36 | Mencintaimu

18.1K 2.5K 960
                                    

Tak ada yang sempurna, begitu pun soal cinta.

Namun satu yang kutahu; sekeras yang kumampu, sekuat yang kusanggup, aku tetaplah aku.

Yang mencintaimu tanpa pernah ragu.

•••

Sekali sebuah kaca pecah, maka tak ada hal yang bisa mengembalikan keutuhannya. Raden telah mendengar kalimat tersebut ratusan kali sepanjang hidupnya. Jika memang benar demikian, apa artinya ia tak punya lagi kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan keluarganya?

"Jadi, besok lo yang nganter Bapak check up?" suara Alex di sampingnya kontan memecah lamunan Raden. Sahabatnya itu kini tengah mengelap meja konter.

"Iya, sorry ya jadi banyak izinnya gue," ujar Raden merasa tak enak hati. Tiga hari yang lalu Bapak akhirnya diizinkan pulang dari rumah sakit. Kondisi beliau memang sudah jauh lebih baik, tapi tetap saja masih perlu pemantauan lanjutan. Berhubung Dinda harus kerja, dan Btari masih ujian. Jadilah, Raden yang berinisiatif untuk menemani Ibu mengatar Bapak.

"Santai, take your time," Alex menyengir lalu menyenderkan tubuhnya pada konter. Pemuda gondrong itu memerhatikan sahabatnya sejenak, sebelum akhirnya mengajukan pertanyaan yang selama ini sudah ia tahan. "Hubungan lo sama Bokap gimana? Udah mendingan?"

Pertanyaan yang dilontarkan Alex membuat tubuh Raden mengkaku sejenak, sebelum pemuda itu kembali menyusun gelas dengan luwes.

"Ya gitu, nggak ada perubahan signifikan, dari di rumah sakit, sampai sekarang masih belum ngobrol sama sekali," balas Raden seraya meletakan cup terakhir. "Sebenarnya nggak ada bedanya sama gue tinggal di sini, toh gue ketemu bokap juga cuma setiap sarapan."

"Ada bedanya."

"Hah?" Raden menoleh, menatap Alex bingung.

"Lo di rumah dan di sini pasti ada bedanya buat bokap lo, dengan lo di rumah, seenggaknya dia punya kesempatan ketemu lo setiap hari walau cuma semenit-dua menit, seenggaknya dia bisa mastiin kalo lo baik-baik aja, seenggaknya wujud lo itu ada."

Raden terdiam tak membalas kalimat Alex.

"Lo pernah dengar nggak sih, kalimat kalau satu orang tua bisa ngerawat sepuluh anak, tapi sepuluh anak belum tentu bisa ngerawat satu orang tua?" Alex bertanya retoris. "Gue rasa, gue ngerti kenapa ada bisa kalimat kayak gitu, bukan semata-mata karena anak yang nggak sayang sama orang tua, tapi memang seluar biasa itu cara orang tua mencintai anak-anaknya. Makin dewasa, semakin kita merasa nggak butuh perhatian dari orang tua, merasa sanggup ngapa-ngapain sendiri, kadang perhatian orang tua jadi terkesan annoying, padahal udah jadi hukum alam orang tua punya hati yang kayak gitu; yang selalu khawatir sama anak-anaknya, selalu perhatian sama anak-anaknya, selalu mau merawat anak-anaknya, nggak peduli berapa pun umur mereka."

Raden mengela napas berat. Seolah ratusan ton beban terletak pada pundaknya.

"Dan yang orang tua nggak tahu juga, sometimes anak-anak menghindar karena nggak mau buat orang tua khawatir, anak-anak menghindar karena nggak mau ngecewain, kalau anak-anak juga merasa bertanggung jawab buat melindungi perasaan orang tua mereka," ujar Raden melanjutkan kalimat Alex, kini ia ikut menyandarkan tubuhnya di sebelah Alex. "Kadang gue merasa apa yang gue lakukan sekarang useless, kayak... gue nggak tahu lagi apa yang harus gue lakuin buat minta maaf sama Bapak."

Alex beranjak dari posisinya, lalu menepuk pundak sahabatnya. "Pelan-pelan Den, everything will get better."

"I hope so."

MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang