Part 53

4.9K 325 11
                                    


POV AINI

***
Tentang masalahku dengan Suster Tara, kami sudah menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan. Suster Tara mengakui perbuatannya yang suka menebar fitnah tentang diriku, ia mengaku cemburu padaku.

Sebenarnya, Suster Tara lah yang diam-diam menyukai Mas Adit, bukan Dokter Devy. Tapi, aku tetap meminta maaf pada Suster Tara atas perilaku yang kelewat batas.

Tidak lupa, aku meminta maaf pada Dokter Devy. Syukurlah, Dokter Devy mau mengerti dan memaafkanku. Bahkan ia pun balik minta maaf padaku. Kami sama-sama salah.

Aku makin merasa tidak enak pada Mas Adit, gara-gara sifatku yang barbar, Mas Adit jadi malu. Ah, aku benar-benar bodoh.

Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Jujur, aku  sangat sulit mengendalikan emosiku. Lantas, bagaimana aku bersikap? Haruskah aku minta pisah dari Mas Adit?

Seandainya dulu Mas Ken dan keluarganya tidak menjahatiku, mungkin sekarang aku tidak se barbar ini. Sesungguhnya, aku trauma di tindas.

"Sayang, kok melamun?"

Mas Adit datang dan langsung merebahkan dirinya di sampingku.

Ku tatap wajahnya, aku benar-benar jahat jika harus membuat suamiku itu menanggung malu.

"Mas, sebaiknya, kamu ceraikan aku saja."

Entah keberanian dari mana, kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.

Mas Adit bergegas bangun dan menatapku tidak percaya, dengan sigap ia menarikku ke dalam pelukannya.

"Apa yang kamu bicarakan? Sudahlah, kamu lelah. Ayo, kita tidur." tegasnya berusaha mengalihkan keadaan, aku tahu, ia syok.

"Aku serius, Mas. Aku sadar, aku bukan yang terbaik untuk Mas. Dengan menjadikanku istri, yang ada Mas akan malu."

Sampai di sini, hatiku bergetar hebat. Ingin menangis, tapi berusaha kutahan.

"Apa yang kamu bicarakan? Sampai kapanpun, kamu tetap istri, Mas! Selamanya tidak akan berubah. Jadi tolong, jangan ucapkan kalimat itu lagi. Mas sedih, sayang."

"Mas, aku ini jahat. Aku tidak mau jika M..."

Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Mas Adit langsung melumat bibirku, berhasil membuatku bungkam seketika.

"Sudah selesai bicaranya?" tanyanya seraya menatapku dengan sorot mata menakutkan.

"Mas,"

"Sampai kapanpun kamu tetap istriku, Aini! Jangan membuatku marah."

Mas Adit nampak emosi, membuatku semakin merasa bersalah.

"Mas, aku,"

"Kita tidak akan bercerai, titik! Selamanya kamu tetap istriku. Mas mohon, jangan ucapkan kata itu."

Aku menatap wajah suamiku itu dengan nanar, matanya nampak berkaca-kaca.

"Aku ini psikopat, Mas."

Mas Adit menggeleng pelan, memelukku dengan sangat erat, sampai-sampai aku kesulitan bernapas.

"Pokoknya kamu tidak akan kemana-kemana, titik!"

"Mas..."

"Kamu mempermasalahkan Mas, begitu? Mas terima kamu apa adanya, sayang. Jika masalahnya hanya karena kamu tidak bisa mengendalikan emosi, itu bisa kita carikan jalan keluarnya! Bukan cerai!"

Mas Adit semakin emosi, sampai-sampai ia mencengkram lenganku dengan kuat.

"Kamu percaya pada Mas, kan?"

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang