Jujur atau Tidak?

306 125 40
                                    

"Sebuah langkah yang besar diambil dengan pemikiran yang matang."

Matahari muncul di sebelah Timur, sinarnya mulai terang benderang. Bisingan suara Taruna/i terdengar riuh, menyanyikan yel-yel seperti biasa diiringi jalan di tempat.

SELAMAT DATANG, TARUNA MUDA
LAMA NIAN KAMI RINDUKAN KAMU
BERTAHUN-TAHUN BERDERAI MATA, KINI TIBA SAAT BERJUMPA PULANG
DENGARLAH SUARA, DERAP GEMPITA
DIIRINGI DENGAN LANGKAH TARUNA MUDA
SIMPANLAH RINDU, PADA IBUMU
SELAMAT DATANG DI KAMPUS BIRU.

"Yang keras nyanyinya, jangan mbisu!" teriak Danpol, yang memimpin di depan.

Semua berteriak sekuat tenaga, menyanyikan dengan lantang. Tenggorokan tiga gadis itu mulai kering, serak.

"Eh, Pir. Tenggorokanku gak kuat, capek aku nyanyi sambil jalan di tempat," gumam sang gadis yang berada di kanan Firda.

"Sama, tapi mau gimana lagi?"

"Eh––" ucapan gadis di sebelah kiri  Firda terpotong.

"Woy! Taruni tiga di belakang sendiri itu kenapa? Maju ke depan kalo masih ngobrol, yang lain nyanyi malah asyik ngobrol!" pekik Danpol.

Seketika tiga gadis itu diam menunduk, perbincangannya diketahui oleh Danpol. Matanya tajam bagai elang. Mereka–Firda, Lili dan Yaya, mendengkus dalam hati dan menyanyikan yel-yel dengan kedongkolan.

***

Brukkk!

Suara hentakan kaki gadis berkulit sawo matang, sang gadis meringkuk kesakitan di tenggorokannya.

"Aduh, sakit beutt tenggorokanku. Dasar Danpol gak ada akhlak, huh!" pekik gadis itu.

Firda mengernyitkan dahinya, tidak seperti biasa gadis itu berkeluh kesah. Biasanya gadis itu selalu kuat, tidak berkeluh kesah.

"Napa sih, Ya?" tanya Firda yang melihat Yaya kesakitan.

"Tenggorokanku sakit, rasanya kering," jawab lemah Yaya. Ia mendekap wajahnya di atas meja dan sesekali memegang tenggorokannya itu.

Firda merasa iba pada temannya itu, di mana Yaya setiap detiknya merintih kesakitan. Wajah Yaya hari ini terlihat sedikit pucat, bibirnya kering.

"Eh, kamu pucat, Ya. Aku bawa ke UKS, ya?"

Yaya menggeleng pelan, ia sudah tidak sanggup untuk berkata satu kata pun.

"Ayolah, Ya. Kamu temenku apa bukan? Kalo gak mau berarti kamu bukan temenku."

Yaya berdeham dan tersenyum kecil, Yaya sangat suka atas perhatiannya Firda.

"Kan, berdeham. Kamu gak papa, kan?" panik Firda.

"Ihhh, aku gak papa, Pirda sayang."

"Eh katanya ada yang mau di omongin, Pir?" lanjut Yaya.

Firda melongo, ia ambigu. Kini Firda bingung antara bercerita jujur atau menutupi kebenaran ceritanya. Tadi sebelum apel pagi, Firda hendak bercerita tentang kedekatannya dengan Hans.

"Firda, Yaya," panggil gadis di ambang pintu.

Firda menoleh ke arah tersebut, sedangkan Yaya masih memompangkan kepalanya di atas meja. Firda bernapas lega ada seseorang yang memanggil, alhasil dia bisa mengurungkan bercerita ke Yaya.

Gadis itu melangkahkan kakinya menuju keberadaan Firda dan Yaya. Tatapannya sinis, manik-manik matanya beradu pandang dengan Firda.

"Gara-gara lo berdua, ya! Gue kena marah Danpol tadi di kantin," gerutu gadis itu–Lili.

The Difference Between Us [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang