Dinner-2

2.6K 190 102
                                    

Baru bisa up, kemarin aku sakit😖.

***

"Pak, saya 'kan bilangnya jangan makan di tempat yang mahal! Ini kok malah makan di sini, sih? Duit saya mana cukup kalau makan di sini!" protes Nanaz, tak sepenuhnya jujur. Sebenarnya, ia membawa uang lebih untuk berjaga-jaga kalau nanti makannya banyak. Tapi, yang benar saja, masa Kiano mengajaknya makan di restoran mewah begini, sih?

Bagi Nanaz, makan makanan mahal sama saja dengan buang-buang duit.

Kiano tak langsung menjawab, ia membukakan pintu kaca di depannya, mempersilakan Nanaz masuk lebih dulu. Setelah Nanaz masuk, ia merendahkan kepalanya dan berbisik di telinga Nanaz, "Nanti kalau uang kamu kurang, kamu bisa pakai uang saya. Nanti tinggal potong gaji buat gantinya."

Nanaz membuka mulutnya lebar-lebar, bersiap menghujat.

"Kenapa? Mau nyinyir?" tanya Kiano dengan senyum menyeringai.

"Enggak! Siapa juga yang mau nyinyir?" balas Nanaz dongkol. Ia menarik napas, berusaha menekan rasa kesalnya.

Saat Kiano berjalan melewatinya, Nanaz mengangkat tangan seolah-olah akan mencekiknya sambil mengeluarkan sederet kata sumpah serapah. Dan ketika Kiano menoleh padanya, lekas-lekas Nanaz berpura-pura merapikan rambutnya.

"Saya tau kamu tadi ngapain," seru Kiano tiba-tiba.

"Eh?" Nanaz mengangkat wajahnya, menatap Kiano dengan ekpresi bingung.

"Kelihatan di kaca," kata Kiano sambil menunjuk sebuah kaca besar yang berada di tengah ruangan.

Dari sana, tampak jelas bayangan keduanya. Nanaz bisa melihat senyum mengejek Kiano, juga dirinya yang kelihatan bodoh lantaran ketangkap basah. Tentu saja, melihat kenyataan itu, membuat Nanaz lagi-lagi mati kutu. Kenapa, sih, belakangan ini dia sial melulu?

"Habisnya Bapak ngeselin, sih," kata Nanaz lalu melenggang menuju meja yang kosong.

"Kamu ... dandan cantik begini biar apa?" tanya Kiano setelah duduk di kursi seberang. Matanya mengamati wajah Nanaz yang memang terlihat manis malam itu.

"Biar saya kelihatan lebih manusiawilah. Sekalian mau cari jodoh, siapa tau ketemu di sini," jawab Nanaz asal.

Kiano tersenyum. "Ngapain dicari, nanti juga datang sendiri."

Nanaz merasa senyum Kiano barusan agak mengerikan. Masalahnya, Nanaz jarang sekali melihat pria itu tersenyum. Kalaupun ada, pasti hanya untuk mengejeknya. Meski sebenarnya senyuman itu terlihat manis, tetap saja rasanya agak gimanaaa gitu.

"Bapak bisa nggak, nggak usah senyum kayak gitu ke saya?"

"Kenapa?"

"Seram."

"Kamu bilang seram?" Kiano kaget dong. Setahunya, senyumnya adalah senjatanya untuk melumpuhkan hati perempuan mana saja. Bagaimana bisa Nanaz bilang .... Seram?

"Iya," jawab Nanaz enteng.

Kiano mendecih. "Kamu lihat apa jadinya kalau saya senyumin cewek-cewek di sana," ucap Kiano, sambil menunjuk dengan dagu tiga orang perempuan yang sejak tadi memperhatikan Kiano.

Nanaz menoleh menatap Kiano yang menyunggingkan senyumnya ke arah mereka, ketiga perempuan itu langsung tersipu malu sambil saling gampar satu sama lain.

Bisa Nanaz dengar mereka bilang, "Ya ampuuun, ganteng banget! Gila, gila, gak-gak-gak-gak kuat."

"Dia senyum ke gue doooong!"

When Janda Meet DudaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin