Part 10 - Tidak Peka

1K 151 27
                                    

"Udah, nggak usah diambil hati." Biya mengusap punggung Dea yang sedang berurai air mata.

"Tapi menurut gue, Dean keterlaluan. Apa susahnya coba nemuin bu Susi? Sebentar aja," Dea berkata terbata. Di atas meja Dea sudah berserakan gulungan tisue yang basah terkena air mata.

"Setuju," sahut Zoya. "Dia itu nggak tahu susahnya cari tamu."

"Dia itu nggak ada empatinya. Kesal gue sama dia," ujar Dea sambil menyusut air mata.

"Ya udah. Makanya nggak usah ngarapin dia lagi," ujar Biya.

"Apa hubungannya?" tanya Zoya. "Ini 'kan konteksnya pekerjaan, bukan masalah perasaan.”

"Justru seseorang itu bisa dilihat dari cara dia bersikap di tempat kerja."

"Masa?"

"Iya. Kalau dia nggak bisa bersikap baik ke rekan kerja, artinya gitu juga cara dia bersikap korang-orang di lingkaran kehidupan pribadinya."

"Gue kurang setuju. Karena dulu gue punya bos yang dikenal sebagai orang baik di lingkungan tempat tinggal, tapi di kantor berubah jadi setan."

"Ya udah sih kalau lo nggak percaya," tukas Biya.

"Kalian ini kenapa sih malah jadi berdebat? Bisa nggak gue bersedih dulu dengan khidmat?" Zoya mendecak.

"Kayak gimana bersedih dengan khidmat?" tanya Zoya.

"Ya udah. Ganti gebetan, yuk." Biya menepuk punggung tangan Dea. "Sudah tahu dia mengabaikanmu, masih saja kamu menunggu. Mundurlah, kasihan hatimu."

Dea menarik napas.

"Lo juga tahu kalau nggak semudah itu."

"Gue tahu. Emang nggak mudah, Dea. Tapi..."

Pembicaraan mereka terhenti kala bu Hana masuk ke dalam ruangan Sales & Marketing.

"Ayo kumpul," bu Hana berkata dengan wajah tegang.

Dea, Biya, dan Zoya saling pandang.

"Ada apa?" bisik Zoya.

Biya mengangkat bahu.

"Mana gue tahu."

Dea merapikan riasan wajah sekenanya. Mereka bertiga kemudian masuk ke ruangan bu Hana dan berdiri berjajar di depan meja kerja berukuran besar.

"Yang lain mana?" bu Hana bertanya dengan wajah merah.

"Kayaknya masih istirahat," Biya menjawab.

"Semuanya masih istirahat? Kebiasaan. Kenapa selalu pergi makan siang  barengan? Emangnya nggak bisa gantian? Ini juga udah jam berapa? Masa masih makan siang?" Suara bu Hana meninggi.

Zoya melirik jam tangan. Waktu menunjukkan pukul 13.45. Zoya tahu persis, Adit, Lala, Caca, dan Dita pergi makan siang pukul 12.00. Seharusnya mereka sudah kembali ke kantor karena waktu istirahat yang diberikan hanya satu jam, meskipun karyawan bebas mau istirahat jam berapa. Jam istirahat karyawan hotel memang tidak bisa sama. Setiap departemen harus ada staf yang bergantian stand by di ruangan.

"Kalau Teddy lagi pasang poster promo baru di sekeliling hotel," ujar Biya.

"Kalau Teddy saya nggak usah tanya dia ke mana," tukas bu Hana. "Saya tahu Teddy selalu istirahat tepat waktu dan kembali ke kantor setelah satu jam. Adit, Lala, Caca, dan Dita yang saya heran kenapa selalu lama kalau istirahat makan siang. Nggak kasihan apa sama temannya yang belum makan. Saya aja dari tadi ketemu tamu dan belum makan." Bu Hana tampak gusar.

"Saya hubungi Lala dulu ya, bu." Biya segera menghubungi Lala.

Tak lama, Teddy bergabung dengan Dea, Zoya, dan Biya di ruangan bu Hana.

Love PotionWhere stories live. Discover now