The one that he choose

Mulai dari awal
                                    

Seungcheol menutup telfonnya, mukanya memerah menahan amarah. Ia tidak bisa bergerak karena sekali ia bergerak malam ini, seluruh keluarga nya akan merasa curiga dan bertanya-tanya apa yang terjadi, dan kenapa Seungcheol perduli?

Sooyoung menyadari ada yang salah dengan Seungcheol malam itu, sang adik yang duduk berhadapan dengannya terlihat gelisah dan gusar. Mungkin tubuhnya berada di acara jamuan makan malam, tetapi entah dimana jiwanya.

"Ada Hoshi diluar." Ujar Sooyoung, ketika keduanya sudah menyelesaikan acara makan malam. Sedangkan sang putri angsa ditemani oleh para dayang sedang berbincang dengan para orang tua.

"Aku tahu."

"Kenapa?"

"Jeonghan diculik." Ujar Seungcheol, Sooyoung sangat mengenal sang adik. Dan hubungannya dengan Jeonghan bukanlah main-main, ia pun tahu segila apa Seungcheol pada Jeonghan.

"Pergilah, biar aku yang mengurus disini." Ujar Sooyoung, dan Seungcheol memalingkan wajahnya. Memastikan bawa sang kakak tidak salah berbicara, tetapi Sooyoung mengangguk.

Dan Seungcheol menghilang malam itu. Ketika Wendy bertanya dimana Seungcheol, Sooyoung hanyan menjawab bahwa itu urusan para lelaki. Dan nyonya Choi pun naik pitam, sayangnya sang putra sudah menghilang dari pandangan mereka.

***

"Berita terbaru."

"Shownu tidak terlibat." Ujar Hoshi.

"Bagaimana dengan Kim?"

"Mingyu? Dia lebih baik mati daripada harus berurusan dengan Wonwoo. Jadi, tidak terlibat."

"Hanya Hangyul disini." Guman Seungcheol.

Sedangkan di tempat lain, seorang pria terengah. Ia baru saja disiram air dingin dan tubuhnya mengigil. Orang-orang dihadapannya terus memanggil Angel, sedangkan ia tidak tahu siapa yang mereka maksud.

Tamparan, tendangan bahkan pukulan sudah di terima tubuhnya, dan siraman air dingin tadi berhasil membuatnya mengigil.

"AKU MAU ANGEL!"

Teriaknya lagi, dan Jeonghan menerima tamparan lain. Bibirnya sudah sobek, ia tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh pria bernama Hangyul di hadapannya. Dan kini satu goresan pisau di lengannya berhasil membuat Jeonghan berteriak keras. Sakit dan perih.

"A.. aku tidak mengerti." Jeonghan terisak. Ini gudang, ia seperti pernah berada disini. Entahlah tetapi tempat ini cukup familiar untuknya.

"Janga pura-pura tidak mengerti brengsek!" Hangyul sudah mencengkram pipi Jeonghan, cukup erat hingga Jeonghan bisa merasakan darah mengalir di dalam mulutnya.

"S-sakit."

"Tidak manis, ini tidak sakit." Hangyul tersenyum miring, tangannya mengusap pipi Jeonghan dengan perlahan.

"AKU KEHILANGAN KEKASIHKU DI TANGANMU! KAU MEMBUNUHNYA! DASAR PEMBUNUH!" Hangyul akhirnya menendang kursi dimana Jeonghan terduduk, hingga kursi itu terjatuh kesamping dan membuat tubuh Jeonghan terbentur ke di atas aspal dingin.

'pembunuh'
'pembunuh'
'pembunuh'
'lebih baik mengikutinya dan membunuh wendy'

'bunuh Wendy'
'bunuh Wendy lebih baik daripada merasakan ini, Jeonghannie'

"Tidak." Jawabnya pelan, entah pada siapa. Dan mata polos itu tertutup.

Hangyul sibuk, ia mempertanyakan apa mereka menculik orang yang berbeda? orang yang salah? Tetapi semua anak buahnya meyakinkan bahwa yang tergeletak di atas lantai aspal itulah yang membunuh kekasihnya, bahkan tertawa dengan senangnya. Mereka tidak salah orang.

"Tolol, bahkan menyiksa seorang pria pun tidak bisa." Hangyul berdecih, meludah pada lantai dan ia berbalik menatap Jeonghan yang masih dengan posisi yang sama tetapi dengan seringai diwajahnya.

"Well, well. siapa ini?" Hangyul bertepuk tangan, satu yang ia sadari iris mata yang berubah itu membuatnya sedikit bergidik, aura dominan dan haus akan membunuh terpatri disana. Kedua tangan Hangyul masuk kedalam kantung celananya.

"lepaskan ikatan tidak berguna ini." ujar Jeonghan atau mari kita sebut Angel.

"Aku mungkin tolol dalam menyiksamu, tapi aku tidak bodoh untuk cukup melepaskan ikatan tanganmu." Hangyul mendekat, menempelkan ujung sepatunya pada pipi Jeonghan.

"Dudukan dia." Ujar Hangyul dan anak buahnya mengikuti perintahnya, Jeonghan yang awalnya tergeletak di atas aspal kini kembali duduk dengan kedua tangan yang masih terikat.

Pria yang terikat itu tersenyum miring, ia menghela nafas lelah. Tubuh inangnya terasa sakit dimana-mana. Ia menatap sekeliling ruangan yang berisi beberapa pria bertubuh besar dan mungkin beberapa pria lagi yang berjaga di luar sana.

"Hangyul.. hangyul." Angel menggelengkan kepalanya.

"Kau tahu, seberapa besar Seungcheol mencintaiku? Kalau dia sampai tahu, bahwa kau yang menculikku, habislah riwayatmu." Ujar Angel dengan nada meremehkan, dan senyuman itu kembali terpatri di bibirnya yang sudah sobek.

"Oh well, selamat datang Angel." Hangyul menepuk tangannya sendiri, ia tersenyum lebar. Akhirnya yang ia cari sudah muncul di hadapannya.

"Dan kau pasti tahu, seberapa besar aku mencintai kekasihku sampai aku melakukan ini padamu." Hangyul berjalan menuju Angel, dengan senyuman.

"Aku tidak segan-segan membunuhmu, walaupun aku akan kehilangan nyawaku di tangan si brengsek Choi Seungcheol." Hangyul menundukan kepalanya dan langsung menatap Jeonghan.

"Oh, jadi tujuanmu hanya ingin membalas dendam? Manis sekali, kau akan mengorbankan nyawamu sendiri. Menarik." Angel mengangguk.

"Oh, kalau balas dendam adalah hal yang menarik untukmu. Kenapa tidak sekalian saja aku bunuh kau dan wendy secara bersamaan." Hangyul tersenyum miring.

"Itu akan membuatnya menderita bukan? Kehilangan kau dan istri yang tidak dicintainya." Hangyul tertawa, ia menepuk kepala Jeonghan secara perlahan.

"Menarik, aku akan membantumu membunuh Wendy, dan setelahnya kau bisa membunuhku, itupun kalau kau mampu." Angel mengedikan bahunya. Hangyul merasa tertantang dengan tawaran Angel.

"Well, kenapa kita tidak membuatnya harus memilih saja?" Hangyul tersenyum miring, ia mendekatkan tubuhnya pada Jeonghan, dan berbisik di telinganya.

"Mari kita lihat, siapa yang akan dia pilih. Kau atau istrinya yang sedang hamil itu?" Hangyul tertawa kecil, dan suntikan menancap pada leher Jeonghan, dalam seketika kesadarannya menghilang.

The Mafia || Jeongcheol [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang