9 : Dewa Kematian

Start from the beginning
                                    

Andispun memulai ritual pemanggilan arwah dan mencoba berinteraksi dengan hantu anak kecil itu. Hampir 15 menit tidak terjadi apa-apa.

"Mana nih? kagak nongol-nongol." Celetuk Ajay.

"Makanya elu aja Jay yg jadi media, kalo gua emang ga cocok jadi tumbal beginian." Ucap Dirga.

Memang Andis dari dulu merasa bahwa Dirga bukanlah orang biasa, dia seperti memiliki imlu atau penjaga yang terus mengikutinya. Namun karena mungkin penjaganya adalah makhluk kalangan atas makan kekuatan untuk menyembunyikan hawa keberadaanya sangat kuat.

"Tam lu coba." Bujuk Ajay.

Tama hanya diam, namun kami semua seperti mengerti apa yang ingin dia ucapkan.

"Whatever."

Andis memulai lagi ritual pemanggilan arwah, dan kali ini menemukan titik terang, mereka mulai menunjukan tanda-tanda keberadaan dengan suara dan aroma.

Tercium aroma melati yang sangat kuat dan terkadang juga tercium bau anyir yang menyengat. Samar-samar terdengar suara wanita sedang bernyanyi dengan suara khas sinden, disertai angin yang tiba-tiba menjadi lebih kencang berhembus, menembus dinding-dinding mantra kopi.

Bruaaaak !! Suara seseorang terjatuh.

"Berhasil?" Tanya Dirga.

"Berhasil sih, tapi kok...."

Ajay terkapar jatuh.

"Tapi... tapi kok dia sih yang kesambet?" Nada Andis heran, sambil melihat Tama yang duduk seperti tidak terjadi apa-apa, lalu melihat Ajay yang mulai kerasukan.

Ajay bangkit dan menunjuk Dirga.

"Kenapa kau memanggilku." Ucapnya sambil melotot-melotot.

"Kenapa jadi gua? Kan yang manggil elu dis." Dirga terheran-heran sambil menunjuk dirinya sendiri dan melihat ke arah Andis.

"Anjir absurd, jadi berasa bego gua." Ucap Andis.

"Kocak amat, woi bang yang ono noh medianya, salah orang lu." Ucap Dirga sambil menunjuk Tama.

"Kok lu tau setanya abang-abang dir?" Tanya Andis.

"Itu suaranya begitu dis."

"Itu mah emang suara Ajay, pe'a juga lu dir." Ucap Andis.

"Apa mau kalian?" Tanya arwah yang merasuki Ajay.

"Lah iya suaranya mirip Ajay." Timpal Dirga.

"Kan emang Ajay."

Dirga dan Andis melakukan debat yang tidak penting, sedangkan arwah yang merasuki Ajay sedang ngomong sendiri tanpa ada yang menghiraukan, sementara Tama hanya menyimak kelakuan mereka bertiga.

"Huahahahaha" Tiba-tiba Ajay tertawa, namun semakin ia berbicara, semakin berat suaranya.

"Lah dia ketawa sendiri kocak." Balas Dirga.

Ajay seperti ingin mngucapkan sesuatu.

"AING TEH SAHAAAAA HAHAHAHA." Ucap Ajay.

"Aing maung keles." Celetuk Andis.

"Sok sunda lu jawa." Timpal Dirga.

"Itu Ajay beneran apa kesurupan sih? begonya sama." Tanya Dirga.

Tiba-tiba Ajay terdiam dan menari tarian sintren, tiba-tiba suara sinden yang tadinya hanya samar-samar, sekarang sangat jelas terdengar, dan itu membuat semua yang mendengar bergidik ngeri.

Pintu yang tadinya tertutup tiba-tiba terbuka dengan sendirinya, jendela juga ikut terbuka, lampu di mantra seketika nyala-hidup dengan sendirinya. Suasana yang tergolong ekstrim.

Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now