Pacar Baru Hans

71 18 0
                                    

"Kita ini cuma manusia yang punya rasa, tetapi semua keputusan ada di tangan Tuhan."

Setiap hari, Firda berupaya menguatkan hatinya. Setiap detik berusaha melupakan Hans. Hari-hari suram, berhasil ia lewati dengan sabar.

Setiap wejangan-wejangan yang ia dapatkan, selalu ia terapkan. Kini, Firda sudah kuat walaupun belum sekuat baja.

Setidaknya, hati Firda yang rapuh berkeping-keping bisa kembali normal. Nama Hans memang sudah terlupakan di otaknya, tetapi kenangan tentang Hans masih tersimpan rapi di hati Firda.

Sebuah lukisan wajah Hans juga masih tersimpan di laci meja belajar Firda. Firda tidak ingin membuang lukisan itu, lukisan itu merupakan kenangan satu bulannya hubungan mereka, kenangan tentang usahanya untuk Hans.

Yang ia lakukan tidak setimpal dengan apa yang di lakukan Hans, Hans lebih memberi luka daripada bahagia. Hanya secerca kebahagiaan saja.

Hubungannya dengan Hans memang sudah kandas, tetapi hubungannya dengan sang mama jauh lebih baik daripada sebelumnya. Bagaikan mati satu, tumbuh seribu.

Balkon sekarang merupakan tempat favoritnya, setelah Hans menghilang. Menghitung bintang di langit juga sudah menjadi kebiasaan Firda.

Bukan seperti orang gila, tetapi kegiatan itu membuat Firda merasa senang dan sedikit demi sedikit dapat melupakan Hans.

"Kamu sedang apa di sini?" tanya seseorang yang tiba-tiba ada di belakang Firda.

Firda menoleh ke belakang. "Eh, Papa. Itu, lagi ngitung bintang."

"Papa boleh duduk di sini?"

"Boleh," ucap Firda sembari tersenyum.

Papa Reno mendudukkan bokongnya di dekat Firda. Gadis itu tidak menggubris kehadiran sang papa di sisinya, ia sibuk menghitung bintang di langit.

Kanan kirinya memegang sebuah buku diari, buku yang berisikan curahan hatinya selama ini.

Papa Reno tersenyum melihat tingkah laku sang anak, dalam hatinya beliau, sebenarnya ada rasa takut yang lebih. Beliau takut jika Firda stres, karena cinta.

"Apa yang di tanganmu itu, Pir?" tanya Papa Reno pada Firda.

Firda melirik tangannya sendiri yang sedang membawa sebuah buku diari. Ia masih belum menjawab, semenjak putus dari Hans, Firda sering diam dan menjauh dari keramaian.

Papa Reno mengulang pertanyaan itu lagi. "Apa yang di tanganmu itu, Pir?

Kedua mata Firda menilik wajah papanya itu. Papa Reno melempar sebuah senyuman tulus untuk sang putri semata wayangnya. Tangan Papa Reno mengelus-ngelus rambut pendeknya Firda, ia merasa nyaman jika sang papa mulai mengelus rambutnya.

Firda mendekap tubuh sang papa, ia memejamkan kedua matanya. Perasaannya sekarang lega, jauh lebih baik sebelum ia mendekap tubuh yang sudah rentan itu.

"Ini buku diari milik Firda, Pa," lirih Firda.

Walaupun hanya lirihan, Papa Reno mampu mendengarkannya. Papa Reno juga membalas dekapan sang anak. Angin malam yang dingin sudah terasa hangat dengan pelukan itu.

"Hukhukhuk." Terdengar suara batukkan dari tenggorokan insan yang berpredikat sebagai papa.

Firda melepas tangannya yang sedang mendekap papanya itu. Ia menatap papanya dengan cemas.

"Papa, gak papa? Sakit apa? Masuk aja, yuk?" Firda memastikan keadaan papanya itu.

Papa Reno kembali mengelus-ngelus rambut Firda. "Papa gak sakit, dulu tubuh ini kekar dan tulang ini begitu kuat, namun kini semuanya melemah dan mulai merapuh seiring berjalannya waktu dan usia. Papa batuk juga sudah faktor usia, Pir. Kamu tenang saja, Papa baik-baik saja."

The Difference Between Us [End]Where stories live. Discover now