38. Terbongkar

Mulai dari awal
                                    

Sementara Agil hanya tersenyum melihat muka adik tirinya. "Kamu jangan marah-marah terus sama aku. Aku nanti sedih."

"Hah?" Allesya membelalakkan matanya.

Agil mengangkat tangannya dan mulai meraba pipi Allesya. Gadis itu menepis, namun Agil tetap keukeh untuk membelai.

"Sst, ijinin aku buat nyentuh pipi kamu," lirihnya dengan lembut dan tatapan yang tulus.

"Gil, kita gak bisa kayak gini." Allesya mulai berkata dengan lirih sembari menurunkan tangan Agil dari pipinya.

"Kenapa? Kenapa gak bisa?" Agil bertanya dengan tatapan sayu.

Agil seperti kehilangan arah. Dulu ia pikir semua ini akan bisa terlupakan seiring berjalannya waktu. Namun, semua ekspektasinya tidak sesuai dengan realita.

"Kamu udah punya tunangan, aku gak mau dianggap ganggu hubungan kalian." Gadis itu memberanikan diri untuk menggenggam tangan Agil.

Rasanya sulit melupakan kenangan bersama Agil. Disatu sisi ia bahagia mendengar ucapan cowok itu. Namun, sisi lainnya ia kembali teringat dengan kenyataan pahit yang sudah ada. Bahwa mereka tidak bisa bersama.

"Kamu itu egois." Kakak tiri Allesya itu mengucapkan kalimat dengan dingin.

Allesya mengangguk dan tersenyum, "Iya, aku egois."

Agil melepaskan genggaman Allesya. Ia meletakkan kedua tangannya di kedua bahu adik tirinya. "Kenapa, sih, kamu gak mau sama aku? Kita ini engga satu rahim, Allesya. Gak apa-apa kalau kita bersama-sama," ujarnya dengan emosi yang dipendam.

"Maaf, Gil. Kita udah punya jalan masing-masing." Gadis berpipi tembam itu beranjak dari duduknya. Ia melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar panas ini.

"Tunggu!" Agil segera menghampiri Allesya yang berhenti tepat di depan kamar mandinya. Ia segera memeluk adiknya dari belakang.

"Aku rindu kita seperti ini," lanjutnya sembari memejamkan matanya.

Allesya merasakan darahnya berdesir lebih cepat dari sebelumnya. Ia menyembunyikan dengan rapi semua kegugupannya. Dengan pelan-pelan Allesya melepas pelukan Agil.

Ia membalikkan tubuhnya dan membuka mulutnya, ingin berbicara.

Belum sempat Allesya untuk berbicara, Agil dengan cepat menyambar bibir gadis itu. Ia memeluk Allesya dan mencium bibir adiknya dengan dalam.

Entah mendapat keberanian dari mana, Agil nekat untuk melumat bibir adik tirinya sendiri. Tidak ada rasa takut yang terbersit didalam hatinya akan kecanggungan yang sebentar lagi terjadi.

Bagi Allesya sendiri gerakan ini terlalu tiba-tiba. Ia sangat terkejut Agil memperlakukannya seperti ini. Ia takut. Bagaimana jika ada yang mengetahui? Gadis itu bahkan tidak membalas ciuman Agil.

"AGIL!!!"

"ALLESYA!!!"

Dua suara nyaring dan bariton membuat keduanya salah tingkah. Agil segera melepas ciumannya. Kemudian mereka saling menjauhkan diri.

Langkah kaki beriringan menuju mereka. Hingga tiba-tiba ...

PLAKK

Suara tamparan terdengar di kamar berukuran 5×4 m itu. Tangisan dan amarah menjadi satu.

Dengan rasa bersalah Agil menghampiri orang itu. "Maaf." Ia menundukkan wajahnya, malu.

"Kenapa kamu melakukan itu, Allesya?!" Suara bariton dengan nada kecewa itu segera menghampiri Allesya.

Sama yang dilakukan Agil, Allesya hanya sanggup mengucap kata maaf.

"Kenapa kamu jahat banget, Gil?" Isakan-isakan kecil mulai terdengar dari bibir mungil itu.

Agil segera mendekap gadis didepannya. "Salma, maaf. Aku ... aku ... aku." Bahkan cowok maskulin itu tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Salma segera melepaskan pelukan mereka. "Aku kecewa sama kamu."

Agil hanya tertunduk dan tak bisa menjawab.

"Salma? Boleh gue tanya sama elo?" Suara bariton mengalihkan perhatian mereka bertiga.

"Lo kan dari Jawa, apakah lo itu sahabat Allesya?"

Deghh

Seketika Allesya dan Salma saling berpandangan. Mereka bertatapan untuk sementara. Tak ada yang ingin membuka suara. Salma menundukkan kepalanya. Sedangkan Allesya meremas-remas jarinya.

Kecanggungan mulai terjadi. Agil pun dibuat bertanya-tanya. Sedangkan Dito menatap Allesya dan Salma dengan seksama. Mencari jawaban di celah-celah gestur tubuh keduanya.

"Alle, maybe you can give me an answer?" Dito menatap Allesya dengan dalam.

Sementara Allesya tetap tertunduk. Ia tidak bisa berkata-kata. Ia tidak sanggup menjawabnya.

Agil segera menggenggam kedua tangan Salma. Ia bertanya, "Apakah itu benar?"

Salma diam. Tak mengeluarkan kalimat sepatah pun. Ia bingung. Bagaimana jika semuanya tahu? Akankah Agil, lelaki yang dicintainya, kembali mengejar Allesya?

"Semuanya benar." Suara serak milik gadis cantik itu terdengar. Semua yang ada dikamar terkejut. Bagaimana bisa Allesya dan Salma menyembunyikan ini semua?

Agil menatap Allesya. Ia menggelengkan kepalanya tanda tak percaya. Sementara Dito segera merangkul pundak Allesya.

"Dulu, waktu Alle pindah ke sekolah kita, dia udah pernah cerita ke gue, William, Bima, dan Candra. Sayangnya lo waktu itu gak kumpul sama kita gara-gara ada Alle." Dito seolah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala Agil.

Setelah mengucapkan itu, Dito segera menarik tangan Allesya keluar kamar dengan kasar. Menuruni tangga dengan cepat membuat Allesya tergopoh-gopoh karena langkah Dito yang lebar.

Tak ada yang saling melempar kalimat. Hanya kesunyian yang terdengar. Allesya merasakan sakit di pergelangan tangannya.

***

"GUE KECEWA SAMA ELO!"

Suara isak tangis karena ketakutan mulai terdengar. Nada tinggi dan kalimat-kalimat yang menyayat hati kini terlontar dari orang yang paling dekat dengannya. Benarkah dia membuat kesalahan yang fatal?

***
Hai, mantemann!

Minal Aidzin wal Faidzinn yaa♥

Hubungan Salma dan Allesya udah terungkap tuh. Buat kalian yang mungkin lupa, aslinya di chapter pertama dan ketiga itu Allesya udah pernah cerita ya.

Setelah ini semua, bagaimana ya hubungan mereka ber-empat?

Jangan lupa vote komen! Target vote masih sama yaitu 30+♥

Terimakasih yaa yang udah menuhin buat vote. Karena target vote udah tercapai jadinya aku update, hehe🤗

See u on the next part💕

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang