10. Usaha Vaidehi

135 6 2
                                    

          Sona terlihat sangat bahagia sejak kedatangan Gritav, ia lebih sering tersenyum daripada bersedih mengingat putrinya, Kayya. Karan berpikir mengapa Gritav bisa membuat Sona sebahagia ini?

Sona dan Gritav terlihat duduk santai di depan kolam renang rumah Sona, ish tentu saja karena rumah Gritav ada di London. Mereka bergurau dan tertawa bersama.

"Kak Sona, kau tahu kalau sekarang diabetes ayah semakin tinggi," ucap Gritav setelah ia meneguk jus dari sebuah meja kecil.

"Benarkah? jadi paman masih suka memakan manisan? kau tidak bisa membiarkannya begitu, Gree," balas Sona memperingati, kompor.

"Aku sudah berusaha. Bahkan setiap hari Pia selalu mengganti manisan ayah dengan manisan free sugar, tetap saja ayah tau dan memarahi Pia." kata Gritav sedikit terkekeh.

"Sangat sulit, Gree," celetuk Sona. "Oh, ya. Bagaimana pedidikanmu?" tanya Sona ramah.

"Aku sudah lulus, Kakak," desis Gritav marah. Sona tertawa renyah sembari mengunyah biskuit. Mereka tertawa renyah seolah melupakan masalah masing-masing.

Tak lama, Kinjal datang dengan ragu---berjalan mendekati Sona dan Gritav. "Kakak Sona, temanku akan datang ke rumah. Apa kau mengizinkannya?" tanya Kinjal ragu yang membuat Gritav menatap Sona. Kinjal menunduk.

Sona diam membisu. Gritav menatap Kinjal sekilas dan kembali menatap Sona, menyentuh tangannya. Gritav mengangguk agar Sona mengiyakan ucapan Kinjal.

"Boleh." jawab Sona dingin tanpa memandang wajah Kinjal.

Kinjal tersenyum, "Apa aku boleh memeluknu?" tanya Kinjal. Sona menatap tajam Kinjal. Gritav mengangguk. Tanpa basa-basi, Kinjal memeluk Sona yang membuat Sona tertegun. Pelukan yang Sona rindukan selama bertahun-tahun. Ya, pelukan hangat yang sangat mirip dengan Kayya. Sona suka pelukan itu namun ia memilih untuk diam.

"Kau baik sekali, Kakak Sona," kata Kinjal di sela-sela pelukan mereka. Gritav tersenyum. "Aku senang sekali,"

Kinjal melepas pelukan lalu menatap Sona. "Kalau begitu aku akan pergi ke kamarku dulu," ucap Kinjal lalu ia pergi.

Sona masih mematung dengan Kinjal. Seandainya Kayya masih ada, mungkin sekarang Sona akan menjadi wanita paling bahagia di dunia. Tapi, perbuatan Hema sungguh membuat Sona tak bisa berkutik.

Gritav menyentuh bahu Sona, "Kakak, kau melakukan hal yang benar,"

Sona menatap mata Gritav. "Kenapa?"

"Kau mungkin lupa kalau jantung Kayya ada di dalam tubuh Kinjal. Tapi aku tidak, aku sangat ingat dengan ceritamu itu. Jika kau membenci Bibi Hema maka itu wajar saja, tapi mengapa kau juga membenci gadis yang tengah menggunakan salah satu bagian dari tubuh putrimu? bukankah itu bagian tubuhmu juga?" tanya Gritav. "Kakak, jika kau menyayangi putrimu, kau bisa memperlakukan Kinjal dengan baik. Itu adalah caramu menghormati kematian putrimu. Putrimu masih kecil dan mampu memberikan kehidupan pada seseorang, bagaimana denganmu?" ucapan Gritav berhasil membuat Sona tertegun, "Percayalah, jiwa Kayya akan tenang jika jantungnya dirasakan dan disayangi dengan baik."

Sona diam, tak sanggup bereaksi apa-apa dengan mendengarkan ucapan Gritav. Tapi yang dikatakan Gritav ada benarnya juga, jiwa Kayya akan tenang karena pengorbanan Kayya tidak akan sia-sia. Bagaimana sekarang?

"Gree, lebih baik kita bicarakan hal lain," ucap Sona. Gritav mangut-mangut.

Kata-kata Gritav tidak bisa diabaikan begitu saja, mengapa Sona harus menyia-nyiakan pengorbanan Kayya? mungkin semua memanglah takdir, lalu kenapa Sona masih tak bisa menerima Kinjal? seharusnya Sona berpikir jika kematian Kayya tidak bisa disia-siakan begitu saja. Lalu sekarang?

UffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang