yang kembali untuk membuka obrolan.

Tatapan sayu Grahita masih kentara setelah seminggu pasca kematian Oma. Grahita lebih sering terdiam dan kadang-kadang melamun. Tak ada tangis disana, hanya sesekali masuk ke dalam kamar Oma dan tertidur disana.

Aksara Dan SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang