chapter 2 - prinsip terbaik

Mulai dari awal
                                    

          ***

“Clar, merasa ada yang janggal ga sih akhir-akhir ini ?” tanya Alex penuh penasaran.

“Apa tuh, Lex?” membuatku juga jadi penasaran.

“Mereka ga ngebully kamu lagi, lho." Bagus sih cuma tumben amat mereka bisa gini,” lanjut Alex.

“Oh itu. Sebenarnya beberapa hari lalu aku ada ngebantu si Bella. Makanya dia janji gengnya ga bakal bully aku lagi deh, Lex.”

“Aku sebenernya salut banget sih sama kamu, Clar. Udah dibully setahunan ini sama mereka tetep aja bisa nolongin mereka. Itu hati terbuat dari apa sih bisa sebaik itu?” tanya Alex sambil tersenyum kepadaku.

“Ya namanya orang kan pasti ada kesalahan, itu mesti kita maafin. Terus ya namanya nolongin orang ya ga ada salahnya dong. Aku punya prinsip, kita ga boleh menilai orang hanya dari kesalahan terburuknya. Mungkin Bella jahat ke aku sebelumnya, tapi bisa jadi, dia baik ke orang lain kan.” Balasku juga sambil tersenyum kepada Alex.

Sejak saat itu, Bella memenuhi janjinya. Dari sini akupun belajar bahwa sekejam-kejamnya manusia pasti masih ada sisi baiknya. Seperti Bella dan gengnya. Walaupun mereka dulu sering membully ku, namun mereka menepati janjinya untuk tidak membully ku lagi. Akupun mengerti bahwa sebenarnya sejahat-jahatnya manusia pun pasti masih tersisa  hati nuraninya untuk orang lain.

          ***

Sekarang.

“Hai! Kalian baru masuk sekolah udah lemes banget sih, liburannya kurang ya?” sapaku kepada teman-teman gengku.

“Ya iyalah, Clar. Makhlum kita kan ga seniat lu buat sekolah woi,” balas Griselle, teman terdekatku di geng.

“Yaudah deh, daripada bosen terus disini, kekantin yuk.” Kataku sambil beranjak berdiri dari tempat dudukku.

“Bolehlah, sekalian tar gw mau cerita sama kalian semua.” balas Griselle lagi.

Seperti yang aku bilang sebelumnya, kehidupan SD dan SMP ku sangatlah berbeda; salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah saat SD aku hanya punya Alex sebagai temanku, namun saat SMP aku memiliki gengku sendiri. Geng yang aku maksud disini adalah sekumpulan teman-temanku yang berkumpul karena kita semua merasa memiliki sifat cocok satu sama lain. Walaupun kami bisa dibilang terkenal dan menjadi primadona disekolah, namun kami semua berjanji bahwa kami tidak akan membully yang kami anggap lemah. Gengku ini kami beri nama heartly georgeous dan teman-temanku menunjukku sebagai ketua gengnya. Akupun langsung mengiyakan dan gengku ini sudah terbentuk sejak kelas 7. Gengku ini terdiri dari 5 orang, yaitu aku, Griselle, Carla, Camila, dan Janice.

Sesampainya dikantin, gengku langsung memilih meja ditengah kantin dan teman-temanku langsung duduk memenuhi meja itu.

“Mau cerita apa sih, Selle?” tanya Camila saat kita semua baru saja duduk dimeja kantin.

Not much sih, sebenernya. Gw ga tau ini cuma gw yang terlalu baper atau emang kenyataan ya, tapi perasaan kok kelas gw sama Janice banyak geng anak-anak setan yah? Kaya ¾ kelas tuh isinya mereka,” cerita Griselle terus terang. “Sebenernya iya sih Shelle, lu gak salah. Gw juga ngerasa gitu. Tapi mau gimana lagi..” sahut Janice bingung.

Geng anak-anak setan adalah julukan untuk geng anak-anak yang sebenarnya juga populer disekolah, namun suka membully yang mereka anggap lemah. Biasanya kami suka menentang mereka jika melihat mereka sedang membully, tentunya. Maka dari itu, geng anak-anak setan dengan gengku disekolah tidak akan pernah akur.

Jadi, di kelas 9 ini aku sekelas dengan Carla di 9C, Janice sekelas dengan Griselle di 9A dan yang terakhir Camila dikelas 9B.

“Kalo kelas gw sama Carla sih cowo-cowonya jerk. Ya geng setan juga sih kebanyakan. Tapi gw gak tau deh mereka bakal berulah atau ga sama kita,” ceritaku sambil melahap makanan yang sudah kubeli barusan.

“Kalau kelas lu sendiri gimana, Cam?”

“Umm.. biasa aja kayanya..? Atau gw aja kali yang belum terlalu berbaur,” sahut Camila sambil lalu.

Saat gengku sedang terus berbincang-bincang sambil lalu di kantin, tiba-tiba segerombolan anak laki-laki mendatangi kita “Hi ladies, lagi pada ngomongin apa sih serius banget keliatannya?” sapa suara dari arah belakangku. Aku refleks menengok ke belakang untuk memastikan siapa yang barusan saja memanggil kami.

“Ih Alex, ngagetin aja deh!” kataku kaget dengan kepala masih menengok kearahnya.

Lalu Alex tertawa kecil sambil lalu, “Ngagetin atau ngangenin?” balasnya dengan raut wajah khasnya yang setiap hari menggodaku.

“CIEEEE!!” sontak gengku dan geng Alex menyorakkan kita berdua.
Ya, dugaan kalian benar. Aku sudah jadian dengan Alex.

Begini kisahnya, kembali ke dua tahun silam.

God Sees My StrengthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang