15. Bloody Roses

Começar do início
                                    

"Kau merasakannya juga kan, Jeno-ya?" Jaemin berbisik dalam bahasa korea. Jeno mengangguk. "Ada sesuatu di sekolah ini, tapi apa?" balas Jeno tak kalah pelan.

"Apa kita beritahu Hansol-hyung?" tanya Jaemin. Jeno berfikir sejenak lalu menggeleng. "Kurasa ada baiknya kita memastikan bahwa sesuatu tersebut bukanlah khayalan kita saja." Jaemin mengangguk setuju. "Kau benar."

Mereka kemudian menghirup aroma di sekitar mereka dan fokus pada aroma hangus yg sedari tadi mengganggu mereka. Memang, jika kalian bukanlah part of superanatural creatures, kau kemungkinan tak akan mencium aroma tersebut.

"Dimana asalnya?" Jaemin bergumam. Mereka membiarkan kaki mereka mengarahkan mereka berdua menuju aroma hangus tersebut. Jeno mengernyit. Karena semakin mereka dekat dengan bau tersebut, aroma tersebut tidaklah lagi tercium seperti aroma hangus terbakar. Melainkan seperti aroma metal yg mencair. Aroma karat.

"What the heck is this scent?" gumam Jaemin mengernyitkan hidungnya. "Seperti besi berkarat," sahut Jeno ikut mengernyitkan hidungnya.

Mereka berjalan menelusuri koridor utama gedung sekolah, berbelok kanan lalu memasuki kawasan gymnasium, dan terakhir menuju laboratorium sains di bawah tanah milik anggota sub-kimia.

Jeno menoleh ke kanan dan ke kiri lalu Jaemin mengangguk tanda aman, kemudian Jeno mendorong pintu ganda mahogani tersebut. Dan aroma yg sangat pekat menghantam mereka.

"Holy sh—"

"Jaem, sshhh," Jeno menempelkan telunjuknya pada kedua bibir tipisnya, lalu Jeno menunjuk telinganya. 'Coba dengar.' suara Jeno bergema di kepala Jaemin.

Jaemin memiringkan kepalanya dan memejamkan matanya, memfokuskan pendengarannya yg tajam dan matanya terbuka lebar hingga melotot.

Suara nafas yg memburu.

Tanpa ba-bi-bu, si kembar bergegas memacu kedua tungkainya dan berlari menuruni tangga dengan kecepatan tinggi tanpa memedulikan aroma karat yg semakin pekat, ditambah bau anyir darah yg sangat segar. Jantung mereka berdentum sangat kuat dan insting mereka mengatakan bahwa ada bahaya, ada korban.

Setelah sampai pada laboratorium bawah tanah, kedua pasang mata mereka tertuju pada seonggok tubuh yg tergeletak ditengah ruangan, dengan cipratan darah memenuhi dinding di belakangnya.

Jaemin sudah duduk bersimpuh dan mengambil ponselnya, lalu menghidupkan lampu flash ponselnya dan meneliti tubuh seorang gadis tersebut. Sedangkan Jeno berjongkok di sebelah dinding dan melihat pola aliran bercak darah di dinding dan mempelajarinya.

"Jeon Somi," bisik Jaemin.

Mereka berpandangan dan menelan ludah bersamaan saat mengetahui bahwa gadis korban tersebut adalah salah satu siswi di kelas aritmatika Jeno. Jaemin kemudian mengambil beberapa gambar jasad tersebut, dan fokus kepada beberapa tangkai mawar yg berada di genggaman gadis itu.

Sedikit banyak bakat Jaehyun yg merupakan detektif di kepolisian menurun kepada kedua putranya.

"Jeno-ya, dia sudah mati," bisik Jaemin. Jeno mengangkat wajahnya dan alisnya menukik bingung. "Kau yakin?" Jaemin mengangguk dan menunjuk dada gadis tersebut yg memang tak ada pergerakan naik dan turun yg mengatakan ia bernafas. Keduanya memiliki fikiran yg sama. Jika gadis ini sudah mati, maka...

CANINESOnde histórias criam vida. Descubra agora