Dan cerita ini diakhiri dengan cerita apa yang terjadi tadi. Ia mendapati Andra ternyata adalah orang yang ingin melamar adiknya. Walau ia tak marah, ia hanya kecewa karena lelaki itu mempermainkan adiknya. Dan ternyata, ia malah dianggap ingin merebut Andra. Dan entah bagaimana Anara datang dan berteriak seolah - olah kesalahan berada padanya. Diperparah dengan kedatangan sang ibu yang menjambak rambutnya. Ibunya yang tanpa mau tau bagaimana awalnya langsung menghinanya habis - habisan karena ia dianggap ingin merebut kebahagiaan adiknya. Adiknya Anara, yang bahkan hanya berpura - pura baik padanya.

Dan Ayna sudah tidak kuat lagi. Ia tidak ingin membuat panik sahabatnya yang lain. Tapi bukan berarti ia mampu menahan itu sendiri. Dan akhirnya tangis itu tumpah. Dan entah bagaimana takdir bermain dalam kehidupan ku, aku lah yang berada disini dan menjadi tempatnya untuk menangis.

Sepanjang ia bercerita, ia menangis. Dan tangisan itu bukan berupa tangisan sedih akan kenyataan melainkan tangis lelah, menandakan ia sudah terlalu lelah untuk disakiti. Terdengar sangat memilukan. Aku bahkan tidak harus berbuat apa.

Gadis ini masih berada di pelukanku. Tangisnya masih ada, namun sudah tidak separah tadi. Dan entah darimana perasaan itu berasal, aku jadi ingin melindunginya. Jujur ini rasa baru yang aneh. Dan aku bingung. Tapi keinginan untuk melindunginya sangat kuat.

"Kamu tau, kamu adalah gadis yang kuat. Aku salut dengan ketegaran mu. Dan kamu tau tidak? Aku yakin kalau ibumu salah. Seratus persen salah. Ia seharusnya sadar, kalau dialah yang selama ini bermasalah. Bukan kamu."

Aku melonggarkan pelukanku untuk melihat reaksinya. Kulihat ia sedang mendongak untuk menatapku. "Aku bukanlah gadis yang kuat. Aku hanyalah gadis yang berpura - pura tegar. Nyatanya? Aku hancur sehancur-hancurnya. Rapuh."

Aku menggelengkan kepalaku. Tidak setuju. "Tidak. Kamu gadis yang kuat. Percaya padaku. Aku yakin Abi juga sama yakin sepertiku." Walau hatiku kurang suka saat menyebut nama pria itu, tapi aku tetap menyebutnya. "Dan percayalah padaku saat kukatakan kalau kamu adalah seseorang yang harusnya patut dibanggakan. Bukan direndahkan. Dan harusnya kamu menyadari itu. Kamu tau sifat mu yang selalu menganggap dirimu rendah itu harus dihilangkan. Karena harusnya kamu bangga dengan dirimu."

Ia tersenyum kecil dalam tangisnya. Akhirnya. "Yah itu memang salah satu sifat burukku yang telah tertanam sejak lama. Mungkin karena perlakuan ibuku."

Aku terdiam sejenak saat menyadari kalau aku sangat ingin melindunginya. Walau ia kuat tapi aku yakin dia tetap butuh seseorang untuk melindunginya. Entahlah, keinginan itu begitu kuat muncul saat melihatnya menangis seperti ini. Rasanya sedih melihat dia sedih seperti ini.

Aku tersentak saat merasakan ia melepaskan pelukanku. Kutundukkan kepalaku untuk melihatnya. Walau hari sudah malam aku yakin masih bisa melihat senyum tulus darinya. "Terima kasih. Atas semuanya. Aku berhutang padamu."

Deg. Aku tertegun melihat senyum itu. Senyum itu membuat hatiku yang selama ini hanya terisi rasa keruh menjadi tenang. Dan senyum itu memancarkan kelembutannya yang sederhana. Mendadak, perasaan itu kembali muncul. Perasaan untuk tetap menjaga senyum itu.

Aku tidak tau apa sebenarnya yang terjadi padaku. Tapi yang jelas, aku tau kalau aku tidak pernah merasakan hal ini lagi sejak kejadian tiga tahun lalu. Dan Ayna ... gadis ini adalah satu - satunya gadis yang kembali mendorong perasaan ku untuk menjaga senyum seseorang.

* * *

Aku pulang dengan keadaan yang lebih baik yang tadi. Yah aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Aku tidak ingin merepotkan sahabatku. Lagian hari sudah terlalu malam. Dan jujur hatiku lebih tenang. Setelah menceritakan rahasia terbesar dalam hidupku pada emm.. Pak Arga hatiku jauh lebih tenang. Karena beban itu sudah berkurang.

Dealing with Mr. ArrogantWhere stories live. Discover now